Seperti yang telah diberi tahukan pada Fara tadi kalau dia akan bertamu ke ruang VVIP itu bersama dokter pribadi, atau dokter keluarga Daryn, Dokter Harris Edinta, juga Dokter Kepala.
Menjadi dokter pribadi, artinya dia harus siap dipanggil ke kediaman apa pun yang terjadi. Fara sudah membuat kesepakatan dengan Dokter Kepala dan Dokter Harris kalau dia akan tetap bekerja di rumah sakit ini sekaligus menjalani tugas itu. Dia akan mengatur ulang jadwalnya bila perlu. Namun, Dokter Harri mengatakan kalau beliau sudah lebih dulu membuat jadwal baru untuk Fara tanpa mengganggu jadwal konsultasi pasien rawat jalannya.
“Kamu hanya perlu mengikuti arahan,” kata Dokter Harri tena
Lorong bangsal naratama memang tak begitu ramai, tapi ada tempat yang sepi. Daryn membawa Fara ke sana, jauh dari ruangan Delvin. Ada pintu darurat di belakang mereka. Karena Daryn mengatakan ingin menyampaikan sesuatu pada Fara, gadis itu menurutinya saja meskipun perasaannya sungguh tidak enak sekali. Dia ingin segera pergi dari sana, dari hadapan pria itu atau mungkin dari sekitarnya.“Sekarang sudah sepi, hanya ada kita berdua. Jadi, katakan apa yang ingin kau sampaikan itu,” kata Fara dengan nada ketus, bahkan tak menatap Daryn yang berdiri di hadapannya hanya berjarak dua langkah.Tidak ada kata yang keluar dari mulut pria itu, terkuncu rapat, memusatkan tatapan sepenuhnya pada gadis itu yang jelas sekali menghindari tatapannya. Namun, itu bukan masalah bagi Daryn karena keberadaan gadis itulah yang dia inginkan meskipun dia tahun hanya untuk sesaat.“Bukannya kau ingin bicara denganku? Ada apa?&r
Apa yang Fara katakan pada Daryn di lorong itu masih terngiang di kepalanya. Apa yang tersebar? Dia jadi ingin tahu apa maksudnya. Daryn pikir mungkin telah terjadi sesuatu yang tak dia ketahui?Membaringkan tubuhnya di kasur tak jauh dari Delvin. Anak itu sudah tertidur lelap setelah meminum obatnya. Kali ini Daryn yang menungguinya karena ibunya pulang untuk membawa beberapa keperluan lagi. Berbantalkan lengannya, Daryn menatap langit- langit ruangan yang remang, pikirannya berkelana lagi pada setiap pertemuan dengan Fara dan menyadari bagaimana sikapnya yang berubah.“Apakah aku terlalu menganggunya? Itu membuatnya tak nyaman?” Pikir Daryn.Menghela napasnya dalam, Daryn mengubah posisi berbaringnya menjadi miring kemudian bersiap untuk tidur, tapi tetap saja dia tak bisa berhenti memikirkan setiap perkataan Fara tadi sore, dan bagaimana gadis itu menegaskannya dengan dingin.“Namun, kenapa aku tak bisa berhenti?” Matanya mengerjap pelan, hatinya sedikit perih teringat lagi ekspres
Langkahnya di percepat tak peduli kedua tangannya tengah repot menenteng belanjaan untuk stok di rumah. Pertemuan itu membuat Fara sangat ingin menghilang saja.“Sialan. Kenapa aku harus bertemu dengan si brengseng itu di hari liburku yang indah?” katanya mendumel sepanjang jalan menuju pulang.Jaraknya tak begitu jauh dengan apartemennya, tapi tetap saja kedua tangannya kerepotan serta suasana hatinya yang buruk membuat perjalan terasa begitu panjang. Dia cemberut, terburu ingin segera sampai. Sesekali dia menolek ke belakang untuk memastikan pria itu tak mengejarnya. Bisa repot kalau sampai Daryn mengetahui rumahnya.“Kenapa pria itu bisa ada di sekitar sini? Astaga.” Fara mendesah jengkel.Memasuki halaman gedung apartemennya, Fara mempercepat langkahnya tanpa tahu kalau sebenarnya Daryn mengawasi lagi tak jauh darinya dengan mobil yang dia kemudikan. Dia tak perlu repot jalan kaki atau mencari alamat Fara seperti rencananya.“Kebetulan lebih dari tiga kali itu artinya takdir, buka
Fara dan Ira saling pandang mendengar bel di tekan. Siapa yang bertamu?Ira melangkah ke dinding yang terdapat layar untuk melihat siapa yang datang.“Siapa?” tanyanya begitu menekan tombol. Layar memperlihatkan luar pintu yang tampak kosong.“Aku,” sahur si tamu tapi tak menampakan dirinya.Kembali Ira bertatapan dengan Fara, menerka siapakah yang bertamu.“Aku mengantarkan barang Nona Fara yang tertinggal,” kata si tamu seraya mengangkat tangannya memperlihatkan kantong kresek putih ke layar.“Itu punyaku,” kata Fara. Dia menggelengkan kepalanya pada Ira yang bertanya lewat tatapan, haruskah dia membukanya atau tidak?Tanpa menunggu lagi Ira segera menekan tombol buka pintu lalu melesat secepat mungkin sebelum Fara menahannya. Ira tak peduli siapa yang datang mengantarkan barang, dalam pikirannya hanya ada daging.Begitu pintu terbuka, tampaklah siapa yang mengantarkan daging yang Fara beli tadi. Daryn berdiri dengan gagah, senyumnya merekah melihat Fara berdiri di belakang temannya
Fara masih berontak dari lingkaran tangan Ira yang berusaha untuk menahannya agar tak menyerang Daryn. Pria itu malah tampak santai saja, memperhatikan bagaimana sikap Fara.“Lepaskan aku, Ira!” seru Fara tak sabar.“Tidak akan. Tuan, aku mohon pergilah. Kecuali kau mau dia menyerangmu. Aku sudah tak tahan lagi,” kata Ira putus asa melihat Daryn tetap diam.Daryn tetap diam tapi otaknya jalan, memberikan sebuah ide padanya. Bila Ira melepaskan lingkaran tangannya pada Fara, entah apa yang akan di perbuat gadis itu padanya. Ira mengatakan kecuali dia rela di serang Fara.“Baik. Lepaskan saja. Dia terlihat seperti zombie yang kehausan,” katanya.Mendengar kata itu keluar dari mulut Daryn yang selalu bisa membuatnya marah, Fara semakin berontak, nyaris menyakiri Ira andai saja tak segera melepaskan tangannya dan menenangkan dirinya, membiarkan Fara lepas.Dia sungguh mirip zombie seperti yang di katakan Daryn. Begitu lepas, segera saja menghambur ke depan pria itu. Tangannya terulur seba
Ira memberikan ponsel Fara yang berada di dekatnya, itu adalah panggilan darurat dari rumah sakit.“Apa?” Suara Daryn tiba-tiba meninggi usai menerima panggilan itu, dia bahkan berdiri dari duduknya. “Aku akan segera ke sana.”“Apa? Syok Anafilaktik? Kau yakin? Sudah berapa lama?” Fara juga tampak terkejut.Seseorang dari sambungan itu menjelaskan pasien yang menderita Syok Anafilaktik, atau alergi berat.“Aku akan segera ke sana. Bawa dia ke IGD bila reaksinya parah, stabilkan kondisinya dan suntikan epinephrine.” Fara memberi perintah pada bawahannya di rumah sakit lalu menatap Daryn yang sejak tadi menatapnya.“Itu dia bukan?” Daryn bertanya cemas.“Ya. Aku akan mengganti baju, kita pergi bersama. Tunggu sebentar,” balas Farad an bergegas ke kamarnya untuk mengganti baju santainya secepat mungkin.Bagaimana itu bisa terjadi? Syok Anafilatktik bukanlah hal sepele, itu adalah reaksi alergi berat yang dapat memicu kematian bia tidak segera di tangani.Dennda, ibunya dari menelepon kal
Dennda memejamkan matanya, berusaha untuk tetap tenang. Dia cukup terkejut mendengar dokter mengatakan kalau cucunya terkena alegri berat. Seingatnya Delvin tak pernah separah itu bila alergi, hanya sebatas ruam tapi sekarang apa yang sebenarnya terjadi? Entahlah. Dennda menarik napasnya, berharap cucu tersayangnya itu baik-baik saja.“Ini, minumlah,” ujar Daryn yang menghampirinya sambil menyodorkan segelas air putih pada sang ibu.Wanita itu membuka matanya, menatap sang putra beberapa saat kemudian menerima airnya dan minum.Daryn mengawasi ibunya, mengambil kembali gelas darinya. Perhatian Dennda tertuju pada tas Fara yang
Satu nampan penuh berisi makanan di kantin yang Fara ambil. Saking laparnya dia tak mempedulikan Daryn yang mengikutinya tanpa mengambil apa pun, dan tak peduli dengan pantauan orang lain.Fara mencari meja yang nyaman untuknya duduk dan makan dengan tenang. Dia mengambil meja di sudut kantin rumah sakit dan menaruh nampannya di meja betapa bahagianya melihat makanan itu. Baru saja duduk sudah melahap dua sendok sampai membuat Daryn kaget melihatnya.“Kau kapan makan?” tanyanya yang duduk di samping gadis itu alih- alih berhadapan dengannya.“Tadi pagi aku sarapan,” jawabnya singkat dan kembali melanjutkan makannya.“Tidak bisakah kau pelan-pelan saja makan? Kau seperti tak makan seminggu,” komentar Daryn.Gadis itu tak menggubrisnya, masih tetap menyuapkan makanan ke mulut.Daryn akhirnya ikut diam, menonton Fara makan. Dalam hitungan menut saja nampan makanannya sudah hampir habis, hanya tinggal tulang daging ayam dan hiasannya. Daryn sampai takjub melihatnya. Dia dengan cepat nenyo
Terlalu lama Fara diam, akhirnya Daryn gemas juga.“Apa? Ada apa, sih, Far? Kau membuat aku jadi penasaran,” kata Daryn akhirnya.Mata Fara mengerjap, terkejut juga karena malah melamun.“Oh, tidak. Tidak jadi,” kata gadis itu.“Ish. Kau membuat aku jadi semakin penasaran saja, Fara. Ada apa? Katakan padaku,” timpal Daryn bahkan memaksa gadis itu untuk mengatakan apa yang ingin Fara katakan sebelumnya.“Tidak jadi. Bukan apa-apa,” kilah Fara. Sepertinya masih ragu untuk membicarakan hal itu dengan Daryn.“Ayolah.” Daryn mendesah kesal sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Ada apa? Ayo katakan padaku, atau aku akan terus memintamu untuk mengatakannya,” kata Daryn tak ingin menyerah.Fara menatap Daryn tajam, dan membuang napas kasar.“Aku bilang tidak jadi. Kenapa kau ngotot sekali?” balas Fara. Tapi entah bagaimana tubuhnya tak juga beranjak dari sana.Atau mungkin Fara juga penasaran sama seperti Daryn.Kira-kira siapakah foto dalam bingkai di kamar Delvin itu?Melihat Fara dia
Setelah makan malam itu Fara menemani Delvin hingga tidur sedangkan Daryn kembali sibuk dengan tabletnya di lantai dua, duduk di sofa dengan nyaman. Pria itu sudah mengganti bajunya dengan piaya tidur.“Delvin sudah tidur?” tanya Daryn tanpa mengalihkan perhatian dari tabletnya.“Ya, sudah,” sahut Fara berjalan pelan ke kamarnya. Gadis itu tampak mengantuk.Tidak ada yang bicara sampai Fara berdiri di depan pintu kamarnya dan hendak membuka pintu itu tapi pikirannya tertuju pada Daryn.“Kenapa?”Rupanya Daryn menyadari Fara yang berhenti di depan itu.“Tidak ada. Aku hanya teringat sesuatu. Selamat malam,” ucap gadis itu lantas masuk ke kamarnya.Tapi Fara bersandar di balik pintu kamarnya, pikirannya tertuju ke suatu tempat di kamar Delvin ketika meninabobokan anak itu.Ada beberapa pigura di kamar anak itu. Yang besar tergantung di dinding, hanya Delvin, Daryn dan sang nenek yaitu Dennda. Sedangkan di pigura kecil di atas meja, terdapat sebuah foto yang terdiri dengan beberapa orang
“Delvin, apa maksudnya dengan Mama?” tanya Daryn.Anak itu menoleh pada sang ayah lantas tersenyum dan melirik Fara.“Aku ingin punya Mama, dan aku suka Dokter Fara,” kata anak itu dengan nada bicaranya yang khas.Baik Daryn maupun Fara, sama-sama terkejut mendengar apa yang anak itu katakan. Fara bahkan menelan ludahnya ketika pikirannya mencerna sedikit lambat.“Jadi aku menggambar ini,” lanjut Delvin sambil memandangi gambar yang dia buat sendiri itu. Senyum lebar mengiasi wajahnya yang bahagia.Apa yang mesti Fara lakukan? Tidak mungkin bukan Fara menghancurkan harapan anak itu yang tampaknya merindukan kehadiran sosok ibu di hidupnya, di usia yang masih belia itu. Fara melirik Daryn sekali lagi memastikan bagaimana respon pria itu.Sama. Daryn pun terdiam, tak berkata, bungkam seribu bahasa. Sebagai ayah, tentu saja hati Daryn sakit mendengarnya. Bukan karena tak mau menghadirkan sosok ibu yang sangat Delvin inginkan, tapi Daryn tidak bisa asal memilih istri untuk menjadi ibu bag
“Ibu ke mana?” tanya Fara ketika menjelajahi rumah besar itu tapi tak menemukan sang nyonya rumah.Daryn yang tengah duduk di sofa sambil menunggu makan malam siap menoleh pada gadis itu.“Ada urusan, nanti juga kembali,” jawab Daryn lalu fokus pada tablet di tangannya.“Oh, begitu. Apakah biasanya lama?” tanya Fara lagi sambil mengambil posisi duduk di sofa tak jauh dari pria itu.Sesaat Daryn terdiam seperti tengah berpikir apakah ibunya pergi lama atau tidak.“Paling lama tiga hari, paling sebentar sampai malam nanti,” kata Daryn menjawab Fara dengan santai.Fara menganggukkan kepalanya berusaha untuk tidak ikut campur urusan Dennda atau Daryn. Setiap orang punya urusannya sendiri yang tak harus selalu dibagikan.Delvin tengah di kamarnya entah sedang apa. Jam menunjukan pukul enam petang. Daryn mengatakan Delvin biasa mengurung diri di kamar pada jam seperti itu, nanti anak itu akan keluar dengan sendirinya entah akan membawa apa.Meski Daryn menyuruhnya untuk tak khawatir karena
Masih menatap Daryn dengan penuh kemarahan, Sandra berteriak agar melepaskan penjagaan supaya bisa menghampiri pria itu dengan leluasa. Namun sepertinya percuma, Daryn tak akan mengizinkannya.“Kenapa kau bersikap begitu? Apa yang kau pikirkan sehingga hidup orang lain kau hancurkan,” kata Brian tak mempedulikan protes Sandra.Mendengar apa yang pria itu katakan, Sandra mulai berhenti tapi tetap menatap Daryn dengan tajam.“Kau ingin tahu alasannya, hah?” Sandra membalas.Daryn menatap Sandra dengan sorot yang serius.“Bukankah sudah aku bilang, itu karena kau. Seandainya kau tidak datang padanya, aku tak akan melakukan hal itu,” kata Sandra.“Jadi kau memang sengaja melakukan itu?”“Memangnya kenapa? Kau tak senang, bukan? kalau begitu, kenapa kau tak bicara denganku?”“Apa gunanya? Kau tak akan berhenti menganggunya, bukan? Sampai kau puas. Jadi aku tak akan membiarkannya.”“Itu sebabnya kau begitu melindunginya? Jangan bilang kau mencintai gadis itu, hah?” Sandra tersenyum miring,
Daryn masih asyik bermain game di ponselnya sementara Fara serta anaknya masih tidur siang. Hujan masih turun tapi tak begitu lebat, hanya saja udara kian dingin menjelang sore.Setelah bosan bermain game, tidur pun tidak bisa meski sudah berusaha untuk tidur lagi karena Daryn sempat tertidur tadi sebelum makan siang. Pria itu akhirnya memilih membuka ponselnya lagi dan membaca artikel yang muncul.Sesekali Daryn menghela napas saat membaca artikel yang membuat kabar tentang Fara dan dirinya yang dituduh berselingkuh sementar Daryn memiliki kekasih yaitu Sandra.“Siapakah sebenarnya gadis yang dikatakan perebut itu? Kabarnya dia seorang dokter anak kompeten, tetapi tidak diketahui apa niatnya.” Daryn membaca beberapa kalimat di artikel tersebut dan berdecih pelan.“Itu tidak benar. Ini sampah!” umpatnya marah tapi tidak bisa membanting ponselnya karena masih butuh.Daryn mencari sesuatu yang setidaknya memberikan komentar positif atau sebagainya. Hampir semua artikel memojokkan Fara.
Hujan deras mengguyur bumi membuat udara terasa dingin tapi menciptakan kehangatan di antara mereka yang tengah berkumpul. Daryn membebaskan para pengawal untuk melakukan apa pun supaya mereka tidak bosan. Ada sebuah ruangan di belakang rumah itu jadi para pengawal berada di sana untuk istirahat sedangkan Daryn masih menemani Delvin nonton kartun.Fara bergabung tak lama kemudian bersama mereka, Delvin beringsut ke dekatnya sebelum kedahului sang ayah. Anak itu sepertinya paham sikap aneh ayahnya yang menempel pada sang dokter.Jam menunjukan pukul satu siang, itu sudah waktunya makan siang tapi karena mereka terlalu asyik menonton sambil sesekali tertawa jadi tidak sadar waktu berlalu.“Delvin kamu suka makan apa?” tanya Fara.“Apa saja, kecuali ikan dan kacang,” jawab anak itu polos.“On tentu. Suka telur atau daging bukan?”“Ya, suka. Apalagi daging ayam kripsi,” katanya.Fara tersenyum.“Aku akan masak. Di dapur ada bahannya. Tunggu sebentar, ya.”Delvin hanya mengangguk saja kare
Tidak ada yang Daryn katakan atau lakukan selain hanya membiarkan Fara dalam pelukannya sampai gadis itu merasa lebih tenang barulah menarik diri dari pelukan. "Maaf," ucap Fara pelan. Kepala Daryn menggeleng. Fara mengusap pipinya yang sedikit basah dengan punggung tangannya sementara Daryn memperhatikannya. tangannya tiba-tiba terulur ketika di lihatnya setetes air mata di pipi gadis itu dan berniat untuk menghapusnya. Melihaat gaadiss itu menangiss, rasanyaa hati Daryn taak keruan. Dalam hati masih ada pertanyaan apa yang menjadi penyebabnya? Tadi mereka tengah bercanda tapi tiba-tiba terjadi tangisan. "Kau baik-baik saja?" tanya Daryn. Hanya anggukan kepala yang Fara lakukan sebagai jawaban. Hati gadis itu masih terasa sakit mengingat kembali masa lalu yang sesungguhnya amat sangat ingin Fara lupakan. "Aku sudah tidak apa-apa. Maaf, ini rasanya memalukan sekali," kata Fara."Apa yang memalukan? Biasa saja. Tidak apa-apa bila di depan aku, asalkan jangan di depan apalagi di
Masih butuh waktu bagi Fara mengembalikan moodnya yang jelek karena kekacauan yang terjadi tadi pagi. Dia memasukan kakinya di kolam renang dan memainkannya sehingga air terciprat. Daryn hanya memperhatikannya dari belakang, duduk di kursi santai tak jauh dari gadis itu.“Kau seperti anak kecil saja,” komentar Daryn.“Biarlah. Aku dokter anak jadi tahu bagaimana bermain seperti anak kecil,” balas Fara ketus.“Ck!” Daryn berdecak mendengar tanggapan Fara.Membiarkan gadis itu dengan keasyikannya sendiri, Daryn memilih membaringkan dirinya di kursi santai dan memejamkan mata. Dia pikir Fara tidak akan kabur begitu saja meski tidak Daryn awasi. Lagi pula gadis itu bukan anak kecil, tapi dokter anak kecil.Bermain-main dengan air, sesekali Fara tersenyum. Dia sangat suka air layaknya anak kecil. Sampai beberapa menit setelahnya dia mengangkat kakinya ke tepi kolam dan berdiri. Kakinya yang basah dia biarkan begitu saja. tangannya menepuk-nepuk belakang tubuhnya yang sedikit kotor. Fara me