Pagi-pagi sekali Lizi sudah turun ke lapangan tempat para anggota El Abro berlatih. Pagi ini Kizi sendiri yang turun tangan dalam latihan para anak buahnya. "Semuanya kalian harus berlatih dengan keras, karena dalam waktu dekat kita akan melakukan serangan besar!" Seru Lizi dihadapan lima puluh orang anggota El Abro. Lima puluh orang ini adalah anggota yang tinggal satu kawasan dengan kediaman keluarga Choi. Sedangkan sebagian besar anggota yang lain, yang jumlahnya mencapai ratusan itu berada di markas besar. Tidak jauh dari kediaman keluarga Choi yang ada di pinggir kota Gangnam. "Baik Nona!" Jawab para anggota dengan sangat lantang. Pagi ini mereka semua berlatih gulat, dan juga keterampilan bela diri yang lain. Lizi mengawasi mereka semua dengan seksama, perempuan dua puluh satu tahun itu memperhatikan bagaimana anak buahnya berlatih. "Nona Lizi!"Satu panggilan membuat Lizi menolehkan kepalanya ke sumber suara. Seorang pria muda dengan kemeja hitam dan celana panjang senada
Kim Dohan pun menarik lengan Lizi, dia khawatir kalau terjadi sesuatu pada perempuan muda itu. Karena keselamatan dan keamanan Lizi adalah tanggungjawab yang diberikan Ashraf padanya. "Jangan Nona, biarkan aku atau anggota lain yang memeriksanya." Kim Dohan berusaha menghentikan langkah Lizi. "Tidak! biarkan aku juga ikut masuk. Aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi," tolak Lizi dengan tegas. Kemudian dengan gerakan cepat dia melepaskan tangan Kim Dohan yang bertengger di lengannya. Dengan langkah yang cepat dia memasuki sel tahanan itu. Tanpa menunggu lama Kim Dohan juga ikut masuk untuk memastikan keamanan Lizi. Di dalam sel tahanan dengan penerangan yang sangat minim itu. Lizi dan Dohan harus memperhatikan dengan seksama apa yang ada dan terjadi di dalamnya. Karena memang di kondisi seperti itu, membuat siapa saja tidak bisa melihat dengan jelas semua objek yang ada di dalam sel tahanan. "Kenapa ada dua orang di dalam sana?" tanya Lizi pada dirinya sendiri. Perempuan mud
Ashraf masih duduk menunggu beberapa tenaga medis menyelesaikan perkejaan mereka. Dari kejauhan dia bisa melihat para tenaga medis itu sibuk mengurus Wang Yihan yang tampak lemah. Ashraf juga tidak menunggu sendirian, dia masih bersama dengan sang adik. Lizi duduk disampingnya, tetapi perempuan dua puluh satu tahun itu malah berkutat dengan iPad ditangannya. Tidak berselang lama seorang dokter yang menangani Wang Yihan mendekati Ashraf. sebelumnya dokter tersebut membungkukkan badannya dan menunduk memberi salam pada Ashraf dan Lizi dengan sopan. "Tuan muda, ada yang ingin saya sampaikan mengenai kesehatan tahanan atas nama Wang Yihan." dokter tersebut berkata sopan. Ashraf pun mengangguk, "Ya silahkan." Dokter tersebut juga dipersilahkan untuk duduk di single sofa yang memang ada di depan Ashraf duduk. Dokter itu menurut dan duduk dengan tenang sebelum memulai menjelaskan. "Jadi, bagaimana keadaan tahanan itu?" Tanya Lizi yang kini ikut dalam pembicaraan. "Tidak ada luka yang
Wang Yihan tentu gemetaran mendengarnya, awalnya dia sangat semangat. Mendadak menggigil karena ketakutan. Pria didepannya ini bukan lah orang sembarangan. Ashraf yang ada di depannya ini juga bukan Ashraf si tukang pukul Blair Fulton. Dia adalah putra sulung keluarga Choi si pemimpin El Abro!"Bagaimana, apa kau setuju?" Tanya Ashraf lagi. "Ta-tapi kau bilang akan mengampuni nyawa ku, kenapa sekarang--""Diam! Aku memang benar-benar akan mengampuni nyawamu, tapi sebagai gantinya berikan bola mata atau jantung mu padaku." Ashraf kembali mengulangi kalimatnya. Wang Yihan bergeming, dia benar-benar bimbang dan tidak tahu harus apa sekarang. "Berikanlah seluruh kesetiaan dan hidupmu hanya pada El Abro. Itulah yang kakak ku inginkan darimu bodoh!" Sinis Lizi yang sudah jengah dalam situasi dan negosiasi yang alot itu. Wang Yihan menoleh pada Lizi, kemudian beralih pada Ashraf. Kemudian dia beringsut untuk memohon pada Ashraf. "Aku akan melakukan apa pun yang aku bisa untuk El Abro.
"Kau tidak perlu menyesali apapun kak. Kau tidak pernah salah atau gagal, di hidupku kau yang terbaik!" Lizi mengurai pelukannya. Ashraf mengangguk samar, kemudian mengusap air mata yang jatuh di wajah sang adik dengan ibu jarinya. "Kita lalui semuanya bersama-sama, aku yakin ayah dan ibu bangga melihatmu menjadi perempuan tangguh seperti sekarang Liz," ucap Ashraf. "Tentu saja, karena itu aku akan memberikan yang terbaik. Aku berjanji akan melindungi El Abro sebagai peninggalan mereka dengan baik dan akan membalaskan dendam atas kematian ayah dan ibu," ucap Lizi penuh keyakinan. "Kau pasti bisa melakukanya Liz," jawab Ashraf. Mendadak, dia merasa ragu untuk melakukan balas dendam.Setelah berbincang dengan Lizi dan mengetahui bagaimana adiknya bisa terjun langsung ke dunia mafia. Lizi sendiri berpamitan untuk mengurus beberapa bar yang sempat diserang dan membereskan beberapa kekacauan yang masi tersisa. Sementara Ashraf teringat pada Yoriko, seharian ini perempuan itu belum jug
Siang itu Ashraf mengajak Yoriko makan siang di salah satu restoran terkenal di Gangnam. Keduanya memang terbiasa pergi keluar tanpa ada pengawalan yang berarti. Ashraf senang hidup seperti orang-orang biasa pada umumnya. Pria tiga puluh tahun itu tidak terlalu suka mencolok apalagi di tempat umum. Saat ini dia tengah duduk menikmati makan siangnya dengan menghadap ke jendela besar yang menampilkan jalan di depan restoran tersebut. "Ku rasa kau harus segera pindah dari rumahmu Yoriko, aku yakin kalau Tuan Lan sudah menyiapkan serangkaian rencana untuk menghabisi nyawamu." Ashraf berkata dengan tenang sembari sibuk menikmati makanannya. Yoriko yang mendengar itu sontak menghentikan kegiatannya. Dia menaruh sumpit di atas piring kecil dan menatap Ashraf datar. "Aku tahu, tapi di mana aku temukan tempat yang aman? kau tahu bukan kalau pada anggota mafia tidak bisa hidup dengan bebas dan memilih tempat tinggal sembarangan?" Yoriko menjawabnya dengan nada yang lirih. Saat ini mereka m
Di Kungmin sendiri semuanya masih berjalan seperti biasa, pekerjaan dan juga bisnis dari Blair Fulton masih berjalan tanpa ada gangguan apapun. Hanya saja, secara internal Tuan Lan selaku pemimpin Blair Fulton merasa terguncang atas apa yang terjadi. "Orang yang ku anggap tidak berguna itu adalah anak dari Choi Mujin," gumamnya yang mendadak panik. Dia khawatir berlebihan dengan apa yang mungkin sedang Ashraf rencanakan. Dini hari tadi setelah menelfon Yoriko, pria itu mengirimkan salah satu anak buahnya yang memang berada di Gangnam untuk mencari keberadaan Ashraf ataupun Yoriko. Kediaman keluarga Choi memang sulit untuk dilacak, tapi sebagai gantinya dia mendapatkan informasi mengenai keberadaan Yoriko yang rupanya berada di satu kota yang sama dengan Ashraf. Tidak perlu menunggu lama, Tuan Lan segera mengirimkan hadiah pada Yoriko berupa bom waktu dan juga kamera tersembunyi. Itu semua dia kirimkan sebagai pancingan saja, dan dia benar-benar mendapatkan apa yang dia cari. Ashr
Setelah merasa kalau Yoriko tenang dan masalah yang ada telah ditangani oleh Kim Dohan. Ashraf mengajak Yoriko untuk pindah ke rumah yang telah pria itu siapkan. Sepanjang perjalanan Yoriko hanya diam, entah apa yang ada di dalam pikiran perempuan itu. Ashraf juga tidak berniat untuk mencari tahu, karena dia yakin Yoriko akan memberitahunya jika itu diperlukan. Setelah berkendara kurang lebih dua puluh menit dengan kecepatan sedang, keduanya sampai di salah satu rumah di kawasan Gangnam yang memang letaknya tidak terlalu jauh dari kediaman keluarga Choi. "Yoriko, kau tenanglah. Di sini kau pasti aman," ucap Ashraf saat keduanya telah berada di halaman rumah. Yoriko mengangguk pelan tanda dia mengerti. Tidak lama kemudian ada seorang pria berusia sekitar lima puluhan datang mendekati mereka berdua dengan senyuman yang ramah tapi tetap sopan. Pria itu menundukkan kepalanya begitu melihat Ashraf dan jaraknya sekitar dua meter dari tempat Ashraf berdiri. "Salam Tuan Muda," ucap pria
Ashraf panik, dia berlari menuju tubuh Yoriko yang langsung tidak sadarkan diri. Perempuan itu berkorban demi dirinya, Yoriko sangat takut mati. Tapi dia bersedia tertembak demi orang yang dia cintai, yaitu Ashraf. Ashraf memeluk tubuh Yoriko yang mulai lemas. Di rengkuhnya tubuh perempuan berdarah Jepang-Korea Selatan itu. "Yoriko bangun!" Ucapnya berusaha membuat perempuan itu tersadar. Namun tidak ada respon yang diterima dari rekan sekaligus teman baiknya itu. Ashraf menundukkan kepalanya dalam-dalam, dia menyesal. "Sudah aku katakan sebelumnya Yoriko, jangan pernah pertaruhkan nyawa demi cinta. Tapi kau selalu keras kepala."Marco yang juga melihat itu merasa geram, kini hanya ada lima anggota Blair Fulton yang menjaga di sekitar Jeep tempat Tuan Lan dan Xiao juang bersembunyi."Keluar kalian dasar pengecut!" Teriak Marco tidak terima. Dia mengambil alih senapan yang masih dipegang oleh jasad beberapa anggota Blair Fulton yang telah tewas. Marco mulai menembaki para anggota
Tuan Lan dan Xiao Jiang segera bertolak menuju Gangnam begitu proses pemakaman Chen Goufeng dan keluarganya selesai. Kini status Xiao Jiang sendiri cukup terkenal sebagai tunangan mendiang putra perdana menteri. Oleh karena itu Xiao Jiang perlu berhati-hati dalam bertindak di negara asalnya. Akan tetapi tidak ketika dia dan sang ayah berada di Gangnam. Mereka langsung mengepung markas besar El Abro begitu mendapatkan kabar bahwa orang kepercayaan Blair Fulton, Kwon Yuri tewas ditangan Ashraf. Dor!Dor!Dor!Tembakan-tembakan dilepaskan secara tepat sasaran ke arah orang-orang Blair Fulton yang bersembunyi di pepohonan. Setidaknya, Tuan Lan membawa seratus orang anggota Blair Fulton mengepung markas besar El Abro. Hanya lima belas orang saja yang dapat dilihat oleh pihak lawan. Sedangkan sisanya bersembunyi dengan baik, berkamuflase dengan lingkungan tempat sekitar markas besar El Abro. Letak markas yang dikelilingi oleh lahan berisi pepohonan sebagai kamuflase pun memberi jalan ke
Yoriko ditangani dengan baik dan sadar setelah tidak sadarkan diri kurang lebih tiga jam lamanya. Perempuan itu di bius oleh Kwon Yuri begitu dia kalah di dalam penyerangan di hotel milik Senor Hugo. Sebenarnya jika bukan karena jumlah lawan yang tidak sepadan, dan pihaknya tidak dicurigai. Pasti Yoriko tidak akan mudah dibawa oleh orang-orang suruhan Kwon Yuri itu. "Bagaimana keadaan mu Yoriko, apa ada yang masih sakit?" Tanya Ashraf begitu perempuan itu membuka mata. Yoriko tidak segera menjawab, dia malah mengernyitkan dahinya. Merasa heran kenapa Ashraf ada saat dia membuka mata, padahal di ingatan terakhirnya tidak ada pria itu di hotel Senor Hugo. "Ashraf, kau ada di sini?" Tanyanya heran. "Iya aku di sini kenapa? Apa ada yang salah?" Ashraf malah balik bertanya. Sementara di belakangnya ada Ashley dan juga Marco yang tersenyum lebar melihat rekan mereka sadar. "Tidak, maksud ku. Bagaimana kau bisa datang, padahal kau tidak ada di hotel Senor Hugo saat aku di bawa oleh ora
Di tengah-tengah serangan, Ashraf bisa melihat dari kejauhan kalau dia tidak lagi sendirian. Selain Ashley yang memang membantu dirinya, dia bisa melihat ada beberapa anggota yang lain datang membantu. Ashraf tersenyum kecil, dia merasa Tuhan benar-benar ada dengan memberikannya bantuan di tengah keputusasaan dirinya. "Hah! Setidaknya Tuhan mendengar keluhan ku kali ini," gumam Ashraf sembari menatap para musuhnya satu persatu. Kini dia semakin semangat mengalahkan mereka, dia memukul dengan sangat brutal. "Ashraf, biar aku yang mengurus semuanya!" Ashley berkata tegas dari kejauhan. Di tengah kerusuhan dan juga serangan-serangan itu, Ashraf mengangguk paham. Di dekatnya, sudah ada Marco yang merangsek di tengah kerumunan dan juga anak buah Kwon Yuri yang membabi buta. "Mari selamatkan Yoriko Tuan Muda," ajak Marco ketika keadaan didekat mereka mulai terkendali. Ashraf mengangguk, "Ayo!"Keduanya kemudian menarik tali tambang yang mengikat Yoriko. Keduanya menarik tubuh Yoriko
Jiang malah tersenyum lebar ketika melihat tubuh Xiaojun yang ambruk tidak sadarkan diri didepannya. Sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah, dia mendadak berpura-pura panik. "Tolong, siapapun tolong ada yang pingsan di sini!" Teriak Jiang sembari berjongkok di dekat tubuh Xiaojun yang terkapar di lantai rumah sakit. Kondisi koridor rumah saki yang sepi membuat perempuan itu harus berteriak agar mendapatkan bantuan. Tidak lama ada beberapa perawat yang datang dengan tergopoh-gopoh untuk membantu mengangkat tubuh Xiaojun. "Nona keluarga pria ini?" Tanya salah satu perawat begitu tubuh Xiaojun berhasil di pindahkan ke brangkar dan mulai di dorong menuju ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Jiang mengangguk, "Benar. Aku tunangannya." Perawat itu mengangguk lalu beralih pada Xiaojun yang harus segera mendapatkan pertolongan. Begitu masuk ke ruang ICU, Jiang di hentikan oleh perawat. "Nona silahkan tunggu di luar." Jiang berpura-pura bersedih, dia hanya menatap kosong ke ruan
Ashraf hanya menatap datar dokumen yang ada di depannya. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kwon Yuri yang masih menodongkan pistol ke kepala Ashraf. "Tunggu apa lagi Ashraf? Cepat tanda tangani berkas ini!" Kwon Yuri memberikan penekanan pada setiap kalimatnya. Ashraf kemudian melangkah, dia tidak mengalihkan pandangannya ke mana pun. Pria itu masih setia menatap lurus ke arah lawannya. "Apa ucapan mu bisa di pegang Kwon Yuri?" Tanya Ashraf masih tetap dengan nada yang tenang. "Hah! Tentu saja, asalkan kau tanda tangan di berkas itu." Kwon Yuri semakin menekankan nada bicaranya. Ashraf kemudian memperhatikan sekeliling, dia berusaha mencari celah di antara banyaknya anak buah Kwon Yuri yang mengepung dirinya. Ashraf memutar otak, mencari cara terbaik agar bisa lepas dari tekanan Kwon Yuri. Dia bisa saja melakukan perlawanan dengan mudah, akan tetapi Ashraf tidak bisa memastikan keselamatan Yoriko karena tindakannya itu. Akan tetapi Ashraf malah memajukan tubuhnya pada
Ye Siwu tersenyum ramah dan membiarkan seorang pelayan pria yang memang telah dia ajak bekerjasama memberikan botol wine pada keluarga perdana menteri Chen Goufeng. "Permisi Perdana Menteri, aku ingin memberikan wine ini untuk anda." Pelayan itu berkata dengan sopan. Chen Goufeng yang tengah menunggu jawaban dari Xiao Jiang mendecik sebal atas kedatangan pelayan tersebut. Akan tetapi begitu melihat botol yang dibawa, amarah yang semula hendak keluar mendadak reda. "Xiaojun, ini wine yang kau maksud tadi?" Tanya Chen Goufeng pada sang putra. Karena memang sebelum ini, Xiaojun ingin memberikan wine pada sang ayah untuk merayakan pertunangan. Xiaojun yang melihat botol wine serta pelayan yang membawanya mengangguk mengiyakan. "Benar, itu yang aku ingin berikan pada ayah. Lagi pula aku menitipkan ini pada pelayan tadi," jawabnya. Ye Siwu sendiri menahan tawa, menertawakan kebodohan Xiaojun. Karena sebelum memerintah si pelayan, perempuan itu telah memilih siapa orang yang dipercaya
Ashraf hanya menggigit bibir bawahnya menahan emosi yang memuncak. Saat ini dia harus bisa menemukan kembali Yoriko. Akan tetapi dia juga tidak yakin kalau telepon yang dia terima ini akan membawanya pada perempuan itu.Di tengah kebimbangannya, Master Wang yang memang bisa berjalan meski tertatih-tatih itu mendekati Ashraf. "Siapa?" Tanyanya dengan lirih. Ashraf menggedikan bahunya, jawaban kalau dia tidak tahu siapa yang sedang menghubungi dirinya. Master Wang pun paham dengan jawaban yang diberikan. Pria itu berdiri di samping Ashraf, menunggunya menyelesaikan panggilan. ["Ku tanya sekali lagi Ashraf, apa kau mau tahu di mana keberadaan Yoriko?"] Tanya seseorang di seberang sana lagi, mengulangi pertanyaan sebelumnya. Ashraf memejamkan matanya, berpikir keras. Kemudian dia menjawab tenang. "Tentu, jadi katakan di mana perempuan itu?" Tanyanya. ["Kalau kau mau menemuinya, datang lah sendiri ke tempat yang aku katakan. Bagaimana?"]"Ya aku akan ke sana sendirian, jadi cepat ka
Pertunangan Xiao Jiang dan Xiaojun terlaksana dengan baik, keduanya saling bertukar cincin di ikuti oleh sorak sorai para tamu yang ada. Tepukan gemuruh menggema di seluruh gedung tempat acara tersebut digelar. Xiaojun tampak tersenyum lebar, merasa menang atas Xiao Jiang. Dia melirik ke arah sang ayah yang tampak jauh lebih gembira dibanding dirinya. Sementara Xiao Jiang hanya memasang wajah datar. Dia tidak menampilkan ekspresi apa-apa, meskipun para tamu tampak memuji dirinya yang jauh lebih cantik di banding hari-hari biasanya. "Selamat atas pertunangan anda Nona Jiang dan Tuan Muda Cheng!"Para tamu kompak memberikan selamat pada keduanya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan pesta. Akan tetapi Xiao Jiang tidak berniat bergabung dalam kerumunan. Perempuan itu malah duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Memperhatikan sekeliling ruangan beserta para tamu yang tampak menikmati acara tersebut. "Semua orang tampak bersenang-senang, tapi kenapa anda malah ada di sini Nona Jian