"Ingat pikirkan apa keputusanmu!" pesan Griffin kembali.
"Ya!" jawab Aranjo.
Lalu, Griffin menghilang dan meninggalkan Aranjo sendiri, bingung. Nanti malam, dirinya akan memikirkan langkah apa yang akan diambil. Aranjo keluar dari gudang dan buru-buru menyusuri koridor, menuju dapur.
Kembali, Aranjo menyiapkan ramuan dengan menggunakan tanaman herbal spiritual Alam Langit.
Saat Aranjo kembali ke kamar untuk mengantarkan ramuan yang telah matang, dirinya dapat mendengar suara tawa sang Ratu dari balik pintu.
Prajurit membukakan pintu dan Aranjo melangkah masuk. Setelah memberi salam kepada Ratu, Aranjo melangkah mendekati meja dan meletakkan ramuan tepat di hadapan sang pangeran. Namun, saat hendak berbalik pergi, sang pangeran menggenggam pergelangan tangan Aranjo dan menariknya cukup kuat. Tarikan itu membuat Aranjo terduduk di pangkuan sang pangeran.
Aranjo terkejut dan hendak melompat turun dari pangkua
Xue Huan menarik tangan Aranjo dan mendudukkan wanita itu di atas pangkuannya. Perlahan Xue Huan melepaskan cadar yang menutup sebagian wajahnya. Ya, jika hanya berdua maka cadar itu tidak diperlukan. Namun, saat meninggalkan kamar ini, Aranjo tetap mengenakan cadar tipis itu.Setelah bersama selama ini, Xue Huan dapat membaca ekspresi wajah Aranjo, hanya dari mata. Apakah Aranjo tersenyum atau merenggut, semua dapat dinilai dari mata indah itu. Dan kali ini, kekasihnya itu sama sekali tidak tampak risau, malahan terkesan antusias. Maka, Xue Huan ingin memastikan sekali lagi."Apakah kamu benar ingin pergi ke sana? Jika kamu tidak mau, maka aku akan berbicara dengan ibu," tanya Xue Huan dan menyentuh wajah cantik itu dengan ujung jarinya."Menolong nyawa orang lain adalah kewajiban. Sama seperti bagaimana aku menolong saudaramu dan dirimu. Jadi, aku akan pergi," jawab Aranjo pasti dan memejamkan mata, merasakan hangatnya sentuhan jari jemari pr
Ada 10 orang tabib senior yang bergabung dalam perjalanan ini. Hanya Aranjo seorang wanita, sisanya para tabib pria dan 100 prajurit berzirah lengkap yang dipimpin oleh komandan mereka.Aranjo menempati kereta kuda sendiri dan sisanya beberapa kereta kuda yang ditempati para tabib, serta puluhan gerobak yang berisi bahan pangan dan tanaman herbal.Perjalanan cukup sulit karena medan yang penuh bebatuan dan mereka harus melintasi hutan yang lebar, serta menyeberangi sungai. Saat malam tiba, mereka akan berteduh di tenda sederhana yang didirikan oleh prajurit. Makan makanan yang sederhana pula.Butuh perjalanan 4 hari untuk mencapai desa Luan.Saat rombongan tiba, desa itu terlihat kosong. Begitu kereta kuda berhenti, Aranjo langsung melompat turun. Tempat ini tidak cocok disebut desa, karena hanya beberapa pemukiman kumuh dan tidak terawat. Lahan bercocok tanam kering kerontang dan tidak terlihat satu pun orang di sana.
Semua prajurit Wang Xue Min menjadi lebih antusias, seakan doa mereka terjawab. Seorang dewi dikirim di tengah keputusasaan mereka. Awalnya mereka tidak berani berharap akan ada kesembuhan. Namun, semua berubah hanya dalam beberapa saat, ya setelah kehadiran sang wanita suci.Semua penduduk yang terpapar wabah sudah merasa lebih baik, bahkan sebagian dari mereka sudah dapat berdiri dan membantu penduduk lainnya. Seketika tenda yang tadi dipenuhi tangisan dan ratapan kesakitan, tidak terdengar lagi. Tergantikan dengan ucapan doa penuh rasa syukur akan kesembuhan yang diberikan. Saling tolong menolong, membuat para prajurit dapat beristirahat."Nona, istirahatlah. Sudah dari tadi Nona mondar mandir tanpa henti, begitu juga dengan Paduka Putra Mahkota," ujar salah seorang penduduk wanita paruh baya yang datang menghampiri mereka.Ya, sudah berjam-jam dirinya dan Xue Min berkeliling di tenda yang cukup luas ini, memeriksa semua penduduk secara berg
"Masalahnya, tindakanmu itu merubah buku takdir yang sudah ditetapkan bagi semua manusia itu. Seharusnya, mereka semua meninggal karena wabah itu!" ujar sang Kaisar dingin."Buku takdir?" tanya Aranjo, sambil tersenyum sinis."Bukankah cukup ditulis ulang oleh Dewa yang bertanggung jawab? Apa salahnya membiarkan mereka hidup lebih lama? Mungkin 10 atau 20 tahun di dunia fana, lagipula itu hanya beberapa hari di Alam Langit!" balas Aranjo dingin."Atau.... Oh ya, kalian para Dewa tentu memandang kehidupan manusia fana itu tidak memiliki arti, hingga begitu murka saat harus menulis ulang buku itu! Itu sama saja dengan bagaimana Kaisar memandang tidak pentingnya keberadaanku ini!" ujar Aranjo. Amarah mulai menjalar di seluruh tubuhnya. Rasa benci akan ketidakadilan yang dialami membutakannya.Perlahan tubuh Aranjo melayang, tetapi dirinya bahkan tidak menyadari hal tersebut. Bola matanya berubah warna, menjadi merah menyala, begitu juga den
Wang Xue Min tidak menanyakan hal tersebut dan hanya memeluk Aranjo. Namun, di dalam lubuk hatinya, tumbuh rasa kecewa dan benci. Kecewa terhadap wanita ini dan benci kepada pria itu. Xue Min tidak mengatakan sepatah kata pun, dirinya tidak ingin kehilangan wanita ini dan ingin memilikinya.Xue Min terlelap dan perlahan, Aranjo mendorong tubuh pria itu ke samping dan menyelimuti tubuh itu. Perlahan, Aranjo turun dari ranjang dan mengenakan pakaian baru itu. Hanfu berwarna biru muda, sangat berbeda dengan yang biasa dikenakannya.***Di Alam Langit, tepatnya di aula tempat Dewa takdir berada."Kaisar, apa yang terjadi?" tanya Dewa Galen, sang Dewa takdir.Setelah dari perbatasan alam, Kaisar berteleportasi ke tempat Dewa itu. Jiwanya terluka parah, luka akibat menyempurnakan segel Asmodus belum pulih dan ditambah dengan serangan Aranjo yang menyerang bola energinya. Karena itulah, Dewa Archer memilih tempat ini.
Tidak tahu berapa lama, dirinya menyalurkan energi, akhirnya itu terhenti saat sang Kaisar menyentuh tangannya."Cukup," ujar Kaisar.Aranjo membuka mata dan menatap sang Kaisar yang masih terlihat pucat."Sebentar lagi, Kaisar masih begitu pucat!" ujar Aranjo dan hendak menyalurkan kekuatannya lagi. Namun, sang Kaisar langsung melepaskan tangannya dari genggaman Aranjo dan berdiri."Aku akan mengirimmu kembali!" ujar sang Kaisar dingin.Aranjo juga berdiri, dirinya sedikit pusing, mungkin karena terlalu banyak menyalurkan energi.Kaisar menahan lengannya, agar dirinya tidak terjatuh. Namun, setelah dapat berdiri tegak, Aranjo mengibaskan tangannya kuat, agar tangan sang Kaisar tidak menyentuhnya."Jika Anda tidak ingin aku menolongmu, maka jangan biarkan darah sucimu mengalir dalam darahku! Ambil kembali darah itu!" ujar Aranjo marah.Sang Kaisar seperti biasa, raut wajah tanpa ekspres
Di aula utama istana Kerajaan Luoyang.Ratu dan putranya, Wang Xue Huan melangkah masuk dan memberi hormat kepada Yang Mulia Raja."Salam hormat, Yang Mulia.""Salam hormat, Ayahanda.""Xue Huan, ini sungguh keajaiban melihatmu dapat berjalan seperti ini!" ujar sang Raja yang langsung turun dari singgasananya, menghampiri putra sulungnya itu."Benar, Yang Mulia. Aku juga tidak menyangka akan ada keajaiban seperti ini. Aku yakin ini semua berkat karma baik yang kita tanam, sehingga putraku dengan Yang Mulia memiliki kesempatan seperti ini," ujar sang Ratu dengan begitu bahagia."Tabib mana yang memiliki kemampuan seperti itu? Mengapa kalian tidak memberikan penghargaan atau kekayaan untuk orang yang menyembuhkannya?" tanya sang Raja.Kesempatan yang ditunggu Xue Huan akhirnya tiba. Wang Xue Huan maju satu langkah ke depan dan berlutut di hadapan sang ayah."Karena alasan itulah, hari ini aku datang menemui Ayahanda!" ujar
Wang Xue Huan berderap keluar dengan penuh benci. Prajurit yang datang bersamanya sudah mendirikan tenda di sana. Xue Huan masuk ke dalam tenda dan langsung duduk dibalik meja rendah, menuangkan secangkir teh dan meneguknya langsung habis."Panggil orang kita!" perintah Xue Huan kepada tangan kanannya.Tidak lama, seorang prajurit berderap masuk. Prajurit yang sekarang berada di bawah komando Xue MIn, tetapi selalu setia padanya dan bersedia menjadi mata-mata untuknya."Lapor Pangeran, besok adalah saat di mana perwakilan Kerajaan Dingxi dan putra mahkota bertemu. Bertemu untuk membicarakan tawaran dari Kerajaan Luoyang, untuk menyerah dan formasi perang–" Sang mata-mata berhenti berbicara, saat Xue Huan mengangkat tangannya, tanda untuk berhenti.Xue Huan tidak peduli dengan formasi perang yang digunakan saudaranya itu, karena tidak akan terjadi perang. Dirinya sudah bertemu dengan Raja Kerajaan Dingxi dan menawarkan tawaran yang lebih baik d
Archer berlumuran darah dan sama sekali tidak melawan. Ia hanya berharap perasaan Aranjo dapat tergerak, melihatnya seperti ini. Sedangkan Asmodus semakin menggila dan memukul, membabi buta.Aranjo berteriak, histeris. Namun, ia tidak mampu menggerakkan tubuh. Ya, dalam hatinya, ia berteriak melihat bagaimana Archer babak belur. Apalagi, tidak ada yang dapat dilakukan.Sampai pada satu titik, Asmodus mencengkeram leher Archer dan mengangkatnya tinggi. Tawa puas, menggema, melihat betapa banyak darah yang membasahi tubuh Dewa Agung itu."Hmmm, tidak menarik, karena kamu tidak melawan. Namun, itu bagus. Aku dapat memusnahkanmu, lebih cepat."Cengkeraman semakin kuat dan membuat Aranjo, semakin panik.'Aku mohon, jika Surga memang ada, maka dengarkan doaku. Aku mencintai Archer dan Dewa itu juga mencintaiku, aku mohon biarkan aku terlepas dari belenggu ini, agar dapat menolongnya. Aku tidak peduli, walaupun jiwaku menjadi taruh
"Para Dewa Agung, aku butuh kekuatan kalian untuk menyegel gerbang alam bawah ini. Jadi, saat Asmodus musnah, kerusakan cukup terjadi di alam bawah dan tidak menyebabkan kerusakan di luar itu!" ujar Kaisar Langit dengan tegas."Baik, Yang Mulia Kaisar Langit!" seru para Dewa Agung terkuat di Alam Langit.Para Dewa melompat turun dari atas punggung Pegasus yang masih terbang. Membentuk formasi di sekitar gerbang alam bawah dan mulai menyalurkan energi kekuatan sihir mereka."TUNGGU!"Para Dewa Agung dan Kaisar Langit menatap ke sosok yang berani bersuara.Robert Gao melangkah maju, tepat ke hadapan sang Kaisar Langit. Ia keluar bersama dengan semua mahluk dari alam bawah dan tetap berada di dekat gerbang, untuk melihat apa yang terjadi."Bagaimana dengan Archer? Ia masih berada di dalam dan kalian menyegel gerbang ini. Bagaimana ia dapat keluar dan bagaimana jika ia membutuhkan bantuan?" seru Robert Gao, yang mer
Robert berusaha bernapas, tetapi itu begitu sulit. Tidak lagi berusaha melawan, Robert merogoh sesuatu dari saku pakaiannya. Berhasil, walaupun dengan susah payah. Dengan wajah yang sudah memerah karena kehabisan napas, Robert berhasil mengangkat kalung dengan leontin darah suci ke hadapan Griffin.Seketika tangan yang mencengkeram leher, dilepaskan dan membuat tubuh Robert terhempas kuat ke tanah.Berusaha keras mengisi paru-paru dengan oksigen, Robert benar-benar kesulitan. Sedikit lebih lama lagi, maka ia akan musnah.Griffin berdiri mematung dan menatap ke tangan manusia abadi yang menggenggamnya leontin itu. Griffin tahu itu adalah bagian dari dirinya, tetapi bagaimana itu bisa ada di tangan manusia abadi itu?"Dari mana kamu mendapatkan itu?" tanya Griffin dingin."A-Anda menitipkan kepadaku! Dan berpesan, untuk mengembalikannya saat ini," ujar Robert dengan suara yang begitu lemah.Griffin menunduk dan menatap
Tangan Aranjo terulur, mendekati artefak itu. Ujung jari telunjuk, menyentuh benda itu dan seketika cahaya terang menyelimuti Aranjo. Ia menghilang bersama dengan benda itu, kembali kepada sang pemilik.***Keesokan harinya, Griffin keluar dari paviliun dan tetap berada di sana untuk beberapa saat. Menunggu, menunggu Aranjo keluar dari paviliun.Setelah menunggu beberapa saat, Leander datang menghampirinya."Ayo, kita harus segera pergi ke alam bawah. Lentera cahaya sudah ada padaku," ajak Leander.Diam dan tidak menanggapi ucapan Leander."Kamu menunggu Aranjo?" tanya Leander.Griffin mengangguk."Dia sudah kembali ke Alam Iblis," ujar Leander. Ya, ia tidak berbohong, memang benar Aranjo telah kembali ke Alam Iblis, walaupun bukan ke istana. Namun, Leander yakin Griffin tidak akan bertanya lebih jauh, sebab mengira Aranjo kembali ke istana.Ragu sejenak, tetapi pada akhirnya Gri
"Bagus, jika kamu menyukainya," balas Griffin dan merasa lega, tidak harus merubah warna rambutnya ini.Seketika, kesadaran akan cincin ilusi miliknya yang belum dikembalikan, membuat Aranjo langsung duduk. Gerakannya itu membuat rambut Griffin yang berada dalam genggamannya, tertarik.Griffin langsung memalingkan wajah dan menatap ke arah Aranjo, yang sudah dalam posisi duduk."M-Maaf," ujar Aranjo dan segera melepaskan rambut itu."Tapi..., Hei! Kembalikan cincin ilusi, milikku!" ujar Aranjo lantang, saat teringat akan cincin itu."Ini?" tanya Griffin, sambil mengangkat tangannya tepat di hadapan Aranjo, perlahan membuka kepalan tangan dan cincin ilusi itu ada di atas telapaknya.Melihat cincin itu, Aranjo langsung hendak mengambil. Namun, Griffin memindahkan tangannya, sehingga tangan Aranjo hanya menggapai angin."Kembalikan!" seru Aranjo yang mulai kesal. Mabuk, membuat otaknya tidak dapat berp
Perjamuan makan diadakan oleh Kaisar Langit. Kembali mereka diundang ke aula, untuk mengikuti perjamuan itu.Aranjo mengagumi keindahan Alam Langit dan matanya, tidak henti melihat-lihat.Perjamuan yang cukup meriah dan dihadiri oleh begitu banyak Dewa, serta Dewi.Aranjo duduk di balik meja rendah, yang berada tepat di antara meja Leander dan Griffin. Alunan musik dari harpa, mengiringi tarian indah yang dipertontonkan di tengah-tengah aula. Tarian yang isisipkan dengan kekuatan sihir, membuat apa yang dilihat begitu menakjubkan.Aranjo menatap dengan mulut menganga, akan keajaiban tarian yang ada di hadapannya.Leander memalingkan wajah dan menatap ke arah Griffin. Seperti perkiraannya, siku Griffin diletakkan di atas meja, dengan tangan menopang wajahnya. Ya, Griffin menatap ke arah Aranjo. Mahluk agung itu terlihat jelas seperti sedang jatuh cinta.Leander menghela napas, ia khawatir akan apa yang akan
Tiba di aula utama, semua mata para Dewa tertuju pada Griffin dan sosok iblis muda yang ada dalam gandengan mahluk agung itu.Langkah kaki Aranjo berhenti, saat Griffin menghentikan langkahnya. Aranjo melihat ke sekeliling dan mendapati, tatapan yang begitu dingin. Tanpa sadar, ia bergeser dan menempelkan tubuh pada lengan kokoh, sang Griffin.Kaisar Langit, turun dari singgasana dengan raut wajah yang tidak terbaca. Para dewa yang berkumpul di singgasana langsung mundur, dengan kepala menunduk.Leander yang baru tiba di aula, langsung memberi hormat."Hormat, Yang Mulia Kaisar Langit."Setelah memberi salam, Leander langsung melangkah maju dan berdiri di samping Griffin, serta Aranjo."Alasan kedatangan kami, terkait dengan salah satu benda spiritual. Kami ingin memohon izin kepada Kaisar Langit, agar dapat memberikan kepada kami, lentera cahaya. Itu–"Ucapan Leander terhenti, saat sang Kaisar Langit men
Griffin melepaskan cengkeramannya dan segera mahluk itu melayang agak jauh, ketakutan."Buka matamu," ujar Griffin dan menurunkan tangannya dari depan wajah Aranjo.Patuh, Aranjo membuka mata dan menatap ke arah mahluk yang sudah berada cukup jauh, darinya."Tuanku berkata, tiket masuk kalian adalah lentera cahaya! Bawa benda spiritual itu dan kalian, diizinkan masuk!" seru mahluk itu, sebelum melayang kembali ke balik gerbang.KLANG!Gerbang kembali menutup dengan suara yang memekakkan telinga.Griffin memalingkan wajah, menatap Leander. Ia tidak keberatan untuk menghancurkan alam bawah ini, tetapi mereka memiliki tanggung jawab, jadi keputusan tidak dapat diambil oleh satu pihak."Kita kembali setelah mendapatkan lentera cahaya!" ujar Leander, lalu memutar kudanya, meninggalkan alam bawah.Semua berbalik dan meninggalkan tempat mengerikan itu.Aranjo menatap ke pung
Seulas senyum licik, muncul di wajah cantik Aranjo. Ia yakin dapat menghentikan langkah mahluk sombong, yang mengabaikan kehadirannya begitu saja.Namun, saat ia yakin dapat menangkap mahluk itu, kenyataannya angin yang tergapai oleh tangannya.Kedua kaki Aranjo menapak kembali ke tanah dan menatap tidak percaya dengan apa yang terjadi. Mahluk sombong itu sudah berpindah tepat di belakangnya, begitu cepat. Bahkan, mata Aranjo tidak menangkap gerakan mahluk tersebut.Berputar, dengan tangan kembali menggapai.SIAL!SIAL!!SIAL!!!Aranjo memaki dalam hati, saat serangan yang diluncurkan tidak mampu mengenai mahluk tersebut.Leander baru saja keluar dari paviliun dan disambut dengan perkelahian. Tidak tepat disebut perkelahian, sebab hanya satu pihak yang menyerang dengan pihak lain, terus berhasil menghindar.Ini kali pertama baginya melihat, Griffin tidak melawan. Bias