Assalamualaikum Wr.Wb
Hallo teman-teman semua, saya selaku Autor ‘Ayuna My Little Wife ‘ mengucapkan Minal Aidzin Wal faizin mohon maaf lahir dan batin. Maaf mungkin selama ini Autor pernah ada salah. Di maafinkan?🤗🤗 Ada kabar gembira ni... untuk para penggemar cerita receh Autor. Insya’ Allah besok akan lanjut Update cerita terbaru ‘Ayuna My Little Wife’.
Hore!😍😍😍
Akhirnya bisa lanjut juga menghallunya...heheh...
Aduh Pasti udah lama ni nunggu cerita Om Eugene dan gadis penyuka jerapa. Tetep baca cerita receh Autor kan? walaupun udah lama gak Update. Tahu sendiri kan, Autor masih sibuk dengan kehidupan nyata. Maaf ya!!!
Pokoknya jangan Lupa besok ya!😊😊
Pantengin AMLW. Besok pasti Update🤗🤗🤗😊
Langit semakin gelap, awan-awan tipis bertaburan di langit. Sebuah jendela kamar hotel menunjukkan seorang dua lawan jenis saling melempar pandang. Tangan kekar Pria berdada lebar itu mencengkeram lengan gadis di depannya. Atmosfer kamar hotel 103 terasa berbeda. Ayuna menelan ludah kasar melihat mata Eugene tak berkedip melihat dirinya. Dada Ayuna berdebar sangat kencang, seperti orang yang yang sedang melakukan lomba maraton.“Bagaimana? Apa kamu mau praktek aja?” Mata gadis itu semakin membulat. Jemarinya mencengkeram seprai berwarna bunga-bunga. Tak henti-henti tenggorokannya menelan saliva kasar. Tatapan mata lelaki itu bagaikan elang yang mengobrak-abrik manik Hazel. Hembusan nafas Eugene terasa sangat jelas di depan wajah.Perut kecil Ayuna terasa sakit. Seperti ada sesuatu yang ia tahan, berusah untuk keluar. Gadis itu beralih megang perutnya. Menekan erat perut datar itu. Dahi Ayuna pun tertekuk, bibirnya bergetar karena menahan r
Matahari muncul dari ufuk timur. Perlahan-lahan langit mulai menunjukkan warna orange. Ada sebuah gundukan di atas sofa yang di tutup selimut. Saat gundukan itu menggeliat, tampak kaki dan tangan miliknya. Pelan-pelan gundukan itu semakin menggeliat. Tak menyadari ia berada di ujung sofa. Ia pun akhirnya terjatuh dengan posisi tengkurap. Dada gadis itu terasa sangat sakit. Mau tidak mau, ia pun bangun. Sebuah suara decit pintu kamar mandi terdengar. Gadis itu mendongak dengan posisi tengkurap. Di lihat seorang pria sedang berdiri di depannya dengan jarak 2 langkah. Pinggang lelaki itu terlilit handuk membuat Ayuna meneguk saliva, dan tersenyum lebar menunjukkan gigi geriginya.“Cepetan mandi. jangan senyum-senyum kayak orang gila.” Eugene pun melewati badan Ayuna yang tengkurap.Ayuna memayungkan mulut, pertanda sangat sebal dengan sikap Eugene. “Jika kau tak segera mandi, akan aku tinggal di hotel ini.” Mendengar ancaman Eugene membuat Ay
Daun-daun berguguran. Tiupan angin menerbangkan debu-debu halus. Sebuah aspal hitam legam sepi. Hanya ada satu mobil sedan sedang berhenti di tepi-tepian jalan. Bodi mobil terbuka dengan mengeluarkan asap. Terlihat seorang lelaki mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Frustrasi dengan sesuatu yang ia alami. Sedangkan Sang Istri memilih duduk di atas batu besar sambil menghapus sisa air mata. Gadis itu terdiam tak bergeming. Masih ada rasa ketakutan dalam diri Ayuna.Eugene melirik Sang Istri, ada rasa kasihan yang tiba-tiba hadir. Lelaki itu kemudian jongkok. Menyamakan posisinya dengan Sang Istri. Memegang kedua pundak Ayuna, lalu mengangkat dagu Ayuna. “Maaf kan saya tadi Ya?” ujar Pria bertubuh tinggi tegap.Gadis berkulit sawo matang itu mengangguk pelan. Ujung jempol Ayuna menghapus bercak butiran kristal di pipi Ayuna. “Kalau gitu jangan nangis lagi ya?” Gadis itu mengangguk kembali.Eugene pun kembali bangkit lalu berusaha
“Udah selesai Nek!” ujar Ayuna antusias sambil mengelap telapak tangannya yang basah.“Ya udah sekarang langsung tidur aja, biar ini semua nenek yang beresin.”“Tapi Nek?”“Udah sana masuk, sekalian bilang ke Kakak mu untuk tidur di kamar Kakek dan Bejo.”“Baik Nek.” Ayuna melangkah panjang layaknya tentara. Kepala Ayuna menoleh kanan dan kiri, mencari sosok Sang Suami yang ia akui sebagai Kakaknya. Entah dosa apa tidak jika ia tak mengakui suaminya sendiri. Ayuna terlalu sebal dengan Eugene hingga melakukan tindakan seperti itu.Dari luar rumah sederhana Nenek dan Kakek. Terlihat Eugene mencengkeram Ngerat lengan Bejo. Pria gondrong itu malah tertawa sambil setengah meringis.“Mas!” panggil Ayuna membuat Eugene melepaskan cengkeramannya. Namun, tetap menatap sinis pada Bejo.“Ada apa? Tegang banget.&rd
Butiran-butiran kristal embun jatuh di dedaunan. Mentari tersenyum hangat pada permukaan bumi. Burung kenari bertengger di dahan-dahan pohon. Menimbulkan suara merdu yang saling bersahutan satu sama lain. Sisa hawa dingin masih membekas. Seorang gadis keluar dari kamar, sambil merapatkan jaket tebal miliknya.Mata besar itu semakin melebar. Mencari Sang Nenek yang lebih dulu bangun. Mata Ayuna sedikit bengkak, tadi malam gadis itu tak bisa tidur Nyenyak. Kasur kapuk itu sangat keras di tambah selimut tipis yang tak bisa meredam rasa dingin.Gadis itu berdiri tepat di depan kamar tempat Eugene tidur, Bejo keluar menyimbahkan kain yang berfungsi sebagai pintu, “Giman Nyenyak tadi tidurnya?”“Iya,” dusta Ayuna gadis itu.“Mau ikut?”“Kamana ?”“Mancing.”“Yuna pengen macing.”“Baiklah kau tunggu di sini aku mau mengambil alat pancing.”Ayuna pun menunggu di kursi kayu ruang tamu. Mata gadis itu berkali-kali mencuri
Mata hazel itu berembun karena tak tega berpisah dengan Sang Nenek yang sudah Ayuna anggap seperti Neneknya sendiri. Tangan keriput itu memeluk erat tubuh kecil Ayuna. Hati Nenek Purna terasa sedih karena haru berpisah dengan gadis yang sudah di anggap cucu sendiri, walaupun mereka hanya tinggal sebentar.“Nek!” tegur Bejo, mengingatkan Sang Nenek untuk tak larut dalam kesedihan. Dan menandakan bahwa ada seseorang yang menunggu gadis itu.Wanita beruban itu melepaskan pelukannya, lalu memegang kedua pundak Ayuna. “Sudah lah Cah Ayu (gadis cantik) jangan nangis terus, nanti Nenek ikut nangis loh .” Punggung jari ibu itu menghapus sudut pipi Ayuna. Menghapus jejak kesedihan di wajahnya.“Baik Nek!” Menunjukkan gigi gerigi dam senyum lebar. Memberi tanda bahwa ia akan baik-baik saja.“Gitu dong senyum.”Eugene hanya memandangi Ayuna dari dekat mobil. Setelah memberikan pelukan te
Semilir Angin berembus di penjuru arah. Menerbangkan kain-kain yang menutup kamar Ayuna. Bangun kamar mereka mirip rumah panggung yang berada di atas pesisir pantai. Jika Ayuna membuka jendela, ia bisa melihat pemandangan yang sangat menarik dari lautan biru di bawah sinar rembulan. Rembulan bagaikan raja malam yang membimbing komet dan bintang untuk bertaburan di langit secara sempurna tanpa berebut satu sama lain.Ayuna duduk di depan cermin. Menaburkan pipi dengan bedak tipis. Lalu memoles bibir dengan lipstik berwarna matte. Senyum gadis itu mengembang, karena akan ada acara penyambutan untuk mereka . Ia melangkah pelan keluar kamar, kaki itu menginjak jembatan kayu satu persatu. Menengok kanan dan kiri mencari Sang Suami. Dari tadi lelaki itu menghilang. Entah ke mana, atau dia sedang berdiam diri di suatu tempatGadis sawo matang itu berpapasan dengan Seorang pelayan Resort yang berpakaian tradisional kota SB. “Mbak!” t
Sang Raja Siang telah tenggelam. Di gantikan rembulan indah yang menemani gelapnya malam. Warna laut membiru, pantulan rembulan terukir jelas di permukaan laut. Kaki telanjang Eugene memasuki Resort. Mengganti pakaian santai, lalu melangkah keluar kamar yang ia sewa. Lelaki itu tidak berjumpa dengan Sang Istri.Eugene berjalan sambil menikmati indahnya raja malam. Suara ombak terdengar nyaring. Bagaikan Melody indah di malam hari. Sebuah restoran di Resort itu sedang berpesta. Menyambut para tamu termasuk untuk Eugene. Ia menjejakkan kaki ke tempat itu. Berharap bisa menyembuh kan kemarahannya pada Sang Istri yang berani menggoda Pria lain di depannya.Saat Eugene baru memasuki area Restoran, ada dua pelayan menyambutnya. Ia pun membalas dengan senyuman hambar. Ekor matanya sibuk mencari di mana kursi nyaman. Pilihannya pun jatuh pada kursi kedua dari panggung restoran. Dan berada di dekat tembok.Tangan kekar itu menarik k
Air mata Eugene jatuh saat melihat Sang Istri berada di atas ranjang. Setelah Surya memberitahu di mana Ayuna berada ia segera mencari gadis itu. Dan dia mendapati Sang Istri berada di rumah sakit yang tidak jauh dari lapangan golf. Eugene meraih tangan Ayuna, memandang keadaan gadis itu yang sangat memperihatinkan. Seluruh tubuhnya lebam-lebam, membuat hati Eugene seperti di sayat oleh silet-silet kecil.“Maafkan aku Sayang….” Tangis Eugene pecah walaupun tanpa suara. Tapi rasa sakit dan rasa kecewa pada diri sendiri menyergap. Perasaan campur aduk berkecamuk, apalagi perasaan dia harus melihat istrinya dalam kondisi seperti ini. “Jika ada sesuatu terjadi padamu dan anak kita. Maka akulah yang harus di salahkan karena tidak bisa menjagamu.”Decit pintu terbuka, Pria botak berjas putih masuk ke dalam ruang yang di tempati Ayuna. Wanita berpakaian perawat mengikutinya dari belakang. “Apa Anda keluarga dari pasien?”Eugen
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Matahari perlahan terbit dari ufuk. Seorang gadis tertidur dalam pelukan seorang lelaki berkulit gelap dengan rambut ikal. Aroma maskulin itu menusuk indra penciuman. Aliran sungai buatan pun mengalir. Membuat hawa semakin sejuk. Surya memeluk gadis itu dengan kuat. Ia mendengar semua penderitaan gadis itu. Bahkan, rintihan tangis tadi malam berusaha di redamkan. Kelopak mata itu perlahan-lahan pun mengerjapkan mata. Dan mata hanzel itu terbuka lebar. Tatapan kedua orang itu saling bertemu. Membuat Ayuna tersentak. Ia buru-buru menjauh dari Surya ada perasaan tak enak karena memeluk lelaki yang bukan suaminya. Surya juga baru menyadari kesalahannya. Ia pun kiku dan menggaruk rambut lepeknya. “Ah maaf. Aku enggak bermaksud macam-macam.” “Yuna Paham kok.” Tiba-tiba Surya melihat kaki Ayuna yang ada darah yang sudah mulai kering. Ia baru sadar. “Ayuna!” Surya menunjukkan kaki berdarahnya. “Haha? Apa ini?” “Sepertinya kamu pendarahan.
Setelah Eugene mendapatkan plat nomer mobil tersebut. Ia pun melacaknya lewat plat mobil yang ia dapatkan. Namun, saat mobil itu melewati terowongan tiba-tiba mobil yang ia incar menghilang secara misterius. Tapi Eugene dan rekan-rekannya tak menyerah. Ia tetap mencari mobil tersebut. Sebuah kamera CCTV mendapatkan mobil tersebut tapi mobil itu sudah berada di tempat bangkai mobil-mobil. Sebuah tempat yang di peruntukkan untuk mobil rusak.“Bagaimana ini Inspektur? “ tanya rekannya. Membuat Eugene kalang kabut. Ia pun mencoba melacak orang yang meninggalkan mobil di tempat pembuangan. Dan Eugene mendapatkan orangnya. Ternyata dia adalah Driver ojek online. Jika menemukan lelaki itu mereka bisa bertanya tentang penjahat itu. Eugene dan dua rekannya pergi mencari lelaki itu di kawasan padat penduduk. Melewati setiap gang kecil hingga ia sampai di sebuah rumah sederhana milik Driver Ojek Online.Dok! Dok!Eugene menggedor pintu. Seorang perempuan keluar
Lampu disko berkilap kelip. Disertai suara musik yang beredup sangat keras hingga memengkak telinga siapa pun yang mendengar. Suara penyanyi diskotik membuat pengujung semakin terbuai. Sang Vokalis bergoyang di atas meja membuat para pengunjung semakin melingkung. Di pintu masuk seorang Pria masuk ke dalam Pub. Menyingkirkan orang-orang yang ada di depannya dengan kedua tangan. Seorang gadis seksi menikmati minuman beralkoholnya. Tiba-tiba seorang lelaki mendekat. Menarik gadis itu dengan kasar keluar Bar. Membuatnya marah.Mereka pun keluar dari tempat itu. Surya melepaskan dengan kasar. Menatap tajam sepupunya. Pandangan gadis itu sedikit terganggu. Tampak jelas gadis itu masih di selimuti rasa mabuk.“Apa-apa loe narik gue keluar!” teriak Violet pada sepupunya. Matanya merah.Surya memegang pundak sepupunya. “Gue Cuma mau nanyak. Apa loe dalang di balik hilangnya Istri Eugene.” Suara menatap tajam. Berharap sepupunya tidak melakukan pe
Suara langkah kaki mendekat. Membuat rasa waswas yang sangat besar pada tubuh gadis kecil yang terduduk di atas kursi dengan tangan di ikat ke belakang. Kaki juga terikat sangat erat. Ia tak mampu bergerak sama sekali. Setelah kejadian penyiksaan Violet kemarin, para anak buah Violet mendudukkannya. Lampu berwarna keemasan menyala seketika. Membuat Ayuna mendongak dengan mulut di sumpal kain. Seorang gadis cantik melenggak-lenggok masuk ke dalam ruangan. Memberi tatapan yang mengerikan. “Selamat pagi yuna!” sapa gadis itu. “Bagaimana? Apa kamu nyaman berada di tempatku? Aku sebagai Tuan rumah, selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk tamuku. Kalau ada apa jangan sungkan-sungkan memberitahuku.” ucap Violet sambil memegang sebuah map. “Kenapa? Kenapa kau enggak jawab hah?” bentak Violet dengan mata melotot hingga ingin keluar. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. “Ups!” Menutup bibirnya centil. “Aku lupa mulutmu masih tertutup. Maaf
Di bawah sinar rembulan seorang lelaki sedang duduk lesu sambil menyesali kelalaiannya. Gadis yang sangat ia cinta menghilang tiba-tiba membuat pikiran Eugena kayak. Ia pun meraung-raung di tengah lorong yang sunyi. Membuat para orang yang berlalu lalang terperajat. Melirik Eugene dengan tatapan horor. Membuat orang mengira lelaki itu sedang gila.Saat Eugene menangkupkan kepala tiba-tiba benda hangat menyentuh punggung tangan. Lelaki itu mendongak. Sesosok wanita berdiri didepannya. Melempar senyum. “Violet!” gumam Eugene.“Ni kubelikan coffe.” Menyerahkan Paper Coffe kopi pada mantan kekasihnya. Eugene mengambil kopi yang di berikan Violet. Tiba-tiba gadis itu duduk di samping Eugene. Menunjukkan wajah yang lesu. Membuat dirinya seolah iba dengan Eugene.“Makasih.”Tangan Violet terulur. Menangkup tangan kanan. “Aku turun prihatin atas menghilangnya istrimu.”“Dari s
Byur!Sebuah guyuran air membasah tubuh gadis yang tengkurap di atas lantai. Tampa penerangan sama sekali. Dengan kedua tangan yang terikat ke belakang. Kelopak mata gadis itu mengerja-ngerjakan mata. Mata itu sedikit demi sedikit melebar. Mendongak melihat seorang datang menggunakan penerang seadanya. Sebuah lampu berwarna keemasan menyala. Tapi cahaya itu tidak membantu. Karena hanya menerangi bagian kecil ruangan. Sedangkan yang lain tetap gelap.Wanita itu menarik rambut seorang gadis yang sangat mengerikan itu. “Halo gadis kecil. Selamat datang di wilayahku. Hahahhah...” Tawa pecah dan melepaskan rambut Ayuna dengan kasar.“Kamu kan Violet. Apa yang kau lakukan padaku. Apa salahku.”Wanita jahat itu mengeluarkan jari telunjuknya dan mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah-olah berpikir. “Apa ya salah mu?” Ia menarik rambut Ayuna kembali tapi tarikan ini lebih kuat. Gadis itu merintih sakit. “Baiklah. Seperti loe en
Waktu semakin bergulir. Malam demi malam telah terlewati. Di gantikan sang raja pagi terus menyising. Seperti biasa di sekolah cukup ramai. Murid berlalu lalang meninggalkan kelas masing-masing. Termasuk dua murid lelaki dan perempuan yang berjalan saling beriringan. Dari arah lain seorang pria di kelas mengejar mereka. “Hai bro!” Lay langsung merangkul lengan Wanda. Namun perempuan itu langsung bergidik dengan keras. Hingga tangan Lay jatuh “Biasa aja kali Wanda.” “Gue enggak pernah biasa kalau soal elo.” “Sorry lah. Eh omong-omong Yuna beneran di keluari.” “Siapa bilang? Dia hanya mengambil cuti.” “Terserah dah apa kata elo. Tapi kalau loe ketemu Yuna. Nitip salam ya.” Lay langsung berlari meninggalkan Toby dan Wanda. “Dasar cowok.” “Tapi omong-omong waktu Yuna pergi. Diakan ninggalin surat kan?” “Iya tapi katanya Cuma pergi bentar. Tapi pas malamnya gue tunggu dia gak balik.” “Emang udah loe telefon ora