Hari sudah gelap, Yasmin sibuk berada di dapur membuat susu vanila untuknya, juga meminum vitamin yang dokter berikan padanya siang tadi. Gadis itu tidak makan dengan makanan yang enak-enak seperti orang luar bayangkan kalau dirinya adalah istri seorang presdir muda, kehidupan Yasmin berubah seratus delapan puluh derajat saat sikap suaminya sudah berubah. "Kepalaku sakit sekali, kenapa ya? Badanku juga lemas," lirih Yasmin diam menghentikan kegiatan makannya. "Mungkin aku ngantuk, kurang istirahat saja." Gadis itu kembali melanjutkan makannya. Dari lantai dua, Kenzo muncul dan berjalan ke lantai satu. Dari arah pertengahan tangga, laki-laki itu menatap ke bawah sana, di ruang makan nampak Yasmin hanya hanya makan dengan nasi dan telur saja, tidak ada daging, sayur, atau apapun. Kenzo terdiam sejenak, istrinya itu tengah hamil. Pantas saja Yasmin selalu terlihat pucat, apa mungkin nutrisi dan vitaminnya kurang? "Kenzo," sapa Yasmin, ia mendongak menatap Kenzo yang berdiri di pert
"Apa yang terjadi Yas? Bagaimana bisa sampai pingsan begini?!" Dokter Lizi mendekati Yasmin yang berbaring sendirian di dalam kamar rawat, ia menatap kosong langit-langit kamarnya dan menggeleng kecil. "Aku tidak papa, dok..." Wanita berjas putih itu menggenggam telapak tangan Yasmin dengan hangat. Setelah melihat wajah Yasmin yang sembab, dia bahkan masih menangis. Bohong sekali, dari awal bahkan Lizi sudah menduga kalau kondisi Yasmin yang benar-benar drop sudah dipicu dari masalah yang berasal antara ia dan suaminya. "Yasmin... Kalau kau ingin bercerita sesuatu, cerita saja padaku, Yas," ujar Lizi, ia merasa sedih karena pasien yang sudah sangat dekat dengannya ini, menjadi begitu murung dan akhir-akhir ini Yasmin sangat kacau. "Tidak perlu, tidak ada yang aku ceritakan pada dokter. Semuanya baik-baik saja, aku salah segalanya... Aku salah pada suamiku, aku yang salah..."Dokter perempuan itu langsung memeluk Yasmin begitu Yasmin mulai menangis dan mencoba menenangkannya.Sete
Pukul sepuluh malam Yasmin terbangun dari tidurnya, gadis itu mengerjapkan kedua matanya berat dan menatap ke kanan dan ke kiri di mana kamar rawat inapnya sangat sepi, hanya ada ia sendirian. Kedua mata Yasmin mengerjap, ia mendapati rantangan makanan di atas nakas. Yasmin yakin kalau Kenzo lah yang menyiapkan makanan itu. "Ke mana dia?" lirih Yasmin menundukkan kepalanya dan duduk bersandar. Yasmin mengambil ponselnya, ia mencoba menghubungi Kenzo saat itu juga. "Halo, Kenzo di mana?" lirih Yasmin, ia selalu menghubungi suaminya tiap malam saat Kenzo tidak berada di sampingnya, atau di rumah. "Aku sibuk, nanti aku akan ke rumah sakit." "Di kantor ya? Kenzo bisa tidak pulang nanti belikan aku buah-buahan, aku tidak bisa makan nasi, aku mual sekali rasanya. Perutku sedikit nyeri," ujar Yasmin mengeluh. Terdengar decakan kecil dari Kenzo. "Aku sibuk Yas! Tunggu saja di sana, biar aku menyuruh orang mengantarkannya padamu!" serunya dengan nada kesal. "Kalau sibuk tidak usah..."
"Sebenarnya ada apa antara kau dan Yasmin?! Kenapa sampai seperti ini?!" Amukan itu keluar dari bibir Alex, laki-laki itu marah besar pada putranya. Secara tidak langsung Kenzo benar-benar menunjukkan bagaimana ia menyiksa batin istrinya yang sedang hamil. Kenzo hanya diam, pikirannya juga berlarian ke mana-mana, dia tidak setenang seperti apa yang semua orang lihat. "Jawab Daddy Ken! Apa diammu ini sudah cukup jadi jawaban buat Daddy!" seru Alex lagi. Di luar ruangan rawat inap Yasmin, Alex memarahi Kenzo, di sana juga ada Kenzi yang bersedekap menatap kembarannya. "Aku yang egois Dad," jawab Kenzo singkat. "Kalau kau sudah tahu kau egois, kenapa kau melanjutkan kekakuan burukmu ini Ken! Sudah tahu kalau istrimu itu sedang hamil, tapi kau masih bertindak bodoh! Kapan kau mengakhiri semua kelakuanmu hah?!" Kenzi menarik lengan Alex, ia tahu Daddy-nya mungkin bisa saja menampar Kenzo kalau sampai ia kelewat geram. "Sudah Dad..." Kenzi menatap Kenzo sekilas.Alex langsung duduk
Yasmin hari ini sudah boleh pulang, gadis itu nampak penuh senyum karena ia selalu memikirkan Kenzo akan kembali seperti dulu. Suaminya yang penuh perhatian dan kasih sayang. "Kalau sudah di rumah jangan banyak melakukan apapun, aku sudah mencarikan pembantu untuk membantu kita," ujar Kenzo saat kini mobil sudah hampir sampai di rumah. Gadis itu mengangguk patuh. "Iya. Aku akan banyak istirahat, tapi Sayang... Kalau kau tidak sibuk sering-sering temani aku ya, nanti main ke rumah Mommy, di sana kan ada Ayumi juga, jadi aku tidak bosan," pinta Yasmin pada sang suami. Bukannya menjawab, laki-laki itu malah menyergah napasnya berat. Seketika itu juga Yasmin terdiam, ia kembali berpikir apakah permintaannya ini terlalu berlebihan atau bagaimana? "Aku sebentar lagi akan ke kantor, kalau ada apa-apa kau bisa hubungi aku," ucap Kenzo merogoh saku mantel yang ia pakai dan menyerahkan ponsel milik Yasmin. "Iya. Terima kasih, Sayang..." "Heem," jawab Kenzo hanya bergumam pelan, seperti ta
"Kenapa kau muncul lagi di hadapanku, hah?!" Kenzo menyentak lengan Laura, ia menghentikan mobilnya di tengah jalan dan mengusir keluar wanita itu. Wanita itu hanya tersenyum tipis dan memiringkan kepalanya menatap Kenzo. "Ternyata kau tidak berubah sama sekali ya? Kau kaget... Aku sudah bebas? Secepat ini... Apa kau berpikir aku tidak akan mencarimu?" Laura malah tertawa dan menepuk pundak Kenzo. "Tapi aku kecewa, aku pikir kau menikahi Ayumi... Tapi ternyata gadis itu malah menikah dengan Kenzi, dan kau mendapatkan istri yang tidak berguna juga! Malang sekali nasibmu Ken-"Ucapan Laura terhenti saat Kenzo tiba-tiba saja mencengkeram erat satu lengan Laura dan menatapnya dengan tatapannya nyalang."Dengar wanita sialan... Sekali lagi aku melihat wajah menjihikkanmu ini muncul di hadapanku dan dihadapan istriku, aku akan menghabisimu!" desis Kenzo. "Kau pikir aku tak-""Dan satu lagi!" Kali ini Kenzo beralih mendorong pelan pundak Laura hingga menempel pada body mobil Kenzo. "Jang
Saat pagi tiba, Yasmin seperti biasanya, dia juga menyiapkan sarapan untuk Kenzo seperti hari-hari sebelumnya. Gadis itu kini tengah berada di ruang makan menunggu suaminya bangun dari tidurnya."Kenapa Kenzo lama sekali, sih?" gumam Yasmin dengannya yang langung mendongak ke atas. Beberapa menit Yasmin menuggu, gadis itu hendak bangkit dari duduknya dan memanggil Kenzo, namun suaminya itu justru sudah muncul dari lantai dua dan berjalan menuruni anak tangga. "Pagi... " Yasmin tersenyum manis menyapanya. "Sarapan di rumah, kan?" Laki-laki itu menoleh sekilas. "Tapi aku sudah ada janji dengan seseorang," jawab Kenzo berjalan ke arah meja ruang makan. "Oh, begitu ya," lirih Yasmin dengan wajahnya yang kini langsung masam.Kenzo tahu bagaimana perasaan Yasmin saat ini. Gadis itu hanya diam saja dan tidak mau menjawab atau membujuknya lagi. Seketika Kenzo menggulung lengan kemeja yang dia pakai dan laki-laki itu langsung menarik kursi di ruang makan. "Ayo kalau kau ingin mengajakk
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Yasmin sudah tertidur lelap. Kenzo baru saja masuk ke dalam kamarnya setelah meninggalkan Yasmin lembur beberapa pekerjaannya. Laki-laki itu mendekati sang istri yang tertidur, Kenzo menatap wajah Yasmin yang lelah. Dikecupnya pipi Yasmin dengan lembut. "Istirahatlah yang cukup, istriku," bisik Kenzo tersenyum. Belum usai ia menatapi wajah Yasmin, tiba-tiba saja ponsel milik sang istri bergetar. Benda pipih berwarna putih di atas nakas itu diraih oleh Kenzo. Kenzo membuka sebuah pesan yang berada di sana. Sebuah nomor asing yang mengirimkan pesan. 'Besok datanglah ke taman di dekat pusat kota, kalau kau tidak datang, aku habisi suamimu!' Kedua alis Kenzo sontak langsung menukik tajam. Membaca pesan itu membuatnya tidak tenang, seketika Kenzo langsung bangkit dan ia mencoba menghubungi nomor itu. Panggilannya tidak terjawab, dan Kenzo yang penasaran, ia pun langsung membalas pesan tersebut dengan mengiyakannya. "Si brengsek ini masih saja b
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu