Nina masih berusaha untuk menyempatkan dirinya pergi ke Rumah Sakit untuk menengok mertuanya, Tikta selalu sengaja mencari waktu dimana dia tidak dapat berpapasan dengan Nina.
Pria itu benar-benar berusaha menghindari Nina sebisa yang dia mampu.
Ragnala diurus oleh pengasuhnya, segala keperluan anak itu sudah Tikta pisahkan dari semua propertinya. Harta dan segala macam warisan untuknya dipersiapkan jauh-jauh hari bahkan sebelum Gata ditemukan tewas.
Berita Gata masih menjadi headline news, pria berkewarganegaraan London berkebangsaan Indonesia yang tewas mengapung di danau.
Julie dan Kumara mendengar berita perceraian Nina, mereka menyayangkan Tikta mengambil langkah seekstrim itu namun mereka juga mengerti Tikta hanya takut masa lalunya memiliki dampak buruk bagi Nina dan Ragnala.
“Terima kasih, dengan begitu saya Tikta Sahasika mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai CEO SKK FOOD.” Pria itu mengatakannya dengan suara tegas dan pa
Penangkapan Tikta begitu ramai diberitakan di televisi.Semua orang membicarakan hal itu, foto dan video yang tersebar adalah ketika mereka masih sama-sama di universitas yang sama. Foto dimana Tikta dan Gata tengah berpegangan tangan, Tikta yang tengah memeluk Gata ataupun perlakuan mesra lainnya.Orang-orang mulai mempertanyakan pernikahan Tikta dan Nina, juga perceraian mereka. Semua orang kemudian menghubung-hubungkan perceraian mereka dengan apa yang terjadi dengan Tikta.“Mungkin pernikahan mereka bukan karena cinta? Semuanya terjadi karena wanita itu hamil duluan.” Kata salah satu pembawa berita gosip di televisi yang Nina tonton pagi ini, wanita itu memindahkan lagi channelnya namun semua isi beritanya sama.Tikta Sahasika.Belum sempat reda mengenai keputusannya mundur dari SSK FOOD dan perceraiannya dengan Nina, sekarang pria itu dihantam berita penangkapannya.“Makan dulu..” Suara Catur membuyarkan
Suasana kematian yang sudah pernah Nina rasakan sebelumnya, kini terulang lagi. Baru beberapa jam lalu dia mendapatkan kabar kalau ibu mertuanya tutup usia, Nina diberitahu kalau sejak beberapa tahun lalu Remo sudah mengetahui penyakitnya namun dia menutupi semuanya untuk merawat sang suami.Tidak ada pengobatan yang dia lakukan, Remo hanya menerima dan menjalani rasa sakit itu seorang diri.“Ibu sudah di stadium akhir kanker payudara..”Rasanya seperti sebuah candaan yang tidak lucu, tapi itulah kenyataannya.Nina membantu semua proses pemakaman, beberapa keluarga Sahasika datang dan seperti yang sudah-sudah mereka tidak peduli pada orang yang bukan dari keluarga inti. Mereka hanya datang untuk sekedar tampil di berita saja, terlebih mengenai penangkapan Tikta.Tidak ada satupun yang menyapa Nina, beberapa hanya bertanya mengenai rumah yang baru saja dibeli Remo.“Rumah itu dan tanahnya sudah diberikan oleh ibu pa
Tikta sudah tidak menghitung berapa hari dia sudah berada disana. Ketika pertama kali polisi mendatanginya tidak ada keterkejutan, dia hanya pasrah mengikuti kemana polisi membawanya.Untungnya, tidak ada penyiksaan maupun paksaan seperti yang sudah Tikta pikirkan.Para polisi membawanya karena setelah menyelusuri segala sesuatu tentang siapa mayat yang mengapung itu mereka menemukan banyak sekali fakta yang berhubungan dengan anak tunggal pemilik SKK FOOD, Tikta Sahasika.Mereka mengkonfirmasi ulang sebelum membawa Tikta untuk dijadikan saksi serta terduga dan ternyata terbukti kalau pria itu adalah mantan kekasih Gata. Kepolisian cukup terkejut dengan fakta ini, sampai akhirnya mereka bertemu Tikta.Tikta mengakui dengan gamblang kalau mereka memang pernah menjalin hubungan romantis cukup lama namun hubungan itu telah usai sebelum dia dan istrinya menikah.“Bagaimana? Ada perkembangan?” Tikta beranjak dari duduknya ketika dia melihat
Tubuh Nina bergetar dengan hebat ketika Catur mulai berbicara padanya, di sampingnya Julie memeluk tubuh Nina dengan erat. Airmatanya mengalir satu persatu mendengar semua pengakuan Catur.Dia menggelengkan kepala, menutup matanya kuat-kuat ketika Catur mulai berhenti bicara.Julie sudah terisak, membuang tatapannya ke arah lain.“Gue khilaf..” Bisik Catur, mengakhiri pengakuannya. Dia menunduk, tidak mampu menatap Nina.“Tur, lo sudah merusak masa depan lo sendiri.”“Cuma ini yang bisa gue lakukan, Nin…”“Demi apa?” Nina bertanya, suaranya begitu lirih.Catur terdiam sesaat, tidak langsung menjawab. Dia menelan ludahnya berkali-kali, berharap hal itu mampu membuatnya jauh lebih rileks. Namun nihil, tangannya gemetar.“Demi diri gue sendiri Nin. Gue sudah menghancurkan lo, sangat menghancurkan lo. Gue memang pantas masuk penjara dan di adili, seharusnya lo melaporkan gue karena sudah melakukan pemerkosaan sama lo. Ini memang su
Nina membuka matanya, sinar matahari masuk melalui sela gorden. Cuitan burung mulai terdengar dari balik jendela, keningnya mengerenyit.Dia masih menggeliat di atas tempat tidur ketika pintu kamarnya terbuka dengan lebar. Pintu itu memang tidak pernah dia tutup dengan penuh, tapi kini tangan-tangan kecil memaksa pintu terbuka dengan lebar.“Ibu!” Suara itu terdengar penuh antusias, kaki kecilnya berlari dengan cekatan mendekat ke arah kasur dan SYUP! Bocah kecil berusia enam tahun itu melompat naik.“Aga! Ya ampun, masih pagi nak. Kamu kok sudah lompat-lompat aja..” Nina menatap putranya dengan senyum lebar di wajah, bocah itu mengenakan kaus dalam dengan celana tidur panjang. “Kebiasaan deh kalau tidur pasti dibuka piyamanya..” Nina mengeluh sambil mengelus wajah Ragnala.Usianya memasuki tujuh tahun sekarang.“Bu, ayo cepat! Adek ngompol!”Nina terlonjak, dia bergeg
“Nin, dengarkan aku dulu..”Malam itu, Tikta datang menemui Nina saat dia keluar dari tahanan. Sebenarnya, dia ingin menemui Catur terlebih dahulu namun kepolisian tidak mengabulkan permintaannya sehingga dia diminta kembali.Pemberitaan mengenai Catur yang menyerahkan diri tidak butuh waktu lama untuk tersebar di media sosial, semua pertelevisian menayangkan berita mengenai dirinya yang pergi ke kantor polisi untuk mengakui kesalahan.Publik meminta kepolisian melakukan konferensi pers, mereka butuh penjelasan motif apa yang membuat pria yang sudah tersohor namanya itu melakukan pembunuhan.“Mau sekarang ke apartemen mantan istrimu?” Bekti melongok ke belakang, ke arah kursi penumpang dimana Tikta tengah duduk. Supir menjalankan mobilnya keluar dari markas besar kepolisian.“Kamu sudah menghubungi Julie?” Tanya Tikta, mengambil ponsel yang Bekti sodorkan padanya.“Dia ada di apartemen Nina,
“Bu! Ibu!” Ragnala menatap Nina dengan penuh kebingungan, alisnya yang tebal saling bertaut, tangannya di pinggang sedangkan sang adik menggelayut di kakinya.“Kalian ngapain?” Nina bertanya kini dia yang tampak bingung melihat tingkah kedua anak itu.“Tuh ‘kan bang, ibu gak dengar.” Pavita berkata, menggigit ibu jarinya sambil melongok ke arah Ragnala yang berdiri diatasnya.Ragnala menghela napas, dia berjongkok melepaskan ibu jari Pavita dari mulut anak itu. Dan menoleh pada Nina yang tengah mengaduk salad di dalam mangkok besar.“Aga nanya bu, kita makan malam pakai apa?”Nina tersenyum kecil, “Ibu dengar kok abang ngomong apa, ibu cuma lagi menggoda kalian saja..”“BOHONG!” Ragnala dan Pavita mengatakannya secara bersamaan sambil berlalu ke ruang main mereka.Nina tertawa kemudian melanjutkan aktivitasnya, menyiapkan makan malam untuk mereka bertiga. Ru
“Ta! Tikta!” Suara berat seorang pria dengan tinggi dengan tubuh yang kekar itu terdengar menggema di kamar hotel, dia masuk menggunakan kartu milik karyawan karena orang bernama Tikta Sahasika, bosnya. Tidak dapat dia hubungi sejak dua jam lalu.“Tidak ada..” Dia menahan napasnya, bergegas ke kamar mandi dia menemukan si bosnya tengah tertidur di dalam jacuzzi.“Sialan..” Gumamnya.Si pria bernama Ardin itu keluar dari dalam kamar mandi dan memohon maaf kepada petugas hotel yang sudah dia repotkan. Ardin mengenal Tikta sudah begitu lama. Mereka sama-sama berkuliah di New York, dia tahu mengenai hubungan Tikta dan segala macam persoalannya termasuk perceraiannya.Ketika Tikta datang ke Asutralia, Ardin memutuskan untuk ikut kesana. Dia menemani Tikta dalam jatuh bangun mentalnya setelah berpisah dari Nina dan menemukan Tikta dalam keadaan parah membuatnya sering berpikiran buruk jika pria itu tidak menjawab panggilannya
Aku mencintai keluargaku.Namun ketika tahu kalau papa kami bukanlah orangtua kandung abang, aku sedikit bingung untuk bereaksi apa. Ada kalanya abang bilang kalau dia dan papa tidak begitu mirip, saat itu aku pikir dia terlalu berpikiran negatif karena omongan orang lain mengenai betapa tidak miripnya mereka kerap kali terdengar.“Kamu sudah dengar sendiri, papa bukan orangtua kandungku.”“Tapi, papa tetaplah orangtua kita.”“Orangtuamu.” Katanya menatapku dengan penuh rasa sedih.Aku tahu betapa memiliki seorang ayah adalah harapan terbesar kami, patah hatinya kurasakan meskipun dia tidak bilang dengan terus terang. Tatapan mata penuh kesedihan itu sudah bisa menjadi jawaban bagaimana pada akhirnya dia harus mengiyakan ucapan orang-orang mengenai betapa beda dia dan papa.Dan, pada dasarnya, mereka memang berbeda.“Abang masih marah?” Tanya Ibu ketika melihatku turun dari lantai dua, matanya terlihat bengkak dan suaranya agak serak. Di depan ibu yang tengah duduk di kursi meja makan
“Ga..” Papa memelukku ketika ibu menyampaikan kabar duka tentang kepergian ayah padaku. Ibu sudah menangis dengan begitu histeris, Pavita memeluknya berusaha menenangkan.Papa kemudian membawa kami pulang ke Indonesia, dimana ayah akan dikebumikan. Tidak ada siapapun disana selain kami sebagai keluarganya, hanya ada rasa kesepian yang berat. Tangis yang keluar hanya muncul dari ibu dan juga sahabatnya, tante Julie. Selain itu aku hanya menatap tubuh ayah yang sudah kaku.Ketika pemakaman sudah berakhir, ibu dibawa kembali ke kamar hotel oleh Pavita. Sedangkan aku dan papa masih berdiam diri di depan makam ayah.“Ucapkan salam terakhirmu.” Kata papa sambil mengelus punggungku.“Kenapa dia meninggalkanku?”Papa menoleh, tahu benar kalau aku tidak tengah mencari jawaban atas pertanyaan yang baru saja kulontarkan. Aku tidak menginginkan jawaban.“Aku bahkan belum mengenalnya dengan baik.”Dan sejurus kemudian airmataku mulai meleleh, tangisku pecah.Ayah menghela napasnya, seperti tahu in
“Itu papa?” Tanyaku pada ibu yang kemudian mengangguk pelan sambil menggendong adikku, Pavita.Aku ingat benar momen itu, momen dimana orang yang selama ini aku pikir tidak pernah ada di hidup kami kemudian muncul dengan senyum lebar. Segala kecanggungannya begitu terasa di setiap ujung jari yang merangkul aku dan adikku dengan erat.Selama hanya ada kami bertiga, ibu selalu menghindari pertanyaanku mengenai sosok seorang ayah. Ada kalanya, keperluan sekolah membuatku bertanya apakah aku memiliki seorang ayah yang nantinya akan ibu jawab dengan isakan tangis atau hanya anggukan.Tidak ada penjelasan sampai ia kemudian mulai menyinggung bahwa beberapa orang memiliki ayah lebih dari satu orang. Aku yang masih terlalu kecil tidak begitu mengerti hingga akhirnya menyadari kalau yang ibu maksud beberapa anak memiliki dua orang ayah salah satunya adalah diriku.Pertemuan dengan papa begitu canggung, Pavita sampai tidak berani mendekat karena masih belum terbiasa dan merasa bahwa pria di dep
“Hi, aku ayah kamu. Catur Rangga.”Aku masih begitu mengingat bagaimana akhirnya kami bertemu. Catur Rangga adalah ayah biologisku. Orang yang terlihat biasa saja, tingginya mungkin sekitar seratus tujuh puluh senti sekian, kulitnya seputih susu persis denganku.Ketika aku melihat wajahnya, aku baru mengerti.Ah, itulah kenapa orang-orang bilang aku tidak mirip dengan Pavita karena pada dasarnya aku mirip dengan orang ini. Hampir sembilan puluh persen fitur wajahku benar-benar mirip dengannya.Dia menyondorkan tangannya dengan canggung ketika pada akhirnya aku menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya, tangannya berkeringat dan dingin. Aku rasa bukan hanya aku yang merasa gugup.Aku duduk di depannya, kami memilih meja berkursi dua berhadapan di pojok sebuah coffee shop. Papa mengantarku dengan mobil dan tengah menungguku di ujung jalan, dia bilang tidak akan ikut dan hanya ingin membuatku menikmati waktu bersama ayah biologisku.Pria itu masih menunduk di depanku, aku bisa mengerti
Ketika aku mulai tumbuh remaja, ibu selalu bicara mengenai ayah. Bahwa di dunia ini ada beberapa anak yang memiliki dua ayah.“Ada yang punya ayah secara biologis, ada juga yang tidak.”“Maksudnya bagaimana bu?” Tanyaku kala itu ketika ibu tiba-tiba bicara mengenai hal yang baru saja dia ucapkan, kami tengah berada di dalam mobil.Sore sudah menjelang, langit berwarna jingga dan hanya ada kami berdua di parkiran daycare adikku.“Ya, ada yang kita panggil ayah namun bukan orang yang memberi kita kehidupan. Tapi dia adalah sosok yang menjelma sebagai ayah yang kita tahu sebagai anak. Ada juga seorang ayah yang memberikan kita kehidupan dan mungkin karena satu hal dia tidak menjadi sosok yang kita tahu.”Kalimat ibu begitu rumit, aku yang masih kecil tidak mengerti.Pembahasan itu berakhir begitu saja ketika adikku datang dan masuk ke dalam mobil dengan senyum lebar di wajahnya.Pembahasan ibu mengenai
Catur menatap pria di depannya, pria yang selama beberapa bulan terakhir menghantuinya. Pria itu menuntut banyak hal dari Catur termasuk memaksanya untuk ‘membawa’ kembali Nina.“Gue sudah bilang gue gak akan diem aja, lo ngerti maksud gue gak?” Gata melotot, wajahnya terlihat begitu merah karena emosi sudah mencapai puncaknya. Dia berjalan kesana kemari di depan Catur yang masih duduk dengan rokok di sela jarinya.Pria itu sudah berkali-kali datang menemui Catur, ketika dia datang ke warehouse dan Catur mencoba untuk menggertak serta mengancamnya pria itu malah semakin menjadi-jadi ketimbang takut akan hal itu.“Bisa berhenti obsesi sama Tikta gak sih lo?” Catur menghisap rokoknya disela perkataannya, berusaha untuk tetap tenang juga menghadapi pria di depannya yang semakin lama dia yakini sebagai seorang dengan gangguan jiwa.Gata menghentikan langkahnya, dengan penuh kedramatisan dia menoleh pada Catur. Pria itu suda
“Kamu yakin mau menunda?”Pria itu bertanya dengan wajah yang terlihat khawatir. Ferdi, dia suami Kumara.Keduanya bertemu di butik EKAWIRA. Ferdi adalah salah satu klien terbaik butik itu, dia seorang pengusaha yang cukup tersohor. Namun keduanya memutuskan untuk menyembunyikan hubungan mereka.Selain karena peraturan butik untuk tidak menjalin hubungan dengan klien, juga karena Ferdi sudah dikenal oleh publik karena usahanya.“Iya, aku masih punya tanggung jawab di butik..” Jawab Kumara, dia menunduk. Pernikahan mereka baru berjalan beberapa bulan ketika Nina memutuskan untuk pergi meninggalkan Indonesia dan melahirkan di Jepang.Tepatnya pagi ini, Kumara mendapat panggilan dari Julie untuk rapat.Wanita itu menjelaskan mengapa rapat itu diadakan, Nina juga hadir secara online.“Semalam gue sudah ngobrol sama Julie dan gue rasa sekarang gue harus bilang juga ke lo.” Katanya pada Kumara yang membeku, dia menoleh pada Julie.“Jadi, apartemen itu sebagai hadiah pernikahan gue.” Nina me
“Ma, boleh gak?” Ini sudah kesekian kalinya Kiran merengek pada Julie. Mata itu memancarkan belas kasihan yang ingin sekali Julie hindari.CHARAKA KIRAN YOGASWARA.Sudah delapan tahun berceraian itu berakhir, meninggalkan luka menganga yang begitu besar di dada Julie. Bahkan belum mengering meskipun orang bilang waktu akan menyembuhkan segalanya.Lukanya belum juga sembuh.Usia Kiran memasuki usia remaja sekarang, lima belas tahun. Dia tumbuh seperti ayahnya, bagaimana dia bersikap, menanggapi persoalan, namun tentu saja dia jauh lebih manis dari ayahnya.“Ya gak mungkin dong nak mama ngizinin kamu magang di butik EKAWIRA? Lagian kamu masih anak SMP ngapain nyoba kerja?”Kiran cemberut sekarang, mengaduk mie instan yang lagi-lagi hasil rengekannya karena sudah dua bulan tidak memakannya.“Kiran mau belajar kerja ma, nanti setelah lulus sekolah biar gak kaget!”Julie menggeleng, mengibas-ngibaskan tangannya tanda bahwa dia tidak menyutujui hal itu.“Pergi sekolah sejauh mungkin, nanti
Julie tidak pernah absen mendatangi Catur, dia tidak pernah sekalipun mengurangi jatah kesempatan untuk menjenguk pria itu. Semenjak pria itu menyerahkan diri hingga sampai akhirnya dia keluar penjara, Julie selalu ada untuknya.Tentu saja, sama dengan Nina kebenciannya pada Catur begitu besar. Kecewa dan benci jadi satu sehingga dia bahkan tidak tahu mengapa masih dengan sadar mengunjungi pria itu, menengok dan mengecek keadaannya.Julie sadar, mereka sudah terlalu lama bersama.Nina melakukannya juga, meskipun wanita itu membenci Catur namun perasaan peduli tidak bisa dihilangkan begitu saja.“Tidak ada sanak saudara sama sekali?” Tanya salah seorang polisi ketika pengadilan berakhir, penahanan Catur telah diputuskan. Dia akan dipenjara selama kurang lebih dua puluh tahun.Waktu yang cukup panjang untuk menebus semua kesalahannya.“Tidak ada pak, selama disini saya sebagai walinya.” Julie berhadapan dengan salah satu petugas yang membawa semua barang-barang pribadi Catur.Petugas it