"Siapkan semuanya, aku akan berangkat sebentar lagi! Okay, thank you, Jack!" Suara gaduh itu membuat Yasmin terbangun cepat dari tidurnya, gadis itu mengucek kedua matanya dan ia melihat Kenzo yang kalang kabut berlari menyahut handuk. Yasmin membuka kedua matanya lebar-lebar dan baru sadar kalau ternyata jam sudah menunjukkan pukul tujuh. "Hei, kenapa sudah bangun, tidur lagi saja kalau masih mengantuk," ujar Kenzo menatap Yasmin seraya berdiri di depan pintu kamar mandi. Kedua mata Yasmin mengerjap. "Kau saja cepat mandi, ini sudah jam tujuh. Biar aku yang siapkan baju gantimu," ujar Yasmin langsung turun dari atas ranjang. "Tidak usah, Sayang... Aku bisa sendi-""Cepat mandi!" sentak Yasmin dengan kedua mata melotot. Kenzo langsung masuk ke dalam kamar mandi, laki-laki itu terkekeh. Rasanya meskipun terlambat, tapi pagi ini ia merasa berbeda dengan hari-hari lainnya. Paginya jauh lebih lebih indah dan berwarna. Ia harus mengucapkan banyak terima kasih pada sang Istri. Lain d
"Tumben sekali kau datang sampai terlambat jam segini?!" Mahesa melemparkan sebuah berkas di hadapan Kenzo dan menarik kursi duduk di sampingnya di dalam ruangan meeting. Lirikan mata tajam Kenzo berikan pada sang sahabat, laki-laki itu mendengus pelan. "Aku kesiangan, semalam banyak yang harus aku kerjakan. Aku begadang, sore aku sibuk dengan Yasmin." "Loh, dia pulang dan tidak kembali ke tempat Liana lagi setelah ini?" tanya Mahesa. Kenzo pun menggeleng. "Tidak, aku akan merawatnya lagi. Aku akan memenuhi semua tanggung jawabku padanya," jawab Kenzo. Sang sahabat itu pun tersenyum seraya menepuk pundak Kenzo tiba-tiba. "Nahh... Gitu dong! Baru laki!" serunya. Ekspresi wajah Kenzo mendadak muram, kesal sekali ia dengan Mahesa yang sangat menyebalkan. Mereka pun kembali sibuk dengan pekerjaannya hingga satu, dua, tiga orang penting masuk ke dalam ruangan meeting dan mulai membahas pekerjaan. **Jam menunjukkan pukul lima sore, Yasmin baru saja menata makan malam bersama Bibi
Sebelum tidur Kenzo dan Yasmin berbincang-bincang banyak hal. Yasmin duduk di atas ranjang bersama suaminya yang berbaring di sampingnya dan terus mendengarkan banyak kisah yang Yasmin ceritakan. Mungkin kalau dulu ini adalah hal yang sangat membosankan bagi Kenzo, tapi kini tidak lagi. "Aku sampai sekarang masih belum tahu seindah apa yang namanya laut," seru Yasmin menutup ceritanya. Kenzo hanya tersenyum, dia meraih lengan kanan sang istri dan mengusapnya dengan lembut. "Nanti ke laut," ujar Kenzo. "Hem, nanti kapan?" "Yang jelas tidur dulu," jawab laki-laki itu membimbing Yasmin dan diajaknya berbaring. Yasmin berbaring di samping Kenzo gadis itu menatap langit-langit kamar dan ia menoleh pada Kenzo yang sudah memejamkan kedua matanya memeluk dirinya. "Kau mengantuk ya? Pasti tadi ditahan-tahan ngantuknya dengerin aku cerita, iya kan?" Yasmin tersenyum tipis, ibu jarinya mengusap lembut pipi Kenzo. Tidak ada jawaban apapun, mungkin Kenzo memang benar-benar sangat lelah. D
Setelah pulang dari rumah sakit dan mengetahui kondisi Yasmin yang sesungguhnya, Kenzo langsung mengajak istri tercintanya untuk ikut bersamanya. Mereka pergi berbelanja banyak kebutuhan dan makanan yang sehat. Kenzo tidak mau kalau terjadi hal yang tidak diinginkan pada anak dan istrinya."Ya ampun, Kenzo... Ini banyak sekali, susu vanila sebanyak ini untuk apa?" Yasmin mengerjapkan kedua matanya. "Tentu saja untukmu. Apa kau tidak mendengar kata Dokter Lizi, tadi? Aku membeli makanan sehat yang dia rekomendasikan, kau diam dan ikut saja. Kalau kau lelah lebih baik duduk dulu di sana," ujar Kenzo meminta Yasmin duduk di sebuah bangku tunggu. "Tidak mau, aku ikut saja," jawab Yasmin memeluk lengan kiri suaminya. "Nanti kau lelah, Sayang."Gelengan kuekeh Yasmin berikan pada Kenzo, seperti biasa kalau dia sejak dulu begitu lengket pada sang suami, apalagi kini Kenzo menjadi sangat hangat dan Yasmin menjadi sangat-sangat manja. Kenzo berjalan mendorong kereta belanja mereka. Yasmin
"Aku mencari Yasmin di tempat dia kerja biasanya, kata Liana ternyata dia ikut denganmu!" Kenzi mengomel masuk ke dalam rumah Kenzo. Kembarannya itu datang bersama istrinya dan mereka kini membawakan banyak sekali makanan untuk Yasmin."Tidak, sudah beberapa hari ini Yasmin pulang denganku," jawab Kenzo santai. "Harusnya Kakak bilang dong, sama kita!" sahut Ayumi, gadis itu duduk bersama Yasmin. Kenzo menyerah napasnya pelan. "Harus lapor yang bagaimana lagi pada kalian berdua ini, hah?!" "Sudah, sudah..." Yasmin melerai mereka semua. Kedatangan Ayumi dan Kenzi membuat suasana rumah menjadi lebih ramai dan asik. Setelah keretakan hubungan Kenzo dan Yasmin, hubungan persaudaraan Kenzo dan Kenzi juga retak, itulah yang membuat Kenzo kuekeh memperbaiki semuanya. Ia tidak mau kehilangan kembarannya, juga tidak ingin kehilangan istrinya. "Ken, besok Mommy memintamu pulang bersama Yasmin. Ada acara penting di rumah, orang tuanya Ayumi akan berkunjung," ujar Kenzo memberitahu. "Wah,
Memenuhi permintaan Ayumi dan keluarga, Yasmin dan Kenzo pun datang ke kediaman keluarganya. Di rumah orang tua Alex, di rumah itu kini sangat ramai dengan adanya kedua orang tua Ayumi yang datang berkunjung. "Ayo," ajak Kenzo pada Yasmin, laki-laki itu mengulurkan tangannya pada sang istri untuk diajaknya turun dari dalam mobil. "Aku... Aku tidak percaya diri," lirih Yasmin cemberut. "Kenapa, Sayang? Sudahlah, ayo..." Tidak banyak cakap saat itu juga Kenzo meraih tangan Yasmin dan segera mengajak istrinya turun dari dalam mobilnya. Mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah hingga orang tua Kenzo menyambutnya. Alana dan Alex adalah orang pertama yang memberikan senyuman manis padanya. Mereka berdua sungguh sangat manis dan hangat. "Akhirnya yang Mommy tunggu sampai juga," ujar Alana, dia langsung memeluk Yasmin bagai memeluk putrinya sendiri. "Kangen Mommy," lirih Yasmin memeluk punggung Alana. "Iya Sayang, Mommy juga merindukanmu." Alana tersenyum menangkup kedua pipi Yasm
"Sayang, mau beli makanan apa? Jangan diam saja dong..."Kenzo mengulurkan tangannya mengusap punggung tangan Yasmin dan mengecupnya dengan masih ia genggam. "Tidak usah, pulang saja," jawab Yasmin dengan wajah masam. Kenzo tahu suasana hati Yasmin pasti sedang buruk, dengan kedua orang tua Kenzo mengatakan hal semacam tadi, meskipun Yasmin harusnya tidak boleh iri sedikitpun, tapi entah suasana hati Yasmin memang sangat buruk.Gadis itu sama sekali tidak berbicara apapun. Kenzo yang kini mati-matian membuatnya kembali ceria seperti sedia kala. "Makan ramen ya, nanti kau bisa nambah sesukamu, bagaimana?" tawar Kenzo dengan sangat sabarnya. Yasmin perlahan melirik laki-laki itu, sebelum tidak ada pilihan dan hatinya juga berkata iya. "Boleh," jawabnya lirih. Seulas senyum barulah muncul menghiasi bibir Kenzo. Jawaban yang sangat melegakan hati dan menyenangkan, saat Yasmin menyetujui apapun yang ia tawarkan, di sanalah Kenzo dapat merasakan rasa lega di hatinya. Menjaga mood Yas
"Obrolan Daddy dengan Rivaldo kemarin pasti melukai hati Yasmin. Dan Kenzo juga tidak seperti biasanya saat Mommy telfon dia semalam." Alana berucap dengan wajah sedih dan gelisah. Ia menatap suaminya yang duduk di kursi kerjanya, sedangkan Alana berdiri di depan jendela menatap ke arah luar. Wanita itu merasa kalau sejak Kenzo pulang kemarin pasti perasaan anak dan menantunya sangat tidak nyaman. "Setidaknya kalau Daddy ingin mengatakan mana Cucu yang akan Daddy sayangi, jangan di depan mereka. Kasihan Dad," ujar Alana, dia berbalik menatap suaminya lagi. "Daddy juga tidak sengaja," jawab Alex, ia mengusap wajahnya. "Daddy akan minta maaf pada mereka." "Harus! Bagaimanapun juga anak kita itu dua, antara Yasmin dan Ayumi itu sama-sama hamil. Harusnya kalau Daddy tanya satu tentang mereka, Daddy tanya tentang Ayumi, Daddy juga harus melakukan hal yang sama dengan Yasmin. Asal Daddy tahu, mualnya Yasmin kemarin itu bukan karena apa, tapi karena gadis itu menyimpan perasaan tidak ny
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu