"Mau kemana!" Karina yang sudah berbaring di atas ranjang sontak melompat dan menarik tangan Yudha yang hendak keluar dari kamar.
Mereka sudah selesai membersihkan diri, sudah berganti pakaian dan semua acara sudah selesai kecuali acara kumpul bapak-bapak di depan rumah. Acara yang biasa ada selepas warga punya acara hajatan misal pernikahan atau apapun itu."Keluar dong, Rin. Di depan masih banyak orang." Yudha menatap Karina yang masih mencebik kesal, tentu saja kesal atas insiden tadi."Nggak boleh!" Karina menggeleng cepat, membuat alis Yudha berkerut."Kenapa?" Tentu itu yang Yudha tanyakan, bisa jadi perbincangan bapak-bapak dia nanti kalau sampai tidak keluar menampakkan diri."Ada Tere pasti, nggak boleh!"Yudha melongo, kenapa jadi posesif begini sih? Tapi bukan Yudha namanya kalau tidak mencari kesempatan dalam kesempitan. Nampak senyum Yudha tersungging, menatap wajah masam Karina yang masih memegang tangannya eraEntah keberanian dari mana, Karina sendiri tidak tahu. Yang jelas kini dia begitu berani membalas pagutan bibir itu. Bibir mereka bertaut beberapa saat hingga kemudian Yudha melepaskan pagutan bibir mereka, masih dengan jarak yang begitu dekat menatap mata Karina. "Bilang kalau kamu nggak bakalan ninggalin aku, Rin." Desis Yudha lirih.Bisa Karina lihat bibir itu makin merah, mengkilap sedikit basah dan entah mengapa terlihat sangat menggemaskan di mata Karina. "Ya!" Jawab Karina dengan jantung berdegup 2 kali lebih cepat. Yudha kembali mengecup bibirnya, membuat Karina kembali memejamkan mata dan hampir memekik ketika Yudha lantas mengangkat tubuhnya. Mau dibawa kemana? Karina mencengkeram kuat lengan Yudha ketika tubuhnya dibaringkan dengan begitu lembut di atas ranjang. Yudha tidak lagi banyak bicara, tidak mengizinkan Karina bicara karena ia langsung membungkam Karina dengannya bibirnya. Karina terkejut ketika tubuh itu kembali menindihnya, menjalarkan sen
Senyum Karina yang merekah sejak mereka keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah sontak lenyap ketika mereka dapati gadis itu ada di antara tamu yang duduk. Penampilannya masih sama seperti tadi, norak dengan bedak yang terlalu putih sampai leher dan wajahnya berbeda warna. Karina sendiri heran, bedak apa yang gadis itu pakai sampai-sampai begitu jauh dari tone asli warna kulitnya? Atau jangan-jangan dia pakai tepung beras punya ibunya? Begitu? Karina langsung mengaitkan tangannya pada lengan sang suami, sengaja menepel untuk memanasi gadis itu. Berharap nya sih dia pergi dan kembali pulang ke rumahnya sendiri. Tapi agaknya Karina lupa kalau gadis ini begitu udik dan lebay setengah mati."Cie Pak Dokter akhirnya kawin juga!" Sorak beberapa lelaki yang nampak seumuran dengan Yudha.Yudha menggamit tangan Karina, membawa sang istri menemui teman-temannya membuat Karina tersenyum begitu manis ketika melewati gadis itu, bisa Karina lihat dari sudut mata, T
"Enaknya tidur aja!" Jawab Karina ketus, ia lantas mempererat pelukannya pada guling, mengabaikan Yudha yang nampak kaget dengan aksi penolakannya. "Sayang, serius nih!" Yudha tampak tidak terima, ia mengangkat kepalanya dan menatap Karina yang masih cemberut. "Serius! Moodku ilang!" Karina menutupi wajahnya, nampak terlihat masih sangat kesal sekali. Yudha kontan garuk-garuk kepala. Dia salah apa lagi sih? Sudah bener tinggal celup loh tadi! Dan sekarang dia harus mulai lebih awal dengan merayu Karina lagi? Astaga! Kenapa jadi dia yang kena? Kesal dan marahnya sama Tere, kenapa Yudha yang harus menanggung akibatnya sih? "Kan tadi janji? Pengen apa deh, coba bilang sini, Sayang!" Harus sabar! Bukankah itu yang terus menerus Ahmad ingatkan padanya ketika dia hendak menikah Karina? Tentu Yudha ingat betul itu! Karina melepaskan pelukannya pada guling, bangkit dan duduk dengan wajah yang masih sangat tidak bersahabat. Yudha pun menghela
"MAS ... SAKIT!"Ini benar-benar sakit! Karina tidak bohong. Ya walaupun benda itu belum masuk lebih jauh ke dalam tubuhnya, tapi ini sungguh sakit! Yudha bergeming, tidak berani melanjutkan lebih jauh ketika melihat mata itu memerah. Wajah sang istri sudah banjir keringat, membuat Yudha sedikit iba dan menanti Karina benar-benar siap sepenuhnya. "Bentar doang sakingnya, Sayang! Serius deh!" Apakah iya hanya sebentar rasa sakit itu menguasai Karina? Entah, Yudha sendiri tidak tahu, ini juga merupakan momen pertama dalam seumur hidup Yudha. Ia hanya mencoba membujuk, menenangkan Karina yang nampak sudah hendak menyerah, padahal permainan baru mereka mulai, bukan? Karina menghirup napas dalam-dalam, menghembuskan perlahan-lahan dan dia ulangi sampai beberapa kali, hingga kemudian matanya terpejam kepalanya mengangguk perlahan sebagai kode bahwa apapun itu, dia siap jika Yudha hendak melanjutkan.Yudha tersenyum, menjatuhkan sebuah kecupa
"OM YUDHA!"Teriakan riang dan manja itu sontak melenyapkan segala kesal yang tadi menguasai Yudha. Senyum Yudha merekah ketika gadis itu sudah duduk di sebelah Karina, mereka nampak tengah asyik mengobrol, membuat Yudha melangkah mendekati mereka berdua. "Loh, Rara belum bobok?" Tangan Yudha mengelus lembut kepala Rara, duduk tepat di sisinya hingga kini Rara berada di tengah-tengah mereka. "Lala mau bobok cini. Kelonin kayak biaca, ya Om?" Sebuah permintaan polos yang tidak mampu Yudha tolak. "Udah pakai pampers? Nggak ngompol, kan?" Goda Yudha sambil mencolek hidung pesek milik Rara. "Lala udah pakai pamples, nggak akan ngompol." Jawabnya dengan logat menggemaskan. Tawa Yudha pecah, ia mengangguk lalu menatap Karina yang nampak ikut tertawa itu. Sorot mata Yudha seperti tengah meminta persetujuan dari Karina. Sebuah kode yang langsung dibalas anggukan kepala dari Karina. "Oke, bobok sekarang, ya? Udah malam loh!
Karina melangkahkan kaki dengan santai menuju dapur, ia sudah beres mandi. Hendak mencoba membantu apapun pekerjaan yang bisa dia lakukan, meskipun sebenarnya kalau disuruh kerja di dapur satu-satunya hal yang bisa Karina lakukan dengan baik adalah mencuci piring. Tapi tidak ada salahnya mencoba membantu, bukan?Senyum dan langkah kakinya terhenti ketika melihat sosok itu pagi-pagi sekali sudah nangkring di dapur mertuanya. Dengan dandanan norak yang masih sama, ia nampak tengah membantu mengupas bawang merah.Karina menghela napas panjang, bagaimana cara mengusir hama itu dari sini? Karina yakin sekali bahwa rencana perjodohan gila yang ibu mertuanya usulkan adalah buah rayuan dan sedikit paksaan dari gadis itu. Kalau tidak, mana mungkin Ningsih rela anaknya yang ganteng mana dokter spesialis menikah dengan makhluk model macam itu?Karina memantapkan langkah tetap menuju dapur, dan benar saja, baru sampai depan pintu, Tere sudah mulai cari gara-gara denga
"Mas, tunggu!" Karina pasrah saja ditarik Yudha kembali naik, tapi dia begitu penasaran dengan Profesor Julianto!Ia benar-benar tidak pernah mendengar nama itu. Jadi tidak ada salahnya dia penasaran dan ingin tahu perihal sosok itu, bukan? "Apa sih? Mau ribut lagi sama Tere? Udah ah, aku nggak mau mood kamu jadi jelek terus aku lagi nanti yang kena." Yudha terus menapaki anak tangga buru-buru membawa Karina masuk begitu sampai di kamar.Ribut lagi sana Tere? Apakah tidak ada hal lain yang lebih berguna dan bermanfaat yang bisa Karina lakukan selain ribut dengan gadis itu? "Bukan itu!" Karina mengkoreksi, siapa juga yang mau ribut terus-terusan sama gadis nggak jelas itu? Tentu Karina ogah!"Lantas?" alis Yudha berkerut, menatap sang istri dengan seksama."Cuma mau tanya, Profesor Julianto itu siapa? Namanya asing, aku belum pernah denger."Mendengar itu tawa Yudha sontak pecah. Ia tertawa terbahak-bahak, membuat Karin
Karina menjatuhkan diri duduk di tepi ranjang, sementara Yudha menghela napas panjang sambil geleng-geleng kepala. Bahkan hanya mencium Karina saja Yudha tidak bebas! Bagaimana mau menggarapi istrinya kalau kayak gini? "Kenapa nggak dikunci sih, Mas?" Wajah Karina merah padam, bagaimana tidak malu? Kepergok ibu mertua tengah berciuman dengan begitu panas macam tadi, siapapun pasti akan malu, bukan? "Ya mana Mas tahu kalau ibu mau tiba-tiba masuk, Sayang?" Yudha sendiri pun sama merah wajahnya. Kenapa begitu absurb sih perjalanan awal pernikahan mereka? Setelah akhirnya Yudha dan Karina berdamai dan saling mengakui perasaan masing-masing. "Malu tau, Mas!" Desis Karina sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya ia ingin ngakak menertawakan hal gila yang ia dan Yudha alami di rumah mertuanya ini, pantas saja sang suami sampai rela berbohong dan menciptakan tokoh fiksi bersama Profesor Julianto tadi, jadi karena ini? "Kamu pikir Mas ini
Yudha tersenyum melihat pemandangan di depannya itu. Kalau saja tidak ada ibu dan mertuanya di sini, mungkin Yudha sudah sesegukan menangis. Bagaimana tidak? Yudha tidak pernah berpikir kalau kemudian dia bisa sampai pada tahap ini, tahap di mana dia akhirnya bisa menyandang dua gelar yang dulu sama sekali tidak pernah terlintas dalam benaknya.Jadi suami dan seorang ayah!Ternyata rasanya sebahagia ini! Begitu bahagia sampai-sampai Yudha tidak bisa mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata-kata.Yudha melangkah mendekat, menatap dengan saksama bagaimana manisnya Arjuna yang tengah menyusu pada ibunya."Hai, Jun ... ketahuilah, yang kau nikmati itu dulu jatah ayahmu." bisik Yudha yang langsung dapat sebuah tabokan dari Karina.Yudha terkekeh, dikecupnya puncak kepala Juna dengan penuh kasih sayang. Lalu tidak lupa puncak kepala Karina. Yudha mencintai dan mengasihi keduanya, bukan hanya salah satu saja."Kapan boleh pulang, Mas?" tanya Karina setelah Yudha duduk di kursi yang ada di sam
"Ini bagus!" Brian menunjuk setelan piyama lengan panjang merek ternama dengan warna biru dan motif roket yang ada di tangan Heni. Mereka berdua tengah sibuk memilih perintilan perbayian untuk isi parcel hadiah lahiran dari Heni untuk Karina. Operasi berjalan lancar. Bayi laki-laki dengan BBL 3700 gram itu lahir tanpa kurang suatu apapun. Sehat, lengkap, normal dan lahir dengan penuh cinta. Karina sudah mengirimkan foto Arjuna Putra Yudhistira, nama anak Karina yang menurut Heni sedikit rancu dan bisa mengacaukan cerita pewayangan. Bagaimana tidak? Dalam kisah pewayangan, bapak dari Arjuna itu Prabu Pandudewanata! Bukan Yudhistira! Yudhistira itu saudara laki-laki Arjuna, bukan bapaknya! Tapi mau protes pun sia-sia. Sudah Heni lancarkan protes itu dan kau tahu apa jawaban Karina? "Ya itu kan Arjuna di cerita wayang, ini Arjuna versi aku sama Mas Yudha. Jadi ya jangan di samakan!"Begitulah pembelaan dari Dewi Karina, ibu dari Arjuna versinya sendiri dan Prabu Yudha Anggara Yudhist
Yudha berlari dengan sedikit tergesa begitu selesai menerima telepon dari Anwar. Kebetulan sekali, jadwal operasinya mundur terdesak cito operasi pasien kecelakaan yang langsung ditangani oleh spesialis bedah saraf. Jadi tanpa membuang banyak waktu Yudha segera meluncur ke VK, tempat di mana istrinya sekarang berada. Keringat sebesar biji jagung sudah membasahi wajah Yudha. Ia begitu panik dan khawatir. Bukan apa-apa, hanya saja pemeriksaan yang terakhir sedikit mengkhawatirkan. Posisi kepala janin memang sudah di bawah, yang jadi masalah tentu adalah kepala janin yang tidak mau turun ke panggul! Padahal, saat mendekati HPL harusnya posisi kepala janin sudah dibawah dan masuk ke panggul. Tapi tidak dengan jagoan Yudha. Hal yang membuat jantung Yudha takikardia karena kalau sampai kontraksi dan lain-lain lantas tidak bisa membuat kepala janin masuk panggul, tentu sudah tahu opsi apa yang harus Karina ambil, bukan? "Gimana, War?" Tanya Yudha begitu sampai di VK. Napasnya terengah-eng
"Udah sering konpal, Rin?"Heni melirik Karina yang duduk di kursi, ia trenyuh melihat perut membukit Karina yang terkadang menjadi alasan Karina sedikit kesusahan bergerak. "Dikit, kenapa?" Karina menoleh, nampak tersenyum simpul menatap Heni yang memperhatikan dirinya dari tempat Heni duduk. "Gimana rasanya, Rin? Aku lihat kayaknya kamu bahagia banget gitu." Heni menopang dagu, masih memperhatikan Karina yang sibuk mengelus perut membukitnya.Karina menatap Heni, senyumnya merekah ikut menopang dagu dan membalas tatapan kepo Heni yang tersorot sejak tadi. "Mau tau? Yakin?" Goda Karina sambil menaikkan kedua alis. Heni mencebik, ia mengangkat wajahnya, menegakkan kepala sambil mengerucutkan bibir. Ia tahu kemana arah bicara Karina, tahu apa yang akan dikatakan Karina perihal jawaban dari pertanyaan yang tadi ia lontarkan kepada Karina. "Nggak jadi kepo deh!" Heni melipat dua tangannya di dada. Pandangannya lurus ke depan, menatap pintu IGD yang tertutup dan sama sekali tidak ter
"Nah kelihatan sekarang, Yud!" Teriak Anwar yang hampir membuat Yudha melonjak. Yudha menyipitkan mata, menatap layar monitor guna melihat apa yang terpampang di sana. Sedetik kemudian senyum Yudha melebar, nampak matanya berbinar bahagia. "Jangan kau ajari baku hantam, Yud! Cukup bapaknya yang bar-bar, anaknya jangan!" Gumam Anwar sambil melirik Yudha yang masih tersenyum lebar. "Iya tuh, Dok! Takut saya diajarin macam-macam sama bapaknya nanti!" Gumam Karina yang nampak speechless dengan mata berkaca-kaca. Akhirnya kelihatan juga! Setelah beberapa kali Yudha junior itu enggan menunjukkan bagian paling sensitif miliknya, kini terlihat begitu jelas di layar monitor! Laki-laki! Anak mereka laki-laki! Sesuai dengan harapan Yudha yang ingin anak pertama lelaki. Supaya bisa membantu Yudha menjaga adik perempuan dia nantinya!"Yang jelas nggak bakalan diajarin main cewek, Rin. Aku jamin itu! Bapaknya aja kuper, nggak jago deketin cewek!" Ledek Anwar yang spontan membuat Yudha meliri
Minggu ini rumah Yudha begitu sepi. Mbok Dar izin pulang kampung. Jadilah hanya Yudha dan Karina yang ada di rumah. Semoga di hari minggu ini mereka bisa lebih tenang. Tidak ada oncall atau cito atau apapun lah itu! Yudha tengah duduk santai bersandar di sofa lantai bawah ketika Karina muncul dan langsung duduk, melingkarkan kedua tangan ke tubuh Yudha dan memeluknya erat-erat. Yudha tersenyum, sudah tidak kaget lagi dia kalau Karina seperti ini. Bukankah istrinya ini memang manja? Terlebih ketika kemudian positif hamil. "Hari ini mau kemana? Pengen ngapain?" Tanya Yudha sambil mengelus-elus puncak kepala Karina. "Nggak pengen kemana-mana. Pengen kelon aja seharian." Jawabnya singkat dengan kepala bersandar di dada.Yudha terkekeh. Semenjak hamil, bisa Yudha rasakan kalau Karina begitu berbeda. Bahkan untuk urusan 'orang dewasa', Karina lebih on dari biasa. Padahal Yudha harus hati-hati betul agar anak mereka tidak kenapa-kenapa, eh malah ibunya yang terkadang terlalu 'liar' dan b
Karina dengan melangkah dengan sedikit susah payah ketika sosok itu tiba-tiba muncul dan berdiri di hadapan Karina. Sejenak Karina tertegun, namun langkah Tasya yang mantab yang jelas mendekatinya membuat Karina segera sadar dari rasa terkejutnya. Menantikan apa yang hendak Tasya katakan atau sampaikan kepadanya. "Selamat pagi, Dok!" Sapa Karina begitu Tasya sudah berdiri tepat di hadapannya. "Jangan sekaku itu sama saya, Rin. Santai saja." Gumam Tasya sambil tersenyum. Kini Karina terkejut, pasti Tasya punya sesuatu hal yang penting sampai-sampai dia menemui Karina seperti ini. Tapi apa? Apakah ada hubungannya dengan suaminya? Atau malah dengan Dinda? "Rin ...." Panggil suara itu ketika Karina hanya membisu. "Iya, Dok?" Alis Karina berkerut, fix! Tasya ada perlu dengan dirinya kalau begini! "Saya tadi ketemu suami kamu, mau minta tolong tapi dia bilang saya harus ketemu dan ngomong langsung ke kamu, Rin." Ujarnya lirih. Mata Karina membelalak, Tasya menemui suaminya? Untuk apa
"Yud!"Itu suara Andreas, Yudha menghela napas panjang. Kenapa lagi dokter anestesi itu? Suka banget sih menganggu Yudha? Heran! Yudha memperlambat langkahnya, nampak Andreas terengah-engah melangkah di sisinya. Yudha hanya melirik sekilas, apa lagi yang hendak dia bicarakan? Mengajak ghibah lagi? Atau apa? "Kenapa?" Tanya Yudha yang terus melangkahkan kaki. "Itu mantanmu si blackpink itu, dia mengundurkan diri, Yud!" Gumam Andreas dengan sangat serius. Alis Yudha terangkat. Benarkah? Tasya mengundurkan diri? Jadi dia sudah tidak lagi bekerja di rumah sakit ini? Alhamdulillah, kenapa rasanya hati Yudha begitu lega? Itu artinya dia tidak perlu was-was dan Karina bisa tenang di masa kehamilannya! "Oh ya? Serius? Aku seneng dengernya, And!" Desis Yudha dengan senyum lebar. "Ah kamu!" Andreas mencebik. "Nggak ada yang bening-bening lagi, Yud!" Desis Andreas lemas. Yudha terbahak, bening? Andreas tidak tahu saja bagaimana wujud Tasya dulu. Ketika dia dan Tasya masih sama-sama berjua
Sebulan kemudian ... "Rin! Ayolah!" Yudha menarik tangan Karina, berharap sang istri yang masih terbaring di atas ranjang mau bangkit dan turun dari kasur. Karina melepaskan tangan Yudha, menggeleng dengan mantab tanpa berniat bangun dari posisi rebahan asyiknya hari itu. Yudha menghela napas panjang, ia menggeleng perlahan, sangat gemas setengah mati dengan istrinya ini. Perut Karina sudah mulai menyembul. Terlihat menggemaskan sekali di mata Yudha. Membuat Yudha rasanya ingin terus mengelus lembut perut itu kapanpun. Masalahnya cuma satu! Semenjak hamil, Karina jadi malas banget buat mandi! Dia selalu muntah parah tiap mencium aroma sabun. Semua merek dan jenis sabun sudah Yudha beli, hasilnya nihil! Bahkan sabun yang satu itu, sabun yang biasanya digunakan anak-anak untuk membersihkan cadaver juga Yudha belikan saking gemas bagaimana caranya supaya Karina mau mandi. Dan hasilnya, sama sekali tidak membuat Karina lantas mau membersihkan diri. "Sayang, mandi gih! Apa mau ke spa?