Menatap kearah Wijaya saat mengatakan hal tersebut, entah mengapa semuanya terjadi secara tiba – tiba dalam benaknya. Wijaya sendiri belum pernah bertemu dengan Bian lantas bagaimana merencanakan sesuatu, saat semua sedang menatap Wijaya dimana dirinya sendiri sedang memikirkan cara yang tepat.
“Aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya mungkin Yuta tahu secara pernah bertemu dengannya.”
Austin mengangguk “aku juga sama dimana aku tahu namanya dari Bobby serta Helena.”
“Tapi bukankah dia sudah menikah?” Yuta memandang Wijaya dan Austin bergantian “karena dia pernah mengatakan istri.”
Wijaya dan Austin hanya bisa diam mendengar perkataan Yuta, pasalnya mereka semua tidak mengetahui banyak hal mengenai Bian. Wijaya menghembuskan nafas pelan pasalnya bukan hanya Bian dalam benaknya yang bisa menghancurkan mereka semua tapi juga Nina, Wijaya harus segera menemukan keberadaan Nina sebelum Bian mendapatkannya
Mengatur dirinya agar tidak masuk kedalam perangkap yang dibuat wanita dihadapannya saat ini, kedatangan Wijaya kerumah Nina tidak lain karena menyelesaikan semuanya mengenai permasalahan dengan Bian. Wijaya sangat tahu bagaimana nekatnya Nina dan semua terbukti saat ini dimana dengan beraninya tanpa busana dihadapannya, duduk tenang dihadapan Wijaya seakan tidak terjadi apa pun membuat Wijaya menahan diri tidak tergoda.“Apa yang ingin kamu bicarakan?” menatap Wijaya sambil meremas bukit kembarnya pelan “apa kamu tidak merindukan masuk didalam sini?” membelai bibir bagian bawahnya.Wijaya tersenyum “kamu sangat murahan sekali sebagai wanita berbeda dengan sahabatmu.”Nina mengangguk pelan “sampai kalian bisa menghasilkan anak, apa aku juga harus melakukan hal itu agar kamu kenang?” Wijaya terdiam mencoba cara agar tidak tergoda “Bian kamu ingin tahu tentang dia bukan?” Wijaya menatap Nina yang tersenyu
Perkataan Vita yang menginginkan Wijaya mengurus semua urusan perusahaan sedikit terbebani karena memang selama ini mereka saling berbagi mengenai permasalahan perusahaan dan sekarang karena Hadinata akhirnya mundur, Vita mengangguk berkali – kali menandakan apa yang dikatakan benar adanya. Wijaya menghembuskan nafas mendengar perkataan Vita dengan sementara menganggap bahwa wanita ini hanya bercanda tidak lebih tapi melihat ekspresi wajah Vita tampak sangat serius.“Aku ingin fokus pada anak – anak begitu juga dengan Mira” Vita menatap Wijaya yang masih terdiam “penilaian kamu dalam bisnis selalu tepat jadi pastinya perusahaan kita semua akan berkembang pesat.”Wijaya menghembuskan nafas pelan “tapi tetap aku membutuhkan kamu dalam menilai sesuatu.”Vita mengangguk pelan “aku akan membantu tapi dari belakang, ingatlah satu hal bahwa aku akan selalu ada untukmu kapan dan dimana pun.”Wijaya hanya
Memandang Wijaya dengan tatapan penuh tanda tanya, sedangkan Wijaya sendiri memikirkan apa yang dilakukannya kali ini nanti benar atau tidak serta bagaimana dampaknya kedepan untuk keluarga kecilnya. Felix mengatakan lebih baik jujur sekarang daripada terlambat dan itu yang dilakukan ayahnya, meski setelah itu tidak bisa bertemu kembali dengan wanita itu serta anaknya bahkan anak itu tidak masuk dalam warisan apa pun yang Felix miliki karena semua jatuh ke Wijaya. Sentuhan lembut di tangan membuat Wijaya menatap Vita yang saat ini masih setia menunggu kata – katanya dan sepertinya sudah waktunya untuk Wijaya terbuka setelah sebelumnya melakukan pada Austin sahabatnya. “Jika aku selingkuh apa yang kamu lakukan?” Vita terkejut dengan pertanyaan tiba – tiba Wijaya “aku ingin tahu kalau kamu tahu aku selingkuh langkah apa yang kamu lakukan?.” Vita tersenyum “jika itu aku, bagaimana dengan kamu?.” Wijaya menatap tajam pada Vita “aku bertanya kenapa malah kamu yang
Terkejut dengan perkataan Vita karena bagaimana bisa mengetahui tentang masalah Helena dan Via padahal dirinya tidak memberitahu langsung atau teman – temannya sudah mengatakan sebenarnya pada Vita yang tidak Wijaya ketahui tapi rasanya tidak mungkin karena mereka bukan type orang yang ikut campur urusan yang bukan urusannya. Vita tersenyum menatap Wijaya sambil membelai wajahnya pelan, membuat Wijaya membeku atas apa yang Vita lakukan karena selama ini mereka tidak pernah melakukan hal seperti ini. “Aku tahu bukan dari teman – teman jadi jangan berpikir kearah mereka” Wijaya terkejut dengan tebakan Vita “aku memang tidak mencintai kamu atau hidup denganmu tidak membuat aku jatuh cinta meski banyak wanita tergila – gila denganmu.” “Lalu bagaimana kamu bisa tahu?.” “Helena adalah buktinya sampai bertahan hingga melahirkan Via” Wijaya membeku menatap Vita “wajah Via memang dominan adalah kamu tapi jika diamati secara dalam akan terlihat seperti Helena meski sek
Kehidupan mereka mulai berubah secara perlahan dimana komunikasi terjalin diantara mereka berdua, meski sebelumnya sudah saling komunikasi tapi tidak dengan hal pribadi. Wijaya mulai belajar untuk berbicara apa pun yang terjadi termasuk dengan Vita dan karena hanya dirumah yang Vita ceritakan tidak lain adalah anak – anak bukan hal lain, atau terkadang bercerita tentang Mira dengan Tina dimana sang putri sudah mulai tampak pintar. Ponsel Wijaya berbunyi saat sedang memimpin rapat dengan anak buahnya, menatap layar dimana nama yang tertera adalah rumah. Wijaya meminta waktu dengan mengangkat ponselnya karena takut terjadi sesuatu dengan Vita dan anak – anak, suara pertama yang Wijaya dengar adalah suara tangis Vita dimana membuat Wijaya sedikit takut dan setelah Vita mengatakan sesuatu dengan segera meminta Muklis mengatur ulang jadwal rapat dan Wijaya langsung melangkah ke tempat parkir dimana tujuan utama adalah rumah sakit. “Bagaimana bisa terjadi?” Wijaya menatap
Kembali kerumah dengan keadaan lelah meninggalkan Mira dengan Yuta karena hanya dia yang tidak memiliki keluarga kecil, Wijaya masuk kedalam dimana Vita tampak sabar merawat ketiga anak. Melihat pemandangan dihadapannya seakan Wijaya menjadi sosok jahat dengan berselingkuh dibelakang Vita dan karena kejadian ini Wijaya sudah berjanji untuk tidak lagi melakukan kesalahan seperti sebelumnya, memilih untuk membersihkan diri sebelum bergabung bersama mereka. Mendatangi mereka bertiga saat selesai membersihkan diri membuat Vita memandang kearahnya dengan memberikan senyuman terbaiknya diikuti suara teriakan Devan memanggil dirinya, dengan segera Wijaya mengangkat Devan dengan mencium seluruh wajah membuat Devan tertawa keras dan berhasil juga membuat kedua perempuan menatap iri. Tidak ingin merasa pilih kasih dimana Wijaya melakukan hal yang sama pada Tina dan juga Via meski sebenarnya Via belum terlalu mengerti, salah satu kebiasaan Vita adalah tidak berbicara depan anak – anak
Kabar baik mengenai Regan datang saat berhasil melewati semuanya, wajah Mira kembali seperti sebelumnya. Keluarga Regan tidak ada yang tahu mengenai kondisi dirinya karena mereka kompak mengatakan jika keluar kota mengurus bisnis yang lain dan mereka mempercayai, Regan sudah kembali bersama keluarganya dirumah dimana saat ini mereka semua berkumpul dirumah Regan untuk mengadakan syukuran kecil. Sesuatu yang aneh terjadi pada Austin dimana sang istri tidak terlihat sama sekali, sebenarnya Wijaya sedikit penasaran mengenai keadaan Austin tapi memori masa lalu membuat Wijaya tidak terlalu terlibat dalam urusan rumah tangga sahabatnya.“Kamu harus segera menikah Yuta agar bisa seperti kita” perkataan Regan membuat semua menatapnya namun Yuta hanya tersenyum “kamu mau jadi perjaka tua?.”“Menikah dengan wanita yang tepat itu keinginanku.”“Febri kurang baik apa lagi?” semua memandang Yuta penuh selidik saat Vita menyebu
Pembicaraan mengenai masalah Hadi dimana sampai detik ini belum bisa terjawab sama sekali, membuat mereka berempat hanya diam tidak tahu akan berkata seperti bagaimana. Wijaya sendiri belum mendapatkan informasi apa pun dari Bobby mengenai Hadi ini, disaat seperti ini beberapa kali Wijaya sedikit curiga dengan Bobby yang akan berbeda arah dengannya.“Bobby sendiri mengatakan belum mendapatkan informasi apa pun” Wijaya menatap Austin ingin tahu kebenarannya karena sepertinya Bobby memberi kabar “terakhir hubungan adalah beberapa hari lalu dan sekarang belum mendapatkan berita apa pun sama sekali.”Wijaya sendiri sedikit penasaran dengan apa yang terjadi dan berencana menemui Bobby esok hari jika waktunya sedikit luang, satu persatu sahabatnya pulang meninggalkan Wijaya dengan Vita serta anak – anak. Mengambil alih Via yang masih terjaga karena Devan tampaknya sudah terlalu lelah dan tertidur dikamarnya sendiri, Devan sendiri jarang menempat
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal