Menatap tidak suka atas pemandangan yang dilihatnya saat ini, pemandangan yang membuat hatinya sakit. Tania berbicara santai dengan Rifat bahkan tertawa kecil, Wijaya sangat tahu apa yang mereka bicarakan hanya saja tetap tidak suka melihat interaksi mereka berdua.
“Kamu sepertinya ada yang harus dikerjakan.” Rifat dan Tania menatap kearah Wijaya dengan tanda tanya “Rifat masih banyak yang harus dikerjakan dan segera selesaikan itu semua.”
“Saya permisi dulu.” Rifat paham jika Wijaya tidak suka melihat kedekatan mereka berdua.
Tania memilih duduk disamping Wijaya saat Rifat membereskan barang-barangnya, tidak lama kemudian undur diri yang tidak ditanggapi Wijaya sama sekali. Genggaman tangan yang Tania lakukan tidak memberikan dampak apapun, terlalu emosi melihat bagaimana kedekatan mereka berdua.
“Cemburu?” Tania beranjak dengan duduk dipangkuan Wijaya, mencium bibirnya lembut “Kamu tahu kan kalau dia
Jantung berdetak kencang saat menatap penampilan depan cermin, bukan hal pertama yang dilakukan Wijaya selama hidupnya tapi baru ini merasakan perasaan berdebar. Meyakinkan dirinya jika semua berjalan lancar, mencoba mengingat nama Tania dengan ayahnya berkali-kali meskipun mendapatkan keringanan membawa tulisan.TOK TOK“Apa papa sudah siap?” tanya Devan yang masuk kedalam kamar “Semua sudah menunggu diluar.”Menghembuskan nafas panjang kembali sebelum mengikuti langkah Devan menuju ruang tamu, beberapa orang sudah menunggu kedatangannya. Wijaya tidak tahu jika menikah akan segugup ini, pernikahannya yang dulu tidak pernah merasakan hal seperti ini. Tidak mendapatkan Tania di tempatnya semakin membuat jantungnya berdetak kencang, menggenggam tangan ayah Tania dan mengucapkan kalimat sakral dalam satu kali tarikan nafas sampai akhirnya kata sah keluar dari mereka semua yang membuat Wijaya menghembuskan nafas panjang.Tania keluar t
Menatap tidak percaya atas apa yang Tania katakan, baru beberapa jam yang lalu mereka menikah dan sekarang Tania berkata jika dirinya menginginkan poligami. Tampaknya Tania salah paham dengan apa yang dibicarakan antara Wijaya dengan Devan, seharusnya tidak perlu membahas hal seperti itu saat pernikahan. Kalaupun Wijaya ingin poligami bisa dilakukannya sejak menikah dengan Vita, pernikahan tanpa cinta bisa saja membuat dirinya menikah dengan mencari wanita yang dicintainya, walaupun apa yang dilakukannya tetap salah dengan bermain wanita tapi setidaknya tidak menikahi mereka lalu menceraikan yang pertama.“Sayang, kita baru menikah masa mau marah begini?” mendekati Tania dengan memberikan tatapan memohon yang sayangnya tidak berdampak apapun “Kamu tega adik kecilku ini nggak bisa masuk dalam rumahnya?”“PUASA!”Membelalakkan matanya mendengar satu kata dengan penuh penekanan, tidak mungkin berpuasa disaat malam pertama mereka.
Menahan diri selama bulan madu dengan Tania yang menjadi pelampiasan saat hubungan intim, Wijaya benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih mengenai masalah Via. Hubungan dengan keluarga Mili atau mertua Bima tidak baik-baik saja, ditambah bantuan dari mantan mertua Tania membuat semakin tidak baik-baik.“Kamu ada masalah?” tembak Tania langsung “Aku sih nggak masalah kalau kamu melakukan hal gila saat di ranjang karena aku juga suka, tapi kalau sampai secara terus menerus dalam dua hari ini rasanya badan sakit juga.”Wijaya menatap Tania dengan tatapan menyesal “Maafkan, seharusnya aku memikirkan kamu juga.”“Ada masalah apa?” Tania membelai lembut lengan Wijaya membuatnya tidak tahu bereaksi seperti apa.Hembusan nafas terdengar dan menatap Tania untuk memastikan reaksinya nanti “Memikirkan Via saja.” Wijaya mencari jawaban aman tanpa menatap Tania sama sekali “Aku malu cerita.”
Berada dalam ruangannya setelah semalam mereka sampai di rumah, dipaksa ke kantor oleh Tania untuk menyelesaikan masalah Via. Menatap mereka dengan tatapan bingung terutama Rifat yang memberikan laporan mengenai hasil yang didapatnya di perusahaan mantan mertua Tania atau orang tua Yudi, bahkan tidak tertinggal laporan mengenai perusahaan orang tua wanita yang menjadi istri pertama itu.“Siapa yang menyuruh sampai detail seperti ini?” tanya Wijaya penasaran.“Ibu Tania dan Ibu Tina.” Rifat menjawab tegas membuat Devan dan Wijaya saling memandang satu sama lain “Bu Tania dan Bu Tina sering berbicara dan berdiskusi mengenai masalah Via juga Tari, beberapa instruksi dari mereka saya lakukan.”“Kenapa tidak memberitahu kami?” tanya Devan membuka suaranya.“Mereka nggak mau merepotkan kalian.” Lila membuka suaranya “Bu Tania komunikasi dengan saya bukan Rifat jadi jangan salah paham.” Lila
“Sudah dimulai?” tanya Tina bersama asisten rumah tangga membawa makanan dan minuman.Wijaya dan Devan menunggu sampai asisten rumah tangga tersebut keluar dari ruangan, saat mereka selesai Tania berpesan untuk tidak mengganggu mereka selama beberapa jam karena ada yang akan dibicarakan. Memastikan mereka keluar membuat kedua pria itu menatap Tina penasaran, sedangkan yang ditatap hanya diam tidak berniat membuka suaranya.“Kalian mau diam atau cerita?” tanya Devan setelah cukup lama mereka diam.“Pa, istri papa ini memang top.” Tina mengangkat kedua jempolnya pada Wijaya “Pantas mama minta kita dukung papa sama Tania.”“Lalu apa hubungannya?” tanya Devan gemas mendengar nada kata-kata Tina “Bagaimana bisa kalian melakukan ini semua?”“Kamu kan sudah pernah aku kasih tahu untuk mengecek keseluruhan? Terutama di perusahaan mertua Yudi?” Tania membuka suara dengan men
Suasana kembali tenang setelah Tania berkata seperti itu, Devan dan Wijaya memandang kedua wanita dihadapan mereka bergantian. Wijaya sendiri masih tidak bisa menebak apa yang akan terjadi setelah ini, sedangkan mereka berdua sudah memiliki rencana matang atas masalah ini.“Maksud kamu Tari dan Via?” Devan membuka suaranya terlebih dahulu.“Kalian lupa kasus dosennya Tari?” Tina menatap kedua pria yang hanya diam “Pria dengan otak kecilnya.” Tania tersenyum kecil mendengar makian Tina “Ronald yang harus merasakan dinginnya hotel prodeo atas apa yang dilakukannya pada Tari, andaikan Erlangga tidak ada mungkin...” Wijaya mengangkat tangannya menghentikan kata-kata Tina.“Memang apa yang akan terjadi pada mereka berdua?” tanya Wijaya menatap kedua wanita lelah.“Pembicaraan selesai biarkan menjadi kejutan.” Tania mengambil minuman yang ada dihadapannya.“Kejutan seperti yang
Menghampiri Tania yang berada di kamar setelah meyakinkan Devan jika apa yang nanti mereka pilih tidak akan membuat masalah, Devan bukan orang yang mudah percaya pada orang lain termasuk istrinya. Didikan Wijaya dan Vita membuat Devan secara perlahan mengubah itu semua dan membuat mereka berdua bernafas lega atas perubahan Devan, dukungan Devan pada Tania juga luar biasa membuat Wijaya tidak bisa berkata apapun.“Sayang, kamu kenapa mikir sampai sejauh itu.”Wijaya memeluk Tania dari belakang, berdekatan dengan Tania membuatnya selalu tidak bisa mengendalikan diri. Tania bisa membuat dirinya jatuh semakin dalam pada hasrat yang terpendam, melakukan sekali tidak akan pernah cukup dan itu membuat Wijaya melakukannya setiap saat dan untungnya Tania tidak pernah menolak sama sekali.“Kami melihat nggak ada perkembangan dari kasus yang ditangani, lagian aku bilang kalau kalian bisa berbuat macam-macam pada mereka kecuali pekerjaan Yudi.”
Pernyataan Tania yang mengatakan tentang Rifat membuat perasaan Wijaya tidak menentu, setiap Rifat datang ke rumah tanda waspada selalu ada di kepalanya. Bahasa tubuh mereka selalu menjadi fokus utama bukan pembahasan penting mengenai apa yang mereka bicarakan, baru kali ini Wijaya merasakan perasaan tidak suka jika wanitanya bersama dengan pria lain walaupun dengan konteks professional.“Jadi bagaimana, Sayang?” suara Tania membuyarkan lamunan Wijaya membuatnya menatap Tania penuh tanda tanya “Kamu pasti nggak dengerin.” Tania memutar bola matanya malas “Lakukan saja seperti apa yang sudah saya katakan tadi, Pak Wijaya pasti setuju dengan semua yang saya katakan.”“Ya, lakukan seperti apa yang Ibu Tania katakan.” Wijaya mencoba untuk bersikap tenang dan paham dengan pembicaraan mereka “Apa kita sudah selesai?” mengalihkan pandangan ke Tania yang hanya mengangguk.“Kalau begitu saya permisi.&rdquo
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal