"Kalau kamu nggak mau lihat mereka, aku bisa aja buat mereka pergi." Simon menyatakan hal ini dengan enteng. Baginya, dengan sedikit usaha saja ia bisa selesaikan persoalan itu.Sharon tercengang. 'Membuat mereka pergi?' Tidak dapat dipungkiri ia benar-benar tidak ingin tinggal bersama mereka dan harus melihat mereka setiap hari. Akan lebih baik jika ia bisa buat mereka pergi.Tapi…Ia mengatupkan bibirnya dan berkata, "Kayaknya ga usah diusir. Saya gak mau Direktur Zachary pikir aku ini wanita jahat lagi."Sally berhasil tinggal di rumah itu setelah mendapat lampu hijau dari Douglas yang bahkan malah memerintahkannya untuk istirahat yang cukup di rumah keluarga Zachary. Menurut Douglas, Sally masih ada kemungkinan bisa hamil lagi begitu ia pulih.Jika Simon memaksa mereka keluar dari rumah, pasti ujungnya Sharon yang akan disalahkan.Simon melihat ke samping wajahnya cantik dan tersenyum samar itu. "Mengapa kok kamu peduli banget sama pendapat ayah? Ceritanya mau jadi menantu peremp
Saat Sharon mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan selanjutnya, pintu kamar tiba-tiba didorong terbuka dan terdengar suara riang kekanak-kanakan dari seorang anak kecil, "Bu... aku menang melawan kakek lagi!"Sebastian berlari ke kamar, senang dan ketika ia melihat orang tuanya saling berpelukan di sofa, ia tiba-tiba berhenti. Matanya melebar saat ia melihat mereka dan, sesaat kemudian, ia menjerit dan menutupi matanya.Sharon tidak menyangka putranya tiba-tiba menerobos masuk ke dalam ruangan dan melihat mereka dalam keadaan seperti itu. Meskipun itu bukan pose yang terlalu intim, itu tetap membuatnya malu.Ia dengan cepat mendorong Simon menjauh dan turun dari pelukannya lalu pergi ke putranya dan berkata dengan nada khawatir, "Kenapa kok tutup mata?""Mataku sakit." Anak kecil itu masih menutupi matanya dengan tangannya.Sharon menjadi cemas. "Sakit? Tadi nggak kenapa kenapa? Kok tiba-tiba sakit? Coba ibu lihat."Ia melepaskan tangan anak kecil itu dan memeriksa matanya dengan s
Sharon mengerutkan keningnya sambil menatap ruang gawat darurat di samping mereka, pintunya tertutup. Saat itu, Sebastian sedang menerima perawatan dari dokter di dalam sehingga mereka hanya bisa menunggu di luar.Sharon khawatir dan pada saat yang sama, menahan amarahnya. 'Sally, kamu pasti sengaja lakukan ini kan?'Sebuah langkah kaki terdengar datang ke arah mereka. Sharon berbalik dan melihat ternyata tidak lain adalah Sally. Wajah Sharon menjadi gelap. 'Beraninya dia muncul?'Sally memasang wajah khawatir di depan semua orang dan tanya ke petugas rumah sakit, "Bu, apa cedera Sebastian sangat parah?"Petugas rumah sakit pun menjelaskan, "Masih dalam perawatan oleh dokter ya bu. Untuk sekarang kami belum bisa pastikan apa pun."Sally melirik Sharon terlihat murka. Senyum dingin Sally dapat terlihat oleh Sharon, Sally berpura-pura terdengar bersalah ketika ia berbicara, "Ini salahku, bibi. Aku tidak menjaga anak itu ketika itu terjadi. Dia nakal dan tumpahin air di atas meja."Ia ber
"Apa kamu kemarin benar benar sedih? Bukannya anak itu Cuma salah satu bidak caturmu? Kamu cukup kejam untuk membunuhnya, jadi apa hak kamu untuk bicara dengan aku soal kesedihan? Itu bukan anak Howard, makanya kamu bisa begitu nggak berperasaan kepada anak itu, kan?" Sharon sudah tidak bisa menahan amarahnya yang sudah tidak terkendali dan balas menyerang Sally.Senyum di wajah Sally menghilang. Ia menyeringai jahat dan berkata, "Terus kenapa? toh nggak ada yang bisa buktiin anak itu bukan anak Howard, jadi jangan berpikir pakai masalah ini untuk buat nakut-nakutin aku! Apalagi minta bantuan ke Simon... jangan berharap!"Ketika Sharon mendengar itu, sebuah pikiran muncul di benaknya dengan tiba-tiba dan ia tiba-tiba juga mengerti sesuatu. Matanya yang tajam terkunci pada Sally saat ia berkata dengan ragu-ragu, "Kamu ... ikut campur dengan laporan tes DNA kemarin?"Ia terperangah ketika Simon membiarkannya melihat tes DNA. Ia tidak bisa memahami alasan di baliknya. 'Jelas anak itu buka
Howard terdiam selama beberapa detik sebelum berkata, "Oke."Sharon memasuki kamar dengan cemas dan melihat putranya terbaring di ranjang rumah sakit. Tangannya yang terbakar telah diperban dan ia belum tahu seberapa parah lukanya.“Dokter, dia…” Begitu Sharon membuka mulutnya, dokter langsung berkata, “Cederanya serius. Untung cepat ke sini. Kalau terlambat mungkin tangannya harus diamputasi. ”Mendengar itu, Sharon hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya dan sedikit goyah. Simon mengulurkan tangannya untuk menahannya.Hanya seorang ibu yang bisa mengerti betapa sakitnya hatinya saat ini!Mau tak mau ia melotot ke Sally dan matanya mendidih karena marah.Dokter melanjutkan, “Sekarang lukanya sudah dirawat ya dan dia harus tinggal di rumah sakit untuk observasi. Selama kami pantau dengan hati-hati, cederanya akan sembuh dengan baik.” "Terima kasih dokter." Sharon mencengkeram lengan Simon dengan erat. Ia merasa sangat lemah sekarang.Setelah itu, dokter menjelaskan beberapa hal yang h
Melihat wajah putranya penuh dengan air mata, Sharon menahan keinginan untuk menghapusnya untuknya. Douglas sangat mencintai cucunya ini; mungkin ia satu-satunya orang yang bisa menghukum Sally saat ini.Benar saja, ketika Douglas mendengar kata-kata Sebastian, ia mengerutkan kening dalam-dalam, matanya yang tua tapi agung beralih ke Sally dan suaranya sedalam lonceng kuno saat ia menggeram, "Apa kamu yang sakitin Sebastian?"Douglas merasa tidak enak badan hari ini jadi ia beristirahat di kamar tanpa bermain dengan Sebastian. Jika pengurus rumah tidak memberi tahunya cucunya menderita luka bakar, ia tidak akan mengetahui hal ini.Sally merasa sangat bingung ditatap seperti itu oleh Douglas. Pada titik ini, apalagi yang bisa ia lakukan?Ia menggertakkan giginya, bertemu dengan tatapan menyelidik Douglas dan memasang tampang sangat sedih. “Nggak. Kek. Aku baru aja kehilangan anak. Aku nggak bisa merasakan apa-apa selain rasa kasih sayang untuk setiap anak yang saya lihat sekarang. Gima
"Jangan khawatir. Kalau ada kakek, kamu pasti akan dapat keadilan.” Douglas menepuk pundak Sebastian.Simon memutar nomor telepon pengawas CCTV di rumahnya.Sally tidak bisa menahan diri untuk tidak gemetar. Darahnya seakan berhenti mengalir dari wajahnya, membuat kulitnya pucat pasi. Ia merasa takut dan bingung. Ia telah memastikan untuk memeriksa pada waktu itu bahwa tidak ada pengawasan di ruang tamu. Ia menyakiti Sebastian dengan sangat berani, tanpa menyangka…Howard bisa merasakan ketakutan dan keraguannya mulai muncul di hatinya. Mungkinkah istrinya benar-benar melakukannya?Beberapa pemikiran melintas di benaknya sebelum ia membuat keputusan. Terlepas dari apa ia benar-benar melakukannya atau tidak, ia harus melindunginya. Kalau sampai ada masalah serius, ia akan terseret juga.“Sally, kenapa kamu pucat? Apa kamu sakit lagi? Kamu mau pulang untuk istirahat dulu?” Howard ingin membawanya pergi.Douglas segera menyalak, “Berhenti! Tidak ada yang pergi sampai semuanya jelas! ”"Kak
"Cukup! Bahkan sekarang kamu masih mau menyangkal. Kayaknya saya terlalu baik ke kamu waktu izinkan kamu tinggal di rumah, tapi kamu malah sakiti cucu saya. Ia hanya seorang anak kecil. Kok bisa kamu lakukan ini ke Sebastian? Kamu benar-benar wanita paling kejam!” Douglas sangat mencintai Sebastian. Melihatnya dibakar, amarahnya tak terkendali.“Saya pikir Sharon sepenuhnya nggak salah atas jatuhnya Kamu dari tangga. Kamu yang bermasalah. Kemasi tasmu segera dan keluar dari rumah!” Douglas mengeluarkan perintah pengusiran tanpa ragu-ragu.Pikiran Sally menjadi kosong sesaat, pupil matanya tiba-tiba berkontraksi dan ia dengan cepat sadar, “Nggak, kakek, aku salah. Aku akui kesalahanku. Aku seharusnya nggak menyakiti Sebastian sesukaku,” teriaknya dengan getir dan memohon.Dengan wajah dingin, Douglas berkata kepada pelayan rumah tangga yang baru saja membawa dokter, “Beri tahu pelayan di rumah untuk kemasi barang-barangnya dan buang ke depan pintu!”"Kakek!" Howard akhirnya tidak tahan
“Sekarang aku udah selesaikan semua permintaan terakhir dia." Yvonne melirik Quincy untuk terakhir kalinya, yang diliputi keterkejutan. Dia kemudian meninggalkan ruangan.Quincy tidak mengatakan apa pun untuk membuatnya tetap tinggal. Dia terus menatap kotak abu itu. Dia menatap kotak abu dalam diam untuk waktu yang sangat lama. Terry bertanya padanya, "Nona, apa kamu percaya kalau ini abu Dayton Night?" Dia berbalik untuk melihat Terry. Sejujurnya, dia tidak terlalu percaya. "Kenapa kamu nggak lihat dulu aset yang dia transfer ke kamu dan lihat apa itu asli?" Terry menyarankan. "Bantu aku cek ini." Dia menyerahkan tumpukan tebal dokumen kepadanya sehingga dia bisa memverifikasinya. "Aku akan cek sekarang." Terry segera meninggalkan kantor. Quincy menatap kotak abu dan bergumam pelan, "Dayton Night, kamu mau ngapain lagi sekarang?" Dia terkejut ketika Terry memberitahunya bahwa Dayton benar-benar telah mentransfer semua aset dan keuangannya kepadanya setelah memverifikas
Quincy masih tenggelam dalam pikirannya ketika sekretarisnya meneleponnya melalui saluran telepon internal. Sekretarisnya memberi tahu dia bahwa seorang wanita bernama Yvonne Leif ada di sini untuk menemuinya.Dia mengerutkan kening. Yvonne Leif?Setelah memikirkannya sebentar, dia akhirnya ingat. Apakah Yvonne Leif bukan wanita yang waktu itu dengan Dayton? Kenapa dia mencarinya sekarang? Jika dia tidak mati, maka Dayton Night... Jantung Quincy tergopoh-gopoh. Dia meminta sekretarisnya untuk membawanya masuk sekaligus. Setelah beberapa saat, sekretarisnya membawa Yvonne ke kantor. Sejak Yvonne muncul di kantornya, Quincy terus menatapnya. Dia masih punya bayangan. Dia bukan hantu atau roh…Yvonne baik-baik saja dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia tidak terlihat terluka sama sekali.Apakah dia berhasil menghindari pengeboman di pulau itu?Yvonne mengenakan kacamata hitam dan memegang sebuah kotak. Dia membawa tas tangannya di pergelangan tangannya. Setelah beberapa
Ekspresi Dayton terlihat gelap saat dia menatap pulau itu dengan tatapan suram. Dia mengerucutkan bibirnya. Dia tidak punya niat untuk mengatakan apa-apa.Dia tidak ingin meninggalkan pulau itu. Yvonne dan anak buahnya adalah orang-orang yang dengan paksa membawanya pergi."Aku lebih suka tinggal di pulau itu." katanya setelah beberapa saat.Yvonne menatapnya dengan kaget. Setelah beberapa detik, dia tertawa terbahak-bahak. “Kamu memang tahu dia akan bom kamu sampai mati, kan? Itu akan lebih baik dari pada mati setelah melalui semua siksaan penyakit kamu, kan?”Setelah hening sejenak, dia berkata, "Aku berhutang budi sama dia."Bagaimanapun, dia tidak akan bisa hidup lama. Dia hanya harus memenuhi keinginan Quincy dan membiarkannya mengakhiri hidupnya secara pribadi.Dia tidak akan menyesal jika dia mati di tangannya.Yvonne tidak bisa menahan diri untuk tidak menampar wajahnya. Dia kemudian memarahi dirinya sendiri dengan keras, “Kenapa aku terlalu ikut campur?! Kenapa aku bers
Quincy mengarahkan pandangan dinginnya ke arah itu. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Ayo pergi."Terry tidak tahu apa yang dia lihat barusan. Dia hanya memperhatikan ekspresi tidak menyenangkan di wajah Quincy..Dia mengikutinya dan bertanya, “Nona, di mana bajingan itu, Dayton Night? Apa Nona mau saya tangkap dia dengan tangan saya sendiri?” Dia tidak berpikir bahwa dia akan membiarkan Dayton pergi.Quincy tidak berhenti berjalan. "Nggak usah. Aku tahu gimana hadapin dia.”Ada sedikit kebrutalan dalam suaranya yang dingin. Terry sedikit terkejut. Dia sepertinya mengerti sesuatu. Dia berhenti berbicara dengannya setelah itu. Helikopter sudah menunggu mereka di luar. Quincy dan Terry naik ke helikopter.Di bawah mereka, pulau itu dalam kekacauan besar. Tidak ada yang bisa menghentikannya pergi sekarang."Nona, bisa kita pulang sekarang?" tanya Terry.Quincy melirik situasi di bawah dan menatapnya. Ada ekspresi yang sangat tenang di wajahnya. "Kamu bawa banyak bahan peleda
“Dokter Leif, datang dan lihat Tuan Muda. Dia muntah darah lagi,” salah satu anak buah Dayton memberitahunya begitu mereka melihatnya.Yvonne berjalan di depan Dayton. Dia melihat darah yang dimuntahkannya ke lantai. Dia tidak lagi terganggu akan hal itu. “Kalian harus belajar membiasakan diri dengan hal seperti ini. Lagi pula, itu akan sering terjadi nanti.”Anak buah Dayton tercengang. Apa artinya itu? Tuan Muda akan sering muntah darah nanti? Dayton bersandar di sofa di belakangnya dan memejamkan mata. Dia tidak punya tenaga untuk bicara lagi. Yvonne tidak ingin menghukumnya setelah melihat kondisinya saat ini. Dia jelas tahu bahwa dia telah menyerah pada dirinya sendiri sejak lama. Dia hanya menunggu kematiannya sendiri. Karena itu, dia tidak buru-buru untuk melakukan pengobatan akupuntur pada dirinya. Grhhhh…Grrrhhrh…Grrrrhhhh…. Gemuruh suara keras terdengar dari luar. Dayton segera membuka matanya. Kedengarannya seperti sebuah pesawat terbang?Dia segera memberi ta
Quincy sangat marah hingga wajahnya memerah. Jika dia tidak ditahan oleh pengawalnya, dia pasti akan mencekiknya sampai mati sekarang!Yvonne, yang mengawasi mereka di samping, tidak bisa memaksa dirinya untuk terus menonton mereka lagi. Dia merasa sangat canggung sebagai orang luar. Karena itu, dia bangkit dan berkata, "Kalian harus makan pelan-pelan." Dia meninggalkan ruangan setelah berbicara.Dia benar-benar tidak bisa memahami seseorang seperti Dayton Night. Mengapa dia begitu gigih mendapatkan Quincy Lane?Sebenarnya, dia memang pria yang gigih. Namun, dia pasti malah sebuah mimpi buruk bagi Quincy.Dia bisa tahu betapa Quincy membencinya. Kalau tidak, dia tidak akan menyandera Lennon. Dia ingin meninggalkan pulau ini.Mungkin cinta bukan hanya tentang memberi. Beberapa jenis cinta didefinisikan oleh belenggu dan pemenjaraan juga. Dayton tidak hanya menjebak Quincy, tetapi dia juga melakukannya pada dirinya sendiri. Namun, mungkin ini adalah keinginan terakhirnya dalam h
Yvonne menatapnya. Dia tiba-tiba kehilangan kata-kata.Quincy didorong kembali ke kamarnya. Pintu kamarnya kemudian ditutup rapat. Dia mendengar suara kunci terkunci di luar. Sialan, Dayton Night. Dia menyuruh anak buahnya untuk menguncinya. Dia benar-benar kehilangan kebebasannya. Quincy tidak punya ide lagi. Dia hanya bisa berpuasa. Dia lebih baik mati daripada dipenjara olehnya.Dia mulai berpuasa.Anak buah Dayton segera melaporkan situasi ini kepadanya. Dia ingin pergi untuk melihatnya, tetapi dia benar-benar tidak punya energi sekarang.“Bawa dia.” Dia tidak punya pilihan selain meminta mereka membawa Quincy ke kamarnya. Sebelum Quincy tiba, dia meminta Yvonne untuk membantunya ke sofa agar dia bisa duduk. Dia tidak bisa membiarkan Quincy melihatnya terbaring di tempat tidur dengan begitu sakit. Yvonne mau tidak mau bertanya, “Kenapa kamu harus melakukan ini? kamu berusaha keras untuk pura-pura baik-baik aja di depan dia. Nggak bisa apa kamu kasih tahu dia soal penyak
Quincy mau tidak mau merasa terkejut setelah melihat penampilan Dayton. Dia menatapnya dengan tatapan yang membuatnya tampak seperti akan memakannya hidup-hidup!"Kamu di pulau?" dia bertanya padanya. Mengapa anak buahnya menipunya? "Apa kamu coba sandera anak buah aku untuk kaburi karena kamu ngira aku nggak ada di sini?" Dayton dipenuhi amarah. "Dayton Night, apa yang kasih kamu hak untuk menjebak aku di sini?" Seharusnya dia yang marah padanya.Saat itu, Yvonne mengejarnya.“Kamu harus kembali.” Dia mengingatkan Dayton setelah berjalan ke sisinya. Namun, pikiran Dayton hanya dipenuhi dengan pikiran tentang Quincy. Seolah-olah dia tidak mendengar apa yang dikatakan Yvonne.Kilatan mengejek muncul di tatapan Quincy ketika dia melihat Yvonne juga ada di pulau itu. Tidak heran anak buahnya tidak mau memberitahunya bahwa dia sudah berada di pulau itu. Dia telah membawa wanita lain. Mustahil baginya untuk tidak mengenali wanita ini. Dia adalah wanita yang dia permainkan di rum
Saat itu, Lennon mendeteksi nada mengejek dalam suaranya. Dia sama sekali tidak peduli apakah mereka lelah atau tidak.Dia menundukkan kepalanya dan mengupas apel dengan saksama. Dia tidak berniat untuk terus berbicara dengannya lagi. “Biarin aku kupas sendiri. Tangan kamu nggak bersih.” Quincy secara alami meraih pisau itu. Lennon tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya merasa sedikit ketakutan. Dia menyerahkan pisau dan apelnya sekaligus. Namun demikian, Quincy hanya mengambil pisau buah itu. Dia tidak mengambil apel darinya. Sementara dia bertanya-tanya apakah dia pikir tangannya kotor, dia memegang pisau buah dan mendekatinya. Dia segera meletakkan pisau di lehernya. “Nyonya Muda, kamu…” Lennon akhirnya menyadari apa yang sedang terjadi. Ini adalah tujuan sebenarnya. Quincy menatapnya dengan dingin dan berteriak dengan dingin, “Jalan!"Lennon tidak punya pilihan selain mematuhinya dan berjalan keluar.Orang-orang yang berdiri di dekat pintu terkejut ketika mereka meli