Yudha kembali menguasai tubuh itu, ia kembali pada posisi awal di mana tubuhnya menindih tubuh mungil Karina yang sudah bersimbah peluh. Napasnya memburu, Yudha benar-benar sudah tidak sanggup lagi rasanya. Kegagalan kemarin terlampau sakit dan Yudha hendak menuntaskan semua rasa sakit itu sekarang ini juga!
Setelah sudah memastikan Karina 'siap', Yudha segera mengarahkan miliknya ke depan inti tubuh sang istri. Dengan begitu lembut dan perlahan, hal yang membuat kedua tangan Karina mencengkeram kuat-kuat lengan Yudha yang ia gunakan untuk tumpuan itu."Mas, pelan!" Karina merintih menahan tangis. Matanya memerah, ia rasakan benda itu begitu besar, merangsak masuk perlahan-lahan ke dalam tubuhnya.Yudha bergeming, ia sudah cukup pelan kok. Terus dia dorong masuk tidak peduli bahwa sebenarnya cengkeraman tangan Karina cukup sakit mencengkeram lengannya.Yudha terus mendorong masuk, sampai di mana akhirnya miliknya tidak dapat masuk lebih dalam."Ha--.""Yud, kamu ini di mana? Sudah sampai rumah belum? Nggak tahu apa Ibuk dari tadi cemas nunggu kabar dari kamu. Kepikiran kalian kalau kenapa-kenapa di jalan bagaimana, kalau ada apa-apa gimana, apa susahnya sih, Yud, kasih ...."Yudha kontan menjauhkan telepon dari telinga menoleh ke arah sang istri sambil berbisik sangat lirih, menjawab pertanyaan Karina perihal siapa yang meneleponnya ini. Karina lantas terkekeh, menarik selimut dan menutupi tubuhnya yang masih begitu polos. Sementara Yudha, kini kembali pusing diomeli sang ibu hanya karena tidak memberinya kabar kalau mereka sudah sampai di rumah. Bukan salah Yudha kalau begitu sampai rumah tadi dia langsung tancap gas mengerjai sang istri! Siapa suruh di rumah sejak kemarin mereka diganggu terus? Hal yang lantas membuat Yudha lupa memberi kabar pada Ningsih kalau mereka sudah sampai rumah. Yudha menghela napas panjang, kembali mendekatkan ponsel itu ke telinga. Tangannya mem
Yudha menjatuhkan tubuhnya di sisi sang istri ketika permainan mereka kali ini usai. Kembali tubuhnya bersimbah peluh, napasnya tersengal dan tidak beraturan. Ia melirik istri mungilnya itu. Nampak kondisi Karina tidak jauh berbeda darinya. Rambut panjang sang istri nampak berantakan, membuat Yudha tersenyum bahagia karena sudah membuat Karina sampai se berantakan itu. "Mas please! Udah dulu, cukup buat hari ini!" Desis Karina di sela-sela napasnya yang belum teratur. Mendengar itu Yudha langsung mencebik, ia meraih pinggang Karina, memeluk tubuh bersimbah peluh itu lalu menjatuhkan kecupan di pipi Karina. "Kenapa udah? Kalau aku masih pengen?"Tangan Karina langsung mencubit lengan kekar yang memeluknya, membuat tawa Yudha lantas pecah. Tangan Yudha mempererat pelukannya, tidak peduli tubuh mereka begitu lengket dan panas. "Aku masih pengen, Rin!" Bisik Yudha begitu mesra. "NO ... NO!!" Karina berteriak, sebuah teriakan yan
Bunyi dering ponsel itu mengejutkan Karina, itu dering ponselnya! Dengan susah payah Karina membuka matanya. Mendapati dia sudah kembali terbaring di atas ranjang. Rambutnya masih setengah basah, tentu dia tidak lupa bagaimana Yudha dengan sangat bergairah mengajaknya bercinta di bawah shower tadi. Iya tadi ... Karina memekik ketika tahu jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 pagi! Astaga! Buru-buru Karina meraih ponselnya, kalau ini baru setengah lima pagi, lantas siapa yang menghubungi dia sepagi ini? Mamanya? Papanya atau siapa? Karina mendengus kesal ketika membaca nama Heni terpampang di layar. Apa lagi sih bocah satu ini? Karina membaringkan kembali tubuhnya ke atas ranjang. Rasanya seluruh persendian Karina seperti lepas. Tubuhnya masih begitu lemas dan pegal di beberapa bagian. Melawan om-om mesum itu memang benar-benar menguras energi dan kesabaran! "Yah, mati?" Karina mendecih ketika ia hendak mengangkat panggilan itu namun Heni lebih dulu mematikan panggila
"Beli di mana?" Karina mengaduk bubur dalam mangkok, sementara Yudha memijit kaki Karina. Dia tahu sang istri kelelahan memenuhi hasratnya kemarin. "Warung bubur yang sama saat kamu teriak-teriak katanya aku melucuti pakaianmu di mimpi." Tentu Yudha masih ingat betul momen itu. Momen yang membuat Yudha rasanya ingin menelan Karina hidup-hidup saat itu juga. Tawa Karina kontan pecah, ia terbahak mendengar jawaban sang suami. Masih ingat juga Yudha tentang hari itu. Saat di mana Karina masih begitu kesal dan membenci Yudha. "Masih ingat aja." komentar Karina sambil kembali menyuapkan bubur ke dalam mulut. Yudha mencubit jempol kaki Karina, membuat Karina berteriak kesakitan sambil tertawa. Tentu dia sendiri juga ingat momen itu. Satu dari banyak momen absurb yang mereka lewati sebelum kemudian mereka saling mesra seperti ini. "Tentulah masih ingat! Kau berteriak cukup keras, untung sepi kedainya, kalau tidak, bisa habis aku dikira aku
"Kenapa nggak kuliah di Jakarta? Koneksi mama sama papa tentu banyak dan mudah buat kamu masuk FK di sana, kan?" Yudha mengaduk Choco Caramel pesanannya. Kini pengantin baru itu tengah duduk di sebuah resto yang berada di jalan alternatif yang sering digunakan untuk perjalanan menuju kaki gunung Lawu. Ya ... Semenjak 'ospek' yang harus Yudha jalani demi surat izin menikahi wanita di depannya ini, Yudha jadi begitu menyukai gunung. Suasana dinginnya dan hamparan hijau yang terbentang di mana-mana. Karina mengelap mulutnya dengan tisu, meneguk Mojito Strawberry yang dia pilih kali ini. "Mama sama papa nggak kasih izin kuliah di Jakarta. Kalau mau beneran masuk FK dan jadi dokter, harus mau keluar dari zona mama dan papa praktek. Begitu pula Bangke berdua itu." Jawab Karina lalu kembali menyedot mojito miliknya. "Hush!" Yudha hampir saja tersedak. "Panggilannya diganti kenapa, Sayang?" Panggilan itu terdengar menggelikan di telinga Yudha, membuat
"Pulang?" Tanya Yudha ketika mereka melangkah keluar dari resto, agaknya setelah ini dia harus menyesuaikan style pakaian dengan sang istri, Karina nampak belia sekali dengan gaya berpakaiannya, sementara Yudha? Jangan ditanya! "Boleh. Langsung ke kost, ya? Ambil barang-barang aku?"Yudha hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ternyata Karina tidak semenyebalkan yang selama ini terlihat olehnya. Apa karena Yudha tidak mengenalnya lebih jauh? Beda dengan sekarang, jangankan sikap dan sifat asli Karina, bagian dalam dari Karina pun Yudha sudah lihat dan cicipi semua. "Apa aja sih? Ngebet banget mau dibawa? Kost masih akhir bulan, kan, masa kontraknya?" Karina hendak membuka pintu mobil, namun Yudha lebih dulu melakukan hal itu untuk sang istri. Sebuah hal kecil yang mampu membuat Karina tertegun sesaat dan tersenyum simpul. Ia segera naik, membiarkan Yudha kembali menutup pintu mobil dan memakai seat belt-nya. Karina menatap lelaki yang kini melan
"Khas banget kamar cewek!"Sebuah komentar yang keluar dari mulut Yudha begitu dia masuk ke dalam kamar kost itu. Kamar yang selama ini jadi saksi betapa Karina berjuang cukup keras untuk bisa lulus dari Fakultas Kedokteran. "Kan yang tidur di sini cewek, emang harus gimana?" Karina menoleh, ia sudah mengepak barangnya dalam kardus, koper jadi mereka hanya tinggal membawanya ke bawah dan memasukkan ke dalam mobil. "Ya nggak sih, nggak ada masalah." Yudha tersenyum, langsung peka dengan membawa satu dus yang cukup besar itu dalam gendongannya. "Apa ini isinya?" Cukup berat sih, bagi Yudha. Tentu bagi Karina yang mungil kecil itu kardus ini akan terasa sangat berat. "Buku-buku aku, Mas. Semua di sana." Jawab Karina yang nampak masih meneliti sudur-sudut meja. Pantas! Yudha tidak lagi banyak berkata-kata, segera membawa kardus besar itu keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Dia sudah izin ibu kost kok. Ibu kost juga sudah
"Mas, aku takut!" Itu yang Karina ucapkan ketika ia merasakan betul milik suaminya sudah terbenam sempurna dalam tubuhnya. Inilah sisi lain Yudha! Sisi yang menunjukkan bagaimana Yudha menjadi begitu liar dan tidak terkendali saat mereka tengah melakukan 'hal ini'. Sisi yang mungkin hanya Karina yang tahu dan menikmati semua sisi Yudha yang selalu berhasil membuatnya takluk dan terkulai lemas. Yudha menempelkan telunjuk di bibir Karina yang memerah dan sedikit bengkak oleh perbuatannya. Senyum tipis tersungging, menambah kadar ganteng wajah lelaki yang biasanya terlihat seram di mata Karina. "Kita nikah tercatat negara, apa yang kamu takutkan?" Bisik suara itu begitu lirih, Yudha masih diam, belum bergerak meskipun miliknya sudah terbenam sempurna di dalam sana. "Ya tapi ini kan kost cewek!" Tentu itu yang Karina takutkan. Tidak ada laki-laki yang boleh masuk ke dalam kecuali tukang servis AC, servis pipa dan tukang yang membenahi bangunan rum
Yudha tersenyum melihat pemandangan di depannya itu. Kalau saja tidak ada ibu dan mertuanya di sini, mungkin Yudha sudah sesegukan menangis. Bagaimana tidak? Yudha tidak pernah berpikir kalau kemudian dia bisa sampai pada tahap ini, tahap di mana dia akhirnya bisa menyandang dua gelar yang dulu sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya.Jadi suami dan seorang ayah!Ternyata rasanya sebahagia ini! Begitu bahagia sampai-sampai Yudha tidak bisa mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata-kata.Yudha melangkah mendekat, menatap dengan saksama bagaimana manisnya Arjuna yang tengah menyusu pada ibunya."Hai, Jun ... ketahuilah, yang kau nikmati itu dulu jatah ayahmu." bisik Yudha yang langsung dapat sebuah tabokan dari Karina.Yudha terkekeh, dikecupnya puncak kepala Juna dengan penuh kasih sayang. Lalu tidak lupa puncak kepala Karina. Yudha mencintai dan mengasihi keduanya, bukan hanya salah satu saja."Kapan boleh pulang, Mas?" tanya Karina setelah Yudha duduk di kursi yang ada di sam
"Ini bagus!" Brian menunjuk setelan piyama lengan panjang merek ternama dengan warna biru dan motif roket yang ada di tangan Heni. Mereka berdua tengah sibuk memilih perintilan perbayian untuk isi parcel hadiah lahiran dari Heni untuk Karina. Operasi berjalan lancar. Bayi laki-laki dengan BBL 3700 gram itu lahir tanpa kurang suatu apapun. Sehat, lengkap, normal dan lahir dengan penuh cinta. Karina sudah mengirimkan foto Arjuna Putra Yudhistira, nama anak Karina yang menurut Heni sedikit rancu dan bisa mengacaukan cerita pewayangan. Bagaimana tidak? Dalam kisah pewayangan, bapak dari Arjuna itu Prabu Pandudewanata! Bukan Yudhistira! Yudhistira itu saudara laki-laki Arjuna, bukan bapaknya! Tapi mau protes pun sia-sia. Sudah Heni lancarkan protes itu dan kau tahu apa jawaban Karina? "Ya itu kan Arjuna di cerita wayang, ini Arjuna versi aku sama Mas Yudha. Jadi ya jangan di samakan!"Begitulah pembelaan dari Dewi Karina, ibu dari Arjuna versinya sendiri dan Prabu Yudha Anggara Yudhist
Yudha berlari dengan sedikit tergesa begitu selesai menerima telepon dari Anwar. Kebetulan sekali, jadwal operasinya mundur terdesak cito operasi pasien kecelakaan yang langsung ditangani oleh spesialis bedah saraf. Jadi tanpa membuang banyak waktu Yudha segera meluncur ke VK, tempat di mana istrinya sekarang berada. Keringat sebesar biji jagung sudah membasahi wajah Yudha. Ia begitu panik dan khawatir. Bukan apa-apa, hanya saja pemeriksaan yang terakhir sedikit mengkhawatirkan. Posisi kepala janin memang sudah di bawah, yang jadi masalah tentu adalah kepala janin yang tidak mau turun ke panggul! Padahal, saat mendekati HPL harusnya posisi kepala janin sudah dibawah dan masuk ke panggul. Tapi tidak dengan jagoan Yudha. Hal yang membuat jantung Yudha takikardia karena kalau sampai kontraksi dan lain-lain lantas tidak bisa membuat kepala janin masuk panggul, tentu sudah tahu opsi apa yang harus Karina ambil, bukan? "Gimana, War?" Tanya Yudha begitu sampai di VK. Napasnya terengah-eng
"Udah sering konpal, Rin?"Heni melirik Karina yang duduk di kursi, ia trenyuh melihat perut membukit Karina yang terkadang menjadi alasan Karina sedikit kesusahan bergerak. "Dikit, kenapa?" Karina menoleh, nampak tersenyum simpul menatap Heni yang memperhatikan dirinya dari tempat Heni duduk. "Gimana rasanya, Rin? Aku lihat kayaknya kamu bahagia banget gitu." Heni menopang dagu, masih memperhatikan Karina yang sibuk mengelus perut membukitnya.Karina menatap Heni, senyumnya merekah ikut menopang dagu dan membalas tatapan kepo Heni yang tersorot sejak tadi. "Mau tau? Yakin?" Goda Karina sambil menaikkan kedua alis. Heni mencebik, ia mengangkat wajahnya, menegakkan kepala sambil mengerucutkan bibir. Ia tahu kemana arah bicara Karina, tahu apa yang akan dikatakan Karina perihal jawaban dari pertanyaan yang tadi ia lontarkan kepada Karina. "Nggak jadi kepo deh!" Heni melipat dua tangannya di dada. Pandangannya lurus ke depan, menatap pintu IGD yang tertutup dan sama sekali tidak ter
"Nah kelihatan sekarang, Yud!" Teriak Anwar yang hampir membuat Yudha melonjak. Yudha menyipitkan mata, menatap layar monitor guna melihat apa yang terpampang di sana. Sedetik kemudian senyum Yudha melebar, nampak matanya berbinar bahagia. "Jangan kau ajari baku hantam, Yud! Cukup bapaknya yang bar-bar, anaknya jangan!" Gumam Anwar sambil melirik Yudha yang masih tersenyum lebar. "Iya tuh, Dok! Takut saya diajarin macam-macam sama bapaknya nanti!" Gumam Karina yang nampak speechless dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya kelihatan juga! Setelah beberapa kali Yudha junior itu enggan menunjukkan bagian paling sensitif miliknya, kini terlihat begitu jelas di layar monitor! Laki-laki! Anak mereka laki-laki! Sesuai dengan harapan Yudha yang ingin anak pertama lelaki. Supaya bisa membantu Yudha menjaga adik perempuan dia nantinya!"Yang jelas nggak bakalan diajarin main cewek, Rin. Aku jamin itu! Bapaknya aja kuper, nggak jago deketin cewek!" Ledek Anwar yang spontan membuat Yudha meliri
Minggu ini rumah Yudha begitu sepi. Mbok Dar izin pulang kampung. Jadilah hanya Yudha dan Karina yang ada di rumah. Semoga di hari minggu ini mereka bisa lebih tenang. Tidak ada oncall atau cito atau apapun lah itu! Yudha tengah duduk santai bersandar di sofa lantai bawah ketika Karina muncul dan langsung duduk, melingkarkan kedua tangan ke tubuh Yudha dan memeluknya erat-erat. Yudha tersenyum, sudah tidak kaget lagi dia kalau Karina seperti ini. Bukankah istrinya ini memang manja? Terlebih ketika kemudian positif hamil. "Hari ini mau kemana? Pengen ngapain?" Tanya Yudha sambil mengelus-elus puncak kepala Karina. "Nggak pengen kemana-mana. Pengen kelon aja seharian." Jawabnya singkat dengan kepala bersandar di dada.Yudha terkekeh. Semenjak hamil, bisa Yudha rasakan kalau Karina begitu berbeda. Bahkan untuk urusan 'orang dewasa', Karina lebih on dari biasa. Padahal Yudha harus hati-hati betul agar anak mereka tidak kenapa-kenapa, eh malah ibunya yang terkadang terlalu 'liar' dan b
Karina dengan melangkah dengan sedikit susah payah ketika sosok itu tiba-tiba muncul dan berdiri di hadapan Karina. Sejenak Karina tertegun, namun langkah Tasya yang mantab yang jelas mendekatinya membuat Karina segera sadar dari rasa terkejutnya. Menantikan apa yang hendak Tasya katakan atau sampaikan kepadanya. "Selamat pagi, Dok!" Sapa Karina begitu Tasya sudah berdiri tepat di hadapannya. "Jangan sekaku itu sama saya, Rin. Santai saja." Gumam Tasya sambil tersenyum. Kini Karina terkejut, pasti Tasya punya sesuatu hal yang penting sampai-sampai dia menemui Karina seperti ini. Tapi apa? Apakah ada hubungannya dengan suaminya? Atau malah dengan Dinda? "Rin ...." Panggil suara itu ketika Karina hanya membisu. "Iya, Dok?" Alis Karina berkerut, fix! Tasya ada perlu dengan dirinya kalau begini! "Saya tadi ketemu suami kamu, mau minta tolong tapi dia bilang saya harus ketemu dan ngomong langsung ke kamu, Rin." Ujarnya lirih. Mata Karina membelalak, Tasya menemui suaminya? Untuk apa
"Yud!"Itu suara Andreas, Yudha menghela napas panjang. Kenapa lagi dokter anestesi itu? Suka banget sih menganggu Yudha? Heran! Yudha memperlambat langkahnya, nampak Andreas terengah-engah melangkah di sisinya. Yudha hanya melirik sekilas, apa lagi yang hendak dia bicarakan? Mengajak ghibah lagi? Atau apa? "Kenapa?" Tanya Yudha yang terus melangkahkan kaki. "Itu mantanmu si blackpink itu, dia mengundurkan diri, Yud!" Gumam Andreas dengan sangat serius. Alis Yudha terangkat. Benarkah? Tasya mengundurkan diri? Jadi dia sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit ini? Alhamdulillah, kenapa rasanya hati Yudha begitu lega? Itu artinya dia tidak perlu was-was dan Karina bisa tenang di masa kehamilannya! "Oh ya? Serius? Aku seneng dengernya, And!" Desis Yudha dengan senyum lebar. "Ah kamu!" Andreas mencebik. "Nggak ada yang bening-bening lagi, Yud!" Desis Andreas lemas. Yudha terbahak, bening? Andreas tidak tahu saja bagaimana wujud Tasya dulu. Ketika dia dan Tasya masih sama-sama berjua
Sebulan kemudian ... "Rin! Ayolah!" Yudha menarik tangan Karina, berharap sang istri yang masih terbaring di atas ranjang mau bangkit dan turun dari kasur. Karina melepaskan tangan Yudha, menggeleng dengan mantab tanpa berniat bangun dari posisi rebahan asyiknya hari itu. Yudha menghela napas panjang, ia menggeleng perlahan, sangat gemas setengah mati dengan istrinya ini. Perut Karina sudah mulai menyembul. Terlihat menggemaskan sekali di mata Yudha. Membuat Yudha rasanya ingin terus mengelus lembut perut itu kapanpun. Masalahnya cuma satu! Semenjak hamil, Karina jadi malas banget buat mandi! Dia selalu muntah parah tiap mencium aroma sabun. Semua merek dan jenis sabun sudah Yudha beli, hasilnya nihil! Bahkan sabun yang satu itu, sabun yang biasanya digunakan anak-anak untuk membersihkan cadaver juga Yudha belikan saking gemas bagaimana caranya supaya Karina mau mandi. Dan hasilnya, sama sekali tidak membuat Karina lantas mau membersihkan diri. "Sayang, mandi gih! Apa mau ke spa?