Beranda / Romansa / Andai Semua Berbeda / 214. Kabar dari Panti

Share

214. Kabar dari Panti

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Akhirnya ..." Fea turun dari mobil. 

Dia pandangi sekelilingnya. Kembali ke rumah besar, kembali pada kenyataan hidupnya.

"Sudah kangen rumah? Aku masih mau lebih lama berkelana denganmu." Arnon berdiri di sisi Fea.

"Kangen kesayangan kita. Pingin peluk dan ucel-ucel mereka." Senyum Fea melebar.

"Kenapa sepi, ya? Apa mereka tidak di rumah?" Arnon merasa aneh. Jika anak-anak di rumah, biasanya terdengar seruan dan teriakan. Entah mereka gembira atau sedang bertengkar.

"Selamat sore, Tuan Muda, Nyonya Muda!" Rahmat yang menyambut Arnon dan Fea.

"Pak Rahmat!" Arnon menoleh. "Mana anak-anak?"

"Mereka ke rumah sakit, Tuan Muda." Rahmat mengangkat koper Arnon dan Fea.

"Rumah sakit?" Fea dan Arnon bersamaan menyahut.

"Arfen atau Fernan yang sakit?" Seketika Fea menghentikan langkah. Tentu saja dia sangat terkejut. Tidak dapat berita apapun sebelum mereka kembali pulang, kenapa saat tiba di rumah justru kabar buruk yang di

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Andai Semua Berbeda   215. Demi Seorang Anak

    "Hai, Sher ... Kenapa?" Fea keluar kamar, menerima telpon dari Sherlita."Fea, Davis rewel terus. Ga bisa tidur. Minum susu udah, Aku kipas-kipas biar ga kepanasan udah. Aku cek dia ga pup, ga juga pipis. Bingung aku. Nangis terus. Gimana ini?" Terdengar Sherlita bingung dengan bayinya."Masuk angin kali, Sher. Perutnya kembung, ga?" Fea mencoba menduga."Bentar, aku lihat." Sherlita menjawab.Fea menunggu, sambil dia melangkah menuju ke ruang makan. Fea menghampiri kulkas, mengambil susu UHT dan menuang ke gelas yang ada di meja."Kayaknya nggak, deh. Duh, kenapa, ya? Kasihan banget ini." Sherlita cemas."Hmm ..." Fea meletakkan kotak susu di meja. Dia duduk sambil memegang gelasnya. "Periksa di kakinya, apa ada ruam.""Kaki ..." Sherlita belum terlalu paham. Fea menjelaskan lagi yang dia maksud."Astaga, benar. Aduh, kok bisa gitu, Fea? Lalu gimana ini?" Sherlita terdengar makin cemas."Tenang, Sher. Itu wajar sa

  • Andai Semua Berbeda   216. Permintaan Rania

    Fea masih menunggu di depan ruangan itu. Suara tangis bayi tak lagi terdengar. Fea makin penasaran, tapi tidak bisa melakukan yang lain, kecuali menunggu. Hingga hampir dua puluh menit berlalu, pintu ruangan terbuka. Fea menoleh cepat ke arah pintu dan melihat Irvan berdiri di sana dengan bayi mungil dalam gendongannya."Oh, my God ..." Fea dengan cepat menghampiri dan melihat bayi kecil itu."Dia lucu sekali. Kulitnya merah, rambutnya hitam dan halus," kata Fea penuh rasa kagum."Laki-laki, Fea. Lengkap sudah. Aku punya Mutiara dan sekarang Tuhan kirimkan Bima Perkasa. Dia akan jadi anak yang kuat." Irvan menatap bayinya dengan penuh sayang."Ah, nama yang bagus." Fea tersenyum. "Lalu Stefi?""Sebentar lagi akan dipindah ke ruangan. Aku akan bawa Bima ke kamar lebih dulu," jawab Irvan."Baiklah, aku akan temani Stefi. Selamat ya, buat kelahiran Bima," kata Fea dengan hati penuh kegembiraan."Thank you." Irvab meneruskan langkahnya. B

  • Andai Semua Berbeda   217. Kalau Bukan Kamu ...

    "Terima kasih banyak. Kalian repot-repot datang. Saya tahu kalian pasti sibuk, apalagi Pak Arnon." Bu Liani menyalami Arnon dan Fea. "Kami senang bisa datang lagi, Bu. Si kembar juga lama tidak bertemu teman-temannya di sini." Fea tersneyum. Jadi juga akhirnya Arnon ikut mengantar si kembar datang ke panti membawakan hadiah ulang tahun buat Ivo. Bocah manis dengan rambut sepunggung itu genap tujuh tahun. Dia sangat senang mendapat hadiah ulang tahun dari si kembar. "Anak-anak di sini tidak biasa merayakan ulang tahun. Kami hanya bernyanyi dan berdoa bersama untuk mereka yang ulang tahun. Sengaja saya tidak biasakan, sebab tidak selalu ada berkat lebih. Saya kuatir jika satu dapat acara, yang lain tidak, maka mereka akan timbul rasa iri." Liani menjelaskan kebiasaan di panti itu. "Ya, bisa dipahami, Bu. Justru aku jadi tidak enak. Apa tidak cemburu yang lain, karena hari ini Ivo dapat kiriman hadiah ulang tahun?" Arnon melihat ke arah Ivo dan si kembar. Bersama beberapa teman lain,

  • Andai Semua Berbeda   218. Tentang Bayi dari Panti

    "Pertolongan di antara teman itu wajar, aku setuju. Tetapi yang kamu dan Arnon lakukan, itu luar biasa. Karena kalian melakukannya bukan saat keadaan kalian baik-baik saja. Kalian masih memikirkan orang lain. Berkorban begitu banyak." Rania meneruskan apa yang lama tersimpan di hatinya.Fea dan Arnon saling memandang."Aku sangat mengerti kalau rumah ini, rumah yang pasti sangat melekat untuk kamu, Fea. Rumah ini tanda cinta Arnon buat kamu." Rania melihat pada Fea dan Arnon. "Ya, meski awalnya aku sempat merasa Arnon tidak serius dengan cintanya, hanya tidak mau kehilangan sahabat kecilnya ..."Arnon mengernyit menatap Rania."Sorry, kamu boleh tersinggung." Rania mengangkat kedua tangannya. "Aku harus jujur, aku takut Fea hanya terluka karena kamu. Ya, gimana ... waktu itu kamu ...""Playboy cap onta. Aku tahu julukanku dari kamu." Arnon tersenyum sambil melirik Rania."Maafkan aku, Arnon ..." ujar Rania merasa tidak enak juga."Itu

  • Andai Semua Berbeda   219. Kecurigaan Tak Berdasar

    Fea memandang pada Herni. Dalam gendongan wanita itu ada seorang anak laki-laki, kira-kira usia tujuh tahun. Dia memeluk Herni dengan senyum lebar, bergelayut manja.Herni menurunkan bocah itu. "Didin, main di sana, ya? Boleh main lego. Nanti Ibu lihat kamu buat bangunan.""Oke." Mengangguk dengan senyum lebar, lalu anak laki-laki itu bergegas menuju ke tengah ruangan mengambil kotak mainannya."Kami sayang anak-anak, Bu Fea. Yang terbaik yang kami akan lakukan. Jika kami merasa sada sesuatu yang ternyata akan merugikan anak-anak, kami tentu tidak akan melepaskan mereka ke tangan orang lain." Herni meneruskan penjelasannya.Fea tersenyum mendengar yang Herni ucapkan."Kami juga menekankan pada anak-anak. Mereka memang tinggal di panti asuhan. Tetapi kita di sini adalah keluarga. Ini rumah mereka. Mereka tidak akan merasa terbuang dan tersisihkan, sebab mereka punya orang tua yang sayang pada mereka." Bu Liani manambahkan."Senang sekali mend

  • Andai Semua Berbeda   220. Kamu Mau Dapat Hadiah Apa?

    Jam enam sore, Arnon belum juga tiba di rumah. Fea sedikit gelisah. Arnon tidak ada memberi kabar akan pulang lambat. Apakah ada sesuatu tiab-tiba di kantornya? Fea mengirim pesan dan bertanya. Hingga beberapa lama belum ada balasan juga. Kesimpulan Fea, Arnon memang sibuk. Fea tidak sabar, dia menghubungi ke kantor, diterima pegawai front office. Ternyata ada tamu mendadak, sehingga Arnon harus menemui mereka. Fea menenangkan hatinya. Yang penting bukan karena ada masalah. Fea memanggil si kembar, mengajak mereka makan malam bersama. Rencana Fea ingin mengajak makan malam Arnon juga, lalu memulai kejutan khusus malam itu. Sayang, langkah pertama harus tertunda. "Tenang ... pasti bisa. Keep fighting, Fea." Fea menyemangati dirinya. Makan malam berlalu. Anak-anak sudah sibuk di kamar, ditemani Fea mengerjakan tugas mewarna. Setiap sekian menit Fea menengok ke arloji di tangannya, gelisah, Arnon tidak juga datang. "Mama, ini ... udah," kata Fernan sambil menyodorkan pekerjaannya. "

  • Andai Semua Berbeda   221. Kamu Ternyata Mengerjai Aku?

    Arnon Fea membuka mata. Dia merasakan sentuhan lembut di bibirnya. Arnon ada di depannya tersenyum manis."Pagi, Sayang. Kamu capek sekali? Sampai tidak bisa bangun.""Hah?" Fea bergegas bangun dan duduk. "Jam berapa ini?""Setengah delapan." Arnon duduk di sisi Fea."Astaga. Bagaimana bisa aku ga sadar? Sekolah? Si kembar ...""Ini tanggal merah. Mereka libur." Arnon tersenyum."Aishh, aku sampai lupa hari." Fea merasa konyol."Itulah kenapa, aku kemarin mau saja menerima tamu sampai malam. Karena hari ini libur dan terlalu lama urusan jika ditunda sampai besok." Arnon mengambil nampan yang ada di atas nakas. Dia letakkan di depan Fea."Sesekali sarapan di kamar, boleh juga, kan?" Arnon tersenyum."Roti bakar, coklat panas. Terima kasih, Ar. Suami idaman sekali." Fea tampak senang."Thank you," sahut Arnon."Kita berdoa dulu." Fea menundukkan kepala. Arnon mengikutinya. Fea menaikkan doa syukur dan m

  • Andai Semua Berbeda   222. Aku Harus Bagaimana?

    Fea segera menelpon Tinah. Dia tidak tahu ada apa. Tapi Fea bisa menduga ada sesuatu yang terjadi."Iya, Bu, kenapa?" Fea bicara di telpon.Arnon melirik padanya, lalu balik memperhatikan jalanan."Fea, bagaimana, ya? Aku takut sekali. Tapi tidak tahu mau bicara dengan siapa. Aku tidak mau ada yang mengira aku mengada-ada." Tinah bicara dengan gelisah."Ada apa, Bu? Katakan saja. Aku pasti akan bantu." Fea mencoba menenangkan Tinah."Justru itu, Fea. Aku merasa tidak enak. Sejak kalian ke panti, sudah banyak sekali yang kalian lakukan buat kami. Jujur, aku maju mundur mau bilang. Aku tidak mau makin merepotkan kamu. Tapi, kalau aku tidak beritahu seseorang, bisa jadi ada yang lebih buruk akan terjadi." Tinah masih belum mau mengatakan ada apa."Bu, mesti bilang dulu kenapa. Aku juga jadi bingung kalau begini," ujar Fea.Arnon kembali menoleh. Mendengar kata-kata Fea, Arnon pun penasaran."Aku ga bisa bilang di telpon. Kalau kir

Bab terbaru

  • Andai Semua Berbeda   Extra Part - The Double Twins

    Tawa lepas terdengar di tepi pantai. Dibarengi suara deburan ombak yang tak mau menunda hentakannya menerjang bibir pantai luas dan indah. Angin semakin kencang bertiup, seolah-olah memaksa awan-awan bergerak cepat dan segera berganti bentuk menghias biru langit.Pohon-pohon di tepi pantai berkejaran menggoyangkan dahan dan daun-daun yang memenuhi batangnya. Seakan-akan menari menikmati hari yang cerah. Sesekali terdengar desauan suara gesekan dedaunan itu."Sayang ... lihat apa?" Arnon memencet hidung Fea.Fea gelagapan. Dia pegang tangan Arnon, menoleh padanya."Memperhatikan anak-anak. Rasanya belum lama aku berjuang membawa mereka lahir, ternyata mereka sudah mulai gede." Senyum Fea mengembang manis. Dia lepaskan tangan Arnon dan merapikan helaian rambutnya yang menutupi wajah karena tiupan angin."Kamu benar. Arnon dan Fernan suaranya mulai berubah. Tingginya sudah melampaui kamu. Dan sudah mulai ngerti cewek cantik." Arnon ikut tersenyum leba

  • Andai Semua Berbeda   235. Andai Semua Berbeda

    Arnon memegang lengan Fea, meminta dia menurunkan tangan. Fea menggeleng. Dia kesal karena perjalanan itu terganggu gara-gara dia sakit. "Sayang, kenapa?" ulang Arnon. "Kenapa aku sakit? Harusnya kita happy, menikmati semuanya." Fea sedikit merajuk. Arnon menggeser kursinya, merapat pada Fea dan memeluknya. "Jangan sedih. Sakit itu ga bisa ditolak. Sudah, ga apa-apa." "Hhmm, uuhhkkk ..." Fea kembali merasa mual. Sedang pusing yang mendera kembali datang. "Kita ke dokter saja. Ga bisa kayak gini. Ini sudah campur-campur sakitnya. Ayo!" Arnon tidak bisa menunggu. Lebih baik mencari obat yang benar, agar Fea segera pulih. Sebab masih dua hari lagi perjalanan mereka. Dengan tubuh sedikit oleng, Fea menurut. Arnon menuntunnya masuk ke dalam mobil. Arnon segera browsing mencari klinik terdekat. "Good, hanya sepuluh menit dari sini. Kita pergi." Arnon dengan cepat melaju di jalanan. Pulau itu tidak sepadat kota asa

  • Andai Semua Berbeda   234. Senyum Berubah Menjadi Rasa Cemas

    Arnon memandang Fea. Dia tahu, Fea benar-benar lupa ada apa dengan salah satu kembar mereka."Pulang, bisakah ada adik di perut Mama?" Fea mengulang yang Fernan katakan.Fea memeluk Arnon seketika. Senyumnya melebar. "Iya, ingat. Tapi aku mau jalan-jalan. Rugi kalau jauh-jauh hanya untuk rebahan di kamar.""Hee ... hee ..." Arnon tersenyum lebar. "Oke, kita tidur. Besok kita berpetualang di luar pagi hingga siang. Malam, petualangan di atas kasur. Jangan menolak, Sayang ..."Fea tidak menyahut, tidak juga menolak. Yang terjadi terjadilah. Dia juga berharap jika Tuhan kehendaki, maka dia akan segera mengandung. Namun, jika tidak, dia pasrah. Tuhan yang lebih tahu, apakah baik buta dia dan Arnon, juga anak-anak, jika ada anggota keluarga baru.Malam dengan cepat berlalu, pagi pun menyapa lagi.Arnon dan Fea mulai berkelana di pulau cantik itu. Awal, mereka datang ke resto Hervina. Hervina sendiri yang menjemput dari hotel. Fea dan Arnon dijamu

  • Andai Semua Berbeda   233. Jangan Lepaskan

    Arnon pun tidak kalah terkejut saat mengenali wanita yang memanggilnya. Apa dia harus menemuinya? Tetapi langkah mereka memang terarah ke tempat di mana wanita cantik dengan postur tinggi dan langsing itu berada."Kamu akan menemuinya?" tanya Fea."Kenapa tidak? Aku bersama kamu. Kita temui sama-sama." Arnon memegang erat tangan Fea.Mereka melangkah mendekat pada wanita itu."Selamat datang di pulau cantik ini. Selamat berpetualang." Senyum manisnya, masih sama seperti dulu, itu yang Arnon lihat."Maaf, Kak Hervi ga bisa jemput. Hari ini restonya ada acara wedding, jadi dia pastikan semua berjalan lancar." Suaranya ceria dan terdengar ramah."Kamu dan Hervina?" Arnon menatap wanita itu."Namaku Widya Sukma Adijaya. Kamu teman kuliah Kak Hervi, pasti ingat namanya." Widya berkata sambil tersenyum lebar.Arnon mengerutkan kening. "Aku tidak ingat lengkapnya, tapi ya ... Hervina ... belakangnya Adijaya. Jadi dia kakakmu?"

  • Andai Semua Berbeda   232. Tumpeng Buat Tinah

    Fea menatap Arnon lekat-lekat. Seketika suasana riuh dan meriha itu tidak manis lagi. Kenapa Arnon mengatakan itu? Wajahnya tegas, membalas tatapan Fea. Apakah Arnon sebenarnya terpaksa datang ke panti? "Kamu kenapa?" tanya Fea. "Tidak bisa menikmati acara ini." Arnon mengatakan lebih tegas. "Kamu tidak ingin datang? Aku sudah bertanya lebih dulu, Ar, kamu bisa atau tidak. Kamu iyakan, kamu bilang Sabtu ini kosong, ga ada urusan mendesak. Makanya aku siapkan semua, bukan, kamu bahkan membantu menyiapkan ..." "Bagaimana bisa menikmati acara, kalau di sisiku ada bidadari cantik membuat aku tak bisa berkedip?" Arnon berkata dengan mata menghujam dua bola mata Fea, tanpa berkedip. "Ahh ..." Fea seketika menghela nafas panjang. "Arnon ..." Arnon tersenyum. Dia raih tangan Fea dan menggenggamnya. "Thank you." Fea ikut tersenyum. "Thank you buat apa?" "Aku mungkin akan bilang berulang-ulang, tapi akan tetap mengatakannya lagi.

  • Andai Semua Berbeda   231. Tak Mudah Menyelami Hati

    "Itulah, memang tidak mudah menyelami hati seseorang. Boleh dibilang, aku setuju dengan pepatah yang mengatakan, dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu," ujar Fea."Jawab saja, pakai melantunkan peribahasa segala. Hee ... hee ..." Sherlita merasa lucu dengan jawaban Fea."Pak Rido, dia terjebak banyak hutang. Karena diam-diam dia suka berjudi. Awalnya dia dapat uang dari pinjaman online. Kamu bisa bayangkan seperti apa jeratan pinjaman online apalagi yang asal begitu." Fea memulai penjelasannya."Waduh, kok ngeri aku," ujar Sherlita. Tak dia bayangkan itu yang terjadi. "Karena judi Rido nekad memperjualbelikan anak-anak?""Awalnya dia ga bermaksud begitu. Hanya dia melihat ada peluang dapat uang gede. Tanpa pikir panjang, dia iya saja. Dan sudah terlanjur ada perjanjian untuk menyerahkan anak itu." Fea menambahkan."Lalu, setelah tahu kenyataannya?" Sherlita makin penasaran."Menurut yang aku dengar, dia menyesal, t

  • Andai Semua Berbeda   230. Kejutan Kawan Lama

    Ahmad tersenyum. "Monggo, dibuka saja, Nyonya Muda." Fea ikut tersenyum lebar. "Makasih, Pak." "Sami-sami, Nyonya." Ahmad mengangguk dan berbalik meninggalkan Fea dan Arnon. "Penasaran. Undangan pernikahan kali." Arnon berkomentar. Fea membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Mata Fea melebar. Di dalamnya ada hiasan dinding, kerajinan tangan dari Lombok. Dan ada kartu kecil di dalamnya. "Ini dari ..." Fea menunjukkan pada Arnon. Arnon menerima kartu itu dan membacanya. "Hervina. Oh, my God. Dia beri kejutan ini?" Ternyata ada tiket dua untuk liburan di Lombok selama satu minggu. "Siapa Hervina?" tanya Fea. Dia tidak merasa mengenal nama itu. Ada sesuatu yang menggelitik dadanya, sebab yang mengirim hadiah buat Arnon adalah seorang wanita. "Ah, aku ga pernah cerita, ya? Jujur, lupa." Arnon memandang Fea. "Oke, lalu siapa dia?" Fea berusaha tenang, tapi tetap saja ada rasa tidak nyaman di

  • Andai Semua Berbeda   229. Permohonan Maaf Herni, Kepedihan Liani

    "Jahat sekali mereka melakukan itu pada anak-anak. Aku tak habis pikir. Mereka lahir tanpa meminta. Sejak bocah hanya derita dan kepedihan yang mereka punya. Tidak mengenal orang tua, tidak tahu sanak saudara. Lalu, ada orang yang masih juga melakukan hal buruk pada mereka. Ya Tuhan ..." Bu Liani meliahat pada Herni. Herni makin dalam menunduk. Rasa bersalah memenuhi hatinya. Dia tidak berani memandang Bu Liani ataupun Arnon. "Bu, semua sudah jelas, Ibu pasti akan segera pulang. Anak-anak akan lega, Ibu bisa bersama mereka lagi." Arnon menenangkan Bu Liani. "Bagaimana aku menghadapi mereka, Pak Arnon? Bagaimana bisa aku menjelaskan semua ini? Aku benar-benar hancur," Bu Liani mengusap lagi kedua pipinya yang basah. Tatapannya kembali tertuju pada Herni. "Apa yang ada di otak kamu, Herni? Apa?" "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku ...." lirih kalimat itu yang Herni ucapkan. "Kita memang tidak berlebihan duit. Tidak semua yang kita ingin dengan g

  • Andai Semua Berbeda   228. Bukan Seperti yang Dibayangkan

    Arnon mengenalkan Fea dan memnita waktu agar Fea melihat ke dalam, bertemu dengan Tinah. Awalnya polisi itu sedikit keberatan karena mereka masih melakukan penggeledahan. Arnon meyakinkan bahwa dia punya tujuan dan kepentingan sama dengan polisi yang datang ke panti itu. "Sudah beberapa waktu kamu mencoba menyelidiki, Pak. Istri saya bekerja sama dengan pengurus panti yang memang merasa ada kejanggalan di panti. Saya harap ini bisa memberikan titik terang juga untuk penyelidikan yang dilakukan." Arnon bicara tegas. Akhirnya Fea diberikan ruang menemui Tinah. Wanita itu dan beberapa pengurus lainnya ada di depan kantor. Mereka duduk menunggu, sambil memperhatikan para petugas yang bekerja mencari bukti. Sesekali mereka akan memanggil jika perlu mendapat keterangan atua mencari sesuatu yang mereka perlukan. "Fea!" Tinah seketika berdiri saat melihat Fea datang. "Bu, gimana?" tanya Fea. "Aku bingung kenapa Bu Liani harus dibawa. Dia pasti b

DMCA.com Protection Status