Share

Bab 8

Penulis: Satama
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-21 04:55:36

 Saat sedang membicarakan yang akan mereka rencanakan selanjutnya, mereka mendengar suara keras dari luar pintu, dan suara orang tertawa. Jhony, Gerry dan Beni bergegas keluar ruangan dan melihat Tommy berdiri di pintu depan, memeluk Angela, istrinya dan tersenyum.

 Jhony, Tommy dan Beni duduk di kantor Freddy. Mereka berencana membunuh Doni, bertanya-tanya di mana Jack, memikirkan apa yang harus dilakukan jika Freddy benar-benar meninggal.

Gerry duduk di sofa, mendengarkan percakapan mereka, tetapi tidak diizinkan untuk berbicara. Ada ketukan di pintu, dan mereka mengetahui itu adalah Heri setelah membuka pintu. Dia menutup hidung dan mulutnya menggunakan masker, dan tampak sangat sakit.

 "Ada seorang pria di gerbang menunggumu," kata Heri sambil memandang Jhony. "Dia bilang punya sesuatu untukmu."

 Jhony memerintahkan Beni untuk melihat siapa dan apa itu. Lalu dia tersenyum pada Heri.

“Apakah kamu baik-baik saja, Heri?” Dia bertanya. "Kenapa kamu tidak pergi ke dapur dan mengambil sesuatu untuk diminum? Kamu terlihat menyedihkan.”

 Setelah Heri pergi, Jhony menoleh ke Tommy. "Aku ingin kau membunuhnya malam ini," katanya. “Dia mengkhianati Ayah pada Doni. Aku tidak ingin melihatnya lagi.”

 Tommy tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya dan hanya mengangguk. Baginya, itu hanya pekerjaan. 

 Kemudian Beni masuk kembali ke ruangan Freddy. Dia membawa sesuatu erbungkus rapi di dalam kertas cokelat besar. Dia memberikannya pada Jhony, dan melangkah mundur. Jhony membuka kertas itu. Di dalam, ada jaket Jack. Dan di dalam jaket, ada ikan mati.

 Jhony menatap Beni, bingung. “Apa maksudnya ini?” Dia bertanya.

 “Ini pesan pembunuhan," kata Beni dengan suaranya yang dalam dan tatapan tajam. “Artinya pemilik jaket ini sudah mati. Mereka telah membunuh Jack.”

 Penjelasan Beni membuat yang lainnya terkejut dan marah. “Bajingan! Aku pastikan akan membunuh mereka semua.” Teriak Jhony berdiri dan matanya merah melotot.

*** 

 Malam berikutnya, sebelum mengunjungi ayahnya di rumah sakit, Gerry makan malam dengan Jenny di hotel tempatnya menginap. Mereka tidak banyak bicara. Jenny terus memandang ke seberang meja ke arah Gerry, merasa khawatir dengan kebisuannya. 

 Gerry meletakkan gelas anggurnya, kemudian berdiri dan berkata, “Aku harus pergi, Jen.” 

 “Bisakah kau mengajakku ikut bersamamu?” kata Jenny sambil menatap makanannya.

 "Akan ada polisi di rumah sakit," kata Gerry sambil mengenakan jaketnya. “Wartawan juga disana. Aku tidak ingin membuatmu terlibat sedikitpun dalam hal ini.”

 Jenny menatapnya sedih. Dia mengerti bahwa sejak penembakan ayahnya, Gerry menjadi seperti orang yang berbeda. Dia merasa Gerry bukan lagi orang yang di kenalnya. “Kapan kamu akan menemuiku lagi?” dia bertanya dengan berusaha tetap tenang.

 Gerry merasa sangat sulit untuk menatap mata pacarnya. "Kembalilah dulu ke orang tuamu dan setelah urusanku disini selesai aku akan meneleponmu," katanya.

 Tapi Jenny mengulangi pertanyaannya: “Kapan aku bisa bertemu denganmu lagi?”

 Kali ini, Gerry menatap dengan bimbang. "Aku tidak tahu, Jen. Aku mohon, mengertilah!" katanya, menyentuh bahu Jenny dengan lembut. Kemudian, tanpa sepatah kata pun, dia pergi meninggalkannya duduk sendirian di meja dan berjalan menuju pintu.

 Seketika Jenny merasakan dadanya bergetar mesarakan sakit yang tidak dapat dijelaskan. Untuk sesaat dia memikirkan sikap Gerry, Jenny benar-benar merasa tidak mengenalinya lagi, dan pikiran itu membuat air matanya memaksa keluar dengan sendirinya. Sambil menangis, dia berlari mengejar Gerry, namun dia sudah tidak lagi bisa menemukannya. Jenny duduk bersimpuh di trotoar jalan, menundukkan kepalanya. "Aku hanya ingin membantumu, Gerry". ucapnya lirih.

***

 Di tempat lain, Gerry telah tiba di depan rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Ketika dia turun dari taksi, dia terkejut melihat jalan di luar rumah sakit itu sepi dan kosong. Ketika dia menaiki tangga dan melewati pintu depan, dia bahkan lebih terkejut menemukan bahwa tidak ada seorang pun dari pengawal keluarganya di luar maupun dalam rumah sakit. “Dimana anak buah Beni?” pikirnya gugup sambil naik lift ke lantai empat. Dengan cepat dia berlari menuju ruangan tempat ayahnya berada dengan perasaan khawatir.

Bab terkait

  • Anak Mafia   Bab 9

    Tidak ada seorang pun di luar kamar ayahnya. Gerry membuka pintu dengan panik dan berjalan masuk. Dia menghela nafas lega melihat ayahnya sedang berbaring di tempat tidur, infus tergantung di sebelahnya. Saat Gerry berdiri di samping tempat tidur dan menatap ayahnya yang masih tertutup kedua matanya, dia mendengar suara seseorang membuka pintu di belakangnya .Dia berbalik dengan cepat. Itu hanya seorang perawat yang sedang berdiri menatapnya di ambang pintu.“Apa yang kamu lakukan di sini?” dia berbisik dengan nada marah.“Saya Gerry Kurniawan, ini ayahku. Kenapa tidak ada orang di sini. Apa yang terjadi dengan keluargaku dan para penjaga?”“Ayahmu memiliki terlalu banyak pengunjung hari ini. Polisi datang dan menyuruh mereka semua pergi lima belas menit yang lalu.”Gerry berpikir cepat. Dia mengangkat telepon di samping tempat tidur dan menelepon Jhony. Dia menyuruhnya mengir

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Anak Mafia   Bab 10

    Tommy dengan sekelompok pria datang untuk menjaga ‘Ketua’. Tommy melihat wajah Gerry berlumuran darah dan berkata, “Apakah kamu ingin melaporkan ini?” Gerry kesulitan berbicara, tetapi dia berhasil berkata, “Tidak apa-apa, Tom. Itu adalah sebuah kecelakaan.” Saat dia berbicara, dia tidak mengalihkan pandangan dari kapten polisi. Dia mencoba tersenyum. Dia tidak ingin menunjukkan kepada siapa pun bagaimana perasaannya yang sebenarnya saat itu. Benih balas dendam tumbuh di hatinya yang dingin. *** Pintu masuk ke jalan pribadi tempat keluarga Freddy tinggal penuh sesak dengan mobil dan pria bersenjata. Ketika Gerry turun dari mobil dan berjalan masuk, Beni datang menemuinya. “Kenapa semua bersenjata?” Gerry bertanya. “Kita akan membutuhkannya,” kata Beni. “Setelah Doni mencoba membunuh sang Ketua di rumah sakit, Jhony menjadi marah. Kami membunuh Rendy Surya Negara pada pukul empat pagi ini.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Anak Mafia   Bab 11

    Akhirnya, setelah banyak persiapan yang dilakukan, pertemuan antara Gerry dan Doni diatur. Pada menit terakhir, Jhony dapat menemukan di mana itu akan terjadi. Sebuah restoran keluarga kecil di pinggiran kota.Gerry menunggu sendirian, seperti yang disepakati dengan Doni, di luar restoran. Beberapa saat sebuah mobil hitam besar berhenti di depannya, dan Gerry naik ke kursi penumpang bagian tengah. Di kursi belakang duduk Doni dan Kapten Jarot, meskipun malam ini polisi itu tidak berseragam.Doni meletakkan tangannya dengan ramah di bahu Gerry dan berkata: “Saya senang Anda datang, Gerry. Kita akan menyelesaikan semua masalah kita malam ini.”"Hentikan omong kosongmu. Aku hanya tidak ingin ada orang yang mencoba menyakiti ayahku lagi.” jawab Gerry dengan suara yang tenang dan dingin."Jangan khawatir," kata Doni hangat. “Dia akan aman. Aku berjanji. Tapi tolong tetap berpikiran terbuka ketika kita berbi

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Anak Mafia   Bab 12

    Sejak dua puluh tahun yang lalu, ada tiga keluarga yang secara terang-terangan bersaing dalam berbagai hal untuk menguasai bisnis, baik itu legal maupun bisnis gelap. Mereka adalah Dicky Surya Negara, Johan Baskara dan Robertus Franky.Dicky dan Johan merupakan musuh sejak lama, karena sebagian besar bisnis mereka berada di wilayah yang sama. Jadi perseteruan mereka sangat sering terjadi. Hal itu sedikit berbeda dengan Franky.Namun sejak Johan meninggal, kepemimpinan beralih kepada Freddy Kurniawan. Semenjak saat itu kekuatan mereka jauh meningkat di atas keluarga Dicky. Itulah yang membuat Dicky lebih mengontrol diri dalam melakukan tindakannya.Sekarang, setelah penembakan Kapten Jarot, polisi mencoba membalas dendam pada kedua keluarga yang paling berpengaruh. Menyebabkan perang kedua Keluarga tersebut di awal tahun 2016 telah dimulai.Tapi ketika itu terjadi, Gerry tidak ada di sana. Dia sudah disembunyikan di sebuah tem

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Anak Mafia   Bab 13

    Pada siang hari, seminggu setelah tinggal didesa itu, Dia berjalan di pedesaan, mengenakan pakaian tua. Sepupunya, Feri, yang seumuran dengannya selalu menemaninya pergi ke mana-mana. Gerry sering memikirkan Jenny selama berjalan-jalan di bawah terik matahari yang putih. Dia merasa sedih dan bersalah karena telah meninggalkan kota tanpa mengucapkan selamat tinggal padanya.Hari itu, Gerry memutuskan untuk berjalan ke pegunungan menuju puncak bukit. Udara yang panas dan tenang kaya akan aroma jeruk. Sepanjang jalan, mereka bertemu dengan sekelompok gadis dan anak-anak yang sedang memetik buah. Mereka berhenti untuk melihat mereka lewat. Seorang gadis dalam gaun sederhana dengan keranjang di lengannya berhenti di depan Gerry untuk memetik jeruk. Gerry memperhatikannya, mempelajari bagaimana rambut cokelatnya yang panjang bersinar di bawah sinar matahari dan menutupi sebagian wajahnya. Tiba-tiba, gadis itu mengangkat kepalanya dan menatapnya. Dia memiliki

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • Anak Mafia   Bab 14

    Suatu malam, di meja makan, Gerry memperhatikan bahwa Dewi mengenakan perhiasan yang dia berikan padanya. Itu adalah caranya untuk mengatakan bahwa dia menyukainya.Hari berikutnya, Dewi mengundang Gerry untuk berjalan-jalan di pedesaan, dan dia setuju. Mereka berjalan berdampingan, tetapi mereka berhati-hati untuk tidak saling menyentuh.Dua bulan kemudian, Gerry dan Dewi menikah. Dibandingkan dengan pernikahan saudara perempuannya dengan Raka di vila keluarganya yang mewah, itu adalah pernikahan dengan adat desa yang sederhana.Dewi mengenakan gaun putih sementara semua wanita lainnya mengenakan pakaian putih. Penduduk desa berdiri di jalan dan melemparkan bunga saat pasangan itu berjalan kaki dari pelaminan ke rumah Dewi di perbukitan. Para tamu pernikahan hanya penduduk desa dan kerabat dekat keluarga Handoyo. Pesta pernikahan berlangsung hingga tengah malam. Kemudian Gerry membawa Dewi pergi ke rumah pamannya, Gatot.&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Anak Mafia   Bab 15

    Malamnya, Tommy duduk sendirian di kantor gelap Freddy, minum-minum. Dia tidak percaya bahwa Jhony sudah mati. Dia mendengar pintu di belakangnya terbuka dan tertutup. Saat berbalik, dia melihat Freddy Kurniawan. Dia tampak sangat tua dan lelah saat dia berjalan dengan kaku memasuki ruangan. Dia telah kehilangan berat badan, dan pakaiannya tergantung longgar dari tubuhnya. “Beri aku anggur,” katanya sambil menurunkan dirinya perlahan ke kursi kulit favoritnya. Dia menunggu sementara Tommy menuangkannya minum, lalu setengah berbicara, setengah berbisik: “Istriku menangis sebelum dia tertidur. Di luar jendela, aku melihat Beni dan anak buahnya di depan rumah dan ini hampir tengah malam. Jadi Tom, aku pikir kamu harus memberi tahuku apa yang sudah diketahui semua orang.” "Saya baru saja datang dan ingin memberitahu Anda Ketua," kata Tommy. "Tapi Anda butuh minum terlebih dahulu." “Ya” jawab Freddy menatap Tommy yang me

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • Anak Mafia   Bab 16

    Jam tujuh pagi, Gerry dan Dewi terbangun dari tidurnya karena mendengar suara keras kutukan di pintu kamarnya. “Gerry!” Seseorang memanggilnya dengan nada panik. Dengan mengusap matanya, masih setengah sadar Gerry membuka pintu. “Ada apa paman? Sepertinya ada hal yang penting?” Gatot berdiri di depan pintu dengan gemetar, wajahnya terlihat sangat panik. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia menyodorkan koran kepada Gerry. “Apa maksudnya ini paman?” tanya Gerry menerima dan membuka koran yang terlipat. Seketika matanya terbelalak menatap halaman depa koran itu, terpampang foto Jhony hampir memenuhi satu halaman. ‘JHONATAN KURNIAWAN TERBUNUH DI JEMBATAN’. Air matanya tidak dapat tertahankan saat membaca judulnya. “Tidak mungkin.” teriaknya. Dewi bersandar memeluk suaminya. Gatot hanya bisa memandang keponakannya dengan tatapan iba. Gerry beberapa saat terlena dengan kesedihannya, sambil mengusap air matanya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-23

Bab terbaru

  • Anak Mafia   Bab 68

    DING DING Ponsel Tommy di atas meja berbunyi, layarnya menyala menampilkan sebuah nama yang meneleponnya. “Jenny.” Gumam Tommy menatap layar ponselnya mengenali identitas si penelepon. Tommy mengangkat ponsel dan mendekatkan ke telinganya setelah menerima panggilan telepon itu. Dia mengangkat salah satu tangannya sebagai instruksi agar orang-orang di sekitarnya diam. Suasana menjadi hening dalam sekejap. Meskipun berada di dalam area night club, ruang VIP itu hampir sepenuhnya terisolasi dari kebisingan luar karena diselimuti peredam suara. “Apa kabar, Jen?” sapa Tommy dengan lembut. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Helen, Tom?” tanya Jenny terdengar lirih dari ponsel Tommy. Tommy sejenak terdiam tanpa ekspresi mendengar pertanyaan Jenny yang tanpa basa-basi. “Jawab aku, Tom.” Jenny mendesak Tommy. “Kau sudah mengetahui beritanya, Jen?” Tommy balik bertanya. “Apa maksudmu berbalik menanyaiku?” Jenny mulai terdengar marah. “Semua saluran berita menyiarkan ke

  • Anak Mafia   Bab 67

    Gatot sedang rebahan dia atas sofa panjang sambil menonton televisi di ruang keluarga rumahnya ketika hari menjelang gelap. Tiba-tiba dia terperanjat duduk. Matanya terbelalak menatap tajam ke arah televisi yang menayangkan siaran berita tentang kecelakaan. Tanpa dia sadari tubuhnya mulai bergetar saat matanya fokus memperhatikan dua gambar potret wajah orang yang sepertinya dia kenali. Itu adalah dua foto wajah Jordi dan Helen, keponakan Gatot. “Tidak mungkin.” Bisiknya lirih kepada dirinya sendiri seolah dia belum bisa menerima kebenaran dari kabar siaran berita yang ditontonnya. Beberapa saat Gatot terpaku menyaksikan siaran televisi dengan tidak percaya. “Kakak ipar!” teriak Gatot yang masih duduk tercengang menatap televisinya. “Kakak ipar! Kakak ipar!” Gatot terus berteriak memanggil Luciana dengan panik karena tidak segera mendapatkan respons. Luciana keluar dari dalam kamarnya yang tidak jauh dari tempat Gatot berada. “Ada apa, Gatot? Kau berisik sekali” kata Luciana

  • Anak Mafia   Bab 66

    Jordi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang melaju di tengah padatnya jalanan. Di dalam mobil suasana tampak canggung. Jordi dan Helen tidak berbicara satu sama lain. Sunyi. Hanya terdengar deru suara mesin kendaraan yang melaju di jalanan. Helen diam bersandar pada jok dan menatap keluar melalui kaca jendela mobil. Banyak hal yang sedang dia pikirkan. Jordi fokus menyetir sambil sesekali melirik ke arah Helen. Dia masih menganalisis sikap istrinya itu yang berbeda setelah bertemu dengan Albert. Jordi merasa seolah tidak mengenal dengan sosok cantik yang duduk di sampingnya. Ding Ding Ponsel Jordi berbunyi memecah keheningan. Rangkaian nomor terpampang di layar. Itu sebuah panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenanya. Helen seketika melirik layar ponsel suaminya dengan ekspresi penuh selidik. “Kenapa tidak diterima?” tanya Helen saat melihat Jordi yang hanya menatap layar ponselnya. “Oh. Hanya sebuah nomor, aku tidak mengenalnya.” Jawab Jordi ragu-ragu. “Mungkin

  • Anak Mafia   Bab 65

    Jordi dan Helen memasuki sebuah rumah mewah yang terletak di pusat kota ketika hari menjelang siang. Itu adalah rumah Albert. Albert yang sudah menunggu kedatangan mereka sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Beberapa pria berdiri di belakang Albert. Albert bangkit dan tersenyum menyambut Jordi dan Helen. Jordi membalas senyuman itu saat menjabat tangan Albert. Mereka terlihat sangat akrab. Sedangkan Helen tampak canggung melihat pemandangan itu. Dia awalnya merasa biasa saja, namun sekarang dia merasa ada yang aneh. Jordi sebelumnya bilang tidak mengenal pria paruh baya itu. Namun, ketika Helen memperhatikan lebih lama Jordi dan Albert, mereka tampak mirip. ‘Siapa pria ini?’ ‘Apa hubungan dia dengan Jordi?’ “Jadi kamu Helen?” pertanyaan Albert membuyarkan pikiran Helen. Helena memaksakan senyumnya. “Betul.” Jawabnya singkat. Mereka berjabat tangan sejenak. Albert menatap lekat mengenali Helen. Secara naluriah dia mengagumi sosok cantik dan tenang yang diperlihatkan oleh

  • Anak Mafia   Bab 64

    Jam di pergelangan tangan Dedi menunjukkan pukul dua lewat empat puluh lima menit dini hari, ketika dia dan Dodi selesai mengemasi barang-barang bawaannya. Dedi dan Dodi sudah menggendong ransel masing-masing dan bersiap untuk pergi dari rumah Jhony. “Kami sudah siap berangkat, paman.” Kata Dedi hendak berpamitan kepada Jack. “Apakah Anda yakin akan tetap di sini?” Tanyanya untuk memastikan kembali keputusan Jack. “Pergilah! Jaga diri kalian baik-baik. Dan kalian tidak perlu mengkhawatirkanku.” Jawab Jack meyakinkan si kembar. “Baiklah, paman. Anda juga harus menjaga diri.” Kata Dodi tersenyum kepada Jack. “Jika terjadi sesuatu, Anda bisa menghubungi nomor saya, paman.” Kata Dedi mengingatkan Jack. “Kami akan segera membicarakannya dengan Gerry sesampainya di sana.” Jack tersenyum kepada si kembar. “Berhati-hatilah!” katanya dengan singkat sesaat sebelum akhirnya Dedi dan Dodi pergi menin

  • Anak Mafia   Bab 63

    Setelah Tommy dan anak buahnya pergi, terlihat jelas sekali Jack menampilkan ekspresi wajah yang tidak senang. Dia merasa tidak puas atas perlakuan Tommy kepadanya. Begitu juga dengan Dedi dan Dodi. Namun, mereka tidak memikirkan tentang terbongkarnya persembunyiannya dari Tommy, melainkan mereka lebih memikirkan semua ucapan Tommy sebelum dia pergi. Untuk beberapa waktu mereka bertiga hanya duduk dalam keheningan di dalam ruangan itu. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing. “Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, paman?” tanya Dedi yang memecah keheningan meminta pendapat dari Jack. Pertanyaan dari Dedi seketika menyadarkan Jack dari lamunannya. “Aku juga sedang memikirkannya.” Jawab Jack yang masih terlihat kebingungan. “Aku masih memikirkan perkataan Tommy. Entah kenapa aku merasa dia orang yang bersih.” Kata Dedi menyampaikan asumsinya. “Ya. Aku juga.” Dodi menimpali untuk mene

  • Anak Mafia   Bab 62

    Jack tidak menjawab pertanyaan dari Tommy. Dia membiarkan Tommy meluapkan segala bentuk emosinya. Dia berpikir dengan cara itu mungkin Tommy akan dapat menenangkan dirinya sendiri. Jadi Jack hanya tetap diam. Namun, apa yang dilakukan Jack adalah sebuah kesalahan. Tommy terlalu sakit hati menerima kenyataan. Dan sakit hati yang dia rasakan tidak dapat terobati semudah yang dipikirkan oleh Jack. Bahkan tidak hanya hatinya, tapi egonya juga terluka. “Kenapa kau tidak menjawabku? Apa kau mencoba mempermainkanku?” Tommy terus berteriak kepada Jack berharap mendapatkan penjelasan untuk memberi makan emosinya. “Kau tahu? Aku semalaman berkendara mengelilingi kota sambil menangis saat mendapatkan kabar kematianmu.” Kata Tommy sambil menunjuk ke arah Jack. “Ternyata aku salah. Kau hanya menganggapku seperti orang bodoh.” Tommy semakin brutal. Setelah selesai mengucapkan kalimatnya, dia memukul Jack dengan sekuat tenaga tepat

  • Anak Mafia   Bab 61

    Jack dan si kembar yang masih berbincang di dalam rumah Jhony tidak menyadari bahwa sekelompok orang sedang berjalan menghampiri mereka. Tommy menyadari ada sesuatu yang tidak beres di dalam rumah Jhony ketika dia mendapati pintu utama rumah itu dalam keadaan tidak terkunci. Perlahan Tommy membuka pintu rumah. Dia memicingkan kedua matanya menatap tajam ke arah dalam rumah. Tidak ada tanda-tanda aktivitas seorang pun, bahkan tidak ada suara yang terdengar dari dalam rumah. Suasana rumah itu begitu gelap dan hening. Namun itu tidak menyurutkan rasa kecurigaan Tommy. “Sepertinya apa yang kau katakan benar, Rey.” Kata Tommy berbisik-bisik. “Ada seseorang yang memasuki rumah ini.” “Apakah mungkin itu maling atau perampok, bos?” Tanya Rey berbisik kepada Tommy untuk memastikan dugaannya. Tommy menatap tajam ke arah Rey. “Sejak kapan kau menjadi bodoh, Rey?” Tanya Tommy dengan suara pelan namun teras

  • Anak Mafia   Bab 60

    Jack menemui Dedi dan Dodi sesuai kesepakatan mereka. Sesaat sebelum tengah malam, Jack sudah memasuki rumah Jhony. Sebuah rumah mewah, namun tampak menyeramkan jika dilihat dari luar saat malam hari. Begitu gelap tanpa penerangan lampu, seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Disalah satu ruangan di dalam rumah itu, Jack bersama Dedi dan Dodi sedang bertemu. Mereka bertiga tengah duduk dan berbincang di ruangan bekas tempat kerja Jhony. “Hal penting apa yang ingin Anda bicarakan dengan kami, paman?” tanya Dodi tanpa berbasa-basi sesaat setelah mereka saling berbicara tentang kabar masing-masing. Jack tersenyum sebagai tanggapan atas pertanyaan Dodi. “Sebelum kita membicarakan hal itu, aku ingin mengetahui apa yang Gerry perintahkan kepada kalian?” kata Jack balik bertanya. Dodi mengalihkan tatapannya ke arah Dedi, sebagai tanda agar saudara kembarnya itu yang memberikan jawaban ata

DMCA.com Protection Status