Share

Bab 98

Penulis: Wii
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah menjalani pemeriksaan selama beberapa jam sebagai saksi, Damien diizinkan pulang oleh pihak kepolisian. Kepala Damien semakin terasa pusing karena harus menjawab pertanyaan yang banyak. Beberapa diantaranya ada pertanyaan jebakan. Untunglah Damien bisa menjawabnya dengan baik, tanpa gugup sedikitpun.

Sebelum memasuki ruang pemeriksaan, Damien memang sempat gugup. Tapi Dyandta berusaha meyakinkan Damien bahwa dirinya tidak bersalah dan tidak perlu takut menghadapi pertanyaan polisi. Kekuatan itu yang membuat Damien berani menjawab pertanyaan yang diberikan padanya.

George sendiri tidak menemani Damien karena harus memastikan kondisi Velice di rumah sakit. Bagaimanapun juga, Velice sempat hamil anaknya dan George tidak ingin terjadi sesuatu pada wanita itu.

"George, kau dimana?" tanya seseorang dari ujung telepon.

Saat ini, George sedang menerima telepon dari Cacha. "Aku sedang di rumah sakit."

"Hah? Siapa yang sakit?" Suara Cacha terdengar panik. "Kau yang sakit?"

"Bukan."

"Lal
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 99

    Cacha sedikit berlari dari lobi untuk mencari ruang IGD dan melewati bagian resepsionis. Ia tampak celingukan mencari keberadaan George. Sesaat kemudian, ia pun melihat George tengah duduk bersandar sambil memejamkan mata. Kedua tangan bersedekap di dada.Cacha langsung menghampiri dan duduk di sisi kiri George. Pergerakan itu pun memaksa George untuk membuka mata sambil menoleh ke kiri."Oh, kau rupanya. Hampir saja aku memakimu," ujar George. Raut wajahnya tampak kesal karena harus menunggu di rumah sakit dan tidak bisa istirahat dengan bebas.Wanita yang ada di sisi kiri George pun tersenyum. Berusaha memahami lelahnya pria itu. "Bersabarlah. Ini, aku bawakan makanan. Kebetulan hari ini aku masak banyak. Kau bisa makan sepuasnya," ucapnya sambil menyodorkan bekal itu pada George."Wah, terima kasih."George menerima bekal itu dengan wajah sumringah. Memang sejak tadi ia sangat lapar. Tapi terlalu malas untuk pergi ke kantin."Sebaiknya kita makan di kantin saja. Atau kita ke restor

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 100

    George keluar dari ruangan Dokter Rachel dengan wajah lesu. Ia berjalan gontai menuju ruang IGD. Sesekali ia menghela napas kasar. Entah apa yang Dokter Rachel katakan sampai membuat George murung seperti itu. Mungkinkah ini mengenai kondisi Velice?Saat tiba di depan ruang IGD, George menduduki kursi kosong yang ada di samping kanan Cacha. Terlihat Cacha menatap George dengan heran."Ada apa, George? Kenapa murung?""Dokter Rachel bilang, Velice akan dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar lagi jika tidak ada perkembangan sampai besok. Peralatan medis di sini tidak terlalu lengkap. Tapi Dokter Rachel akan berusaha semaksimal mungkin," ujar George sambil menundukkan kepala.Cacha turut bersedih mendengarnya. Meskipun Velice bukan wanita yang baik, tapi nasibnya sungguh malang sekali. "Hhh! Andai saja dia tidak berbuat nekat seperti itu. Pasti kejadiannya tidak akan seperti ini," gumam George sedikit kesal."George, tidak perlu berandai-andai. Semua sudah terjadi dan inilah resiko yang

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 101

    Airin melepas pelukannya pada Damien, lalu menarik tangan putranya untuk naik ke lantai dua mansion. Dulu, kamar kesayangannya ada di lantai dua dan selalu tertata rapi setiap saat. Koleksi buku-buku bacaan juga ada di dalam kamar yang cukup luas itu. Bahkan Damien sampai takjub melihat kamar Airin yang masih rapi dan luas.Di samping kanan, dekat pintu masuk, ada kamar mandi yang ukurannya juga luas. Di samping pintu kamar mandi ada dua buah rak buku berukuran sedang. Dan sedikit bergeser dari rak buku, ada balkon yang sering digunakan Airin untuk membaca buku-buku koleksinya. Hingga perabotan lainnya masih lengkap di kamar itu."Wah, ini luas sekali, Bu," ucap Damien takjub. "Bahkan lebih luas dari kamarku."Airin tersenyum. "Ya, begitulah. Ibumu ini anak satu-satunya. Jadi, Ibu sangat diistimewakan.""Beruntung sekali Ibu.""Memangnya kau merasa tidak beruntung dirawat Ibumu ini, hm?" tanya Airin sedikit kesal.Damien menyengir kemudian menjawab, "Aku juga sangat beruntung memiliki

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 102

    Ponsel berdering di atas meja saat Damien dan Airin sedang sibuk menyantap makanan mereka. Damien melihat ke layar ponsel yang menyala. Sebuah panggilan masuk dari George. Dahinya langsung mengernyit dan buru-buru menerima panggilan tersebut. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk saat mengabaikannya."Bu, sebentar ya," izin Damien pada Airin."Iya, Nak."Damien tidak pergi menjauh dari Airin. Ia tetap duduk di tempatnya lalu menjawab panggilan telepon dari George. "Halo, George.""Halo, Damien. Kau dimana sekarang?" tanya George yang suaranya terdengar panik dan sedikit ngos-ngosan."Aku sedang di luar bersama Ibuku," jawab Damien dengan jantung yang berdegup kencang. "Ada apa? Kenapa suaramu seperti orang panik?""Velice sudah sadar tapi dia mengamuk seperti orang tidak waras."Mendengar hal itu, Damien mendadak syok. Ia bingung harus beraksi apa saat ini. Wanita itu memang sudah sadar. Tapi psikisnya tidak baik-baik saja."Aku terpaksa menghubungi Dyandta untuk menangani Velice. Tapi

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 103

    "Teror?" gumam Damien dalam hati.Damien mengirimkan pesan balasan pada Pablo. Karena sejujurnya, ia baru mengetahui hal ini.[Kenapa baru memberitahu sekarang?]Damien menyimpan ponselnya. Merasa tidak tenang dengan informasi yang ia dapatkan dari Pablo. Bagaimana bisa perusahaannya mendapatkan sebuah teror? Padahal selama ini, perusahaan tersebut baik-baik saja.Denting ponsel kembali terdengar di saku celananya. Tapi, saat hendak mengambil ponsel tersebut, Dyandta sudah terlanjur menghampiri. Damien pun mengurungkan niatnya untuk melihat pesan balasan dari Pablo."Damien, bantu aku ya. Kita akan memindahkan Velice ke rumah sakitku," ucap Dyandta pada Damien.George yang baru saja selesai berbicara dengan Cacha via telepon, langsung menyahut, "Hari ini juga?""Iya. Lebih cepat, lebih baik," kata Dyandta."Tapi, kondisi kesehatannya masih belum pulih. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?"Dyandta tersenyum pada George, kemudian menjawab, "Kau tenang saja. Dokter Rachel akan selalu berkun

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 104

    Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Damien sudah berangkat ke kantor untuk mengadakan rapat bersama beberapa petinggi di perusahaan. Damien juga sudah menceritakan teror itu pada keluarganya saat makan malam. Kini, Damien ditemani Bailey menuju kantor. Sedangkan Dyandta harus ke rumah sakit untuk mengurus pasiennya. Hanya tersisa Airin dan Tommy di rumah karena Bailey yang meminta Tommy untuk menjaga istrinya.Di sepanjang perjalanan, Damien dan Bailey sibuk membahas masalah teror yang muncul secara tiba-tiba itu. Dulu sekali, saat perusahaan Bailey sedang naik daun, ia juga mendapatkan sebuah teror yang pelakunya adalah rekan bisnisnya sendiri."Nak, tetap waspada pada para petinggi di perusahaanmu. Ayah tidak ingin kau terjebak oleh kelicikan mereka. Dalam dunia bisnis, tidak boleh terlalu percaya pada rekan bisnis kita. Percaya sekedarnya saja. Jangan berlebihan. Terkadang teror itu datang karena dari orang dalam," nasehat Bailey."Ayah pernah mengalaminya?"Bailey mengangguk. "Tap

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 105

    Di rumah sakit, Dyandta tampak berlari kecil melewati lorong menuju ruang perawatan Velice. Ia mendapat laporan Velice sedang berteriak dan meminta untuk dilepaskan. Meskipun sudah diikat, tetap saja para perawat yang berjaga takut untuk mendekat. Mereka menunggu kedatangan Dyandta dengan gelisah."Lepaskan aku!"Teriakan Velice semakin jelas terdengar di telinga Dyandta. Dyandta mempercepat langkahnya dan sampailah ia di depan ruangan tersebut. Para perawat yang menunggu pun bisa bernapas lega setelah Dyandta datang."Tolong siapkan jarum suntik," perintah Dyandta pada asistennya."Baik, Dok."Jarum suntik diberikan pada Dyandta. Kemudian Dyandta menyuntikkan obat penenang secara perlahan di lengan kiri Velice. Setelah menunggu beberapa detik, barulah Velice kembali tenang. Tapi kali ini dia tetap sadar. Hanya saja lebih tenang dari sebelumnya. Dosis yang Dyandta berikan tidak terlalu tinggi.Dyandta merapikan rambut Velice yang berserakan. Tidak peduli dengan tatapan tajam Velice pa

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 106

    Sekitar hampir satu jam lebih berlalu, akhirnya Dyandta selesai menangani pasien-pasien yang ingin konsultasi dengannya. Dyandta bersandar sejenak di kursi sambil menghela napas lega. Kepenatan itu sungguh dirasakan Dyandta akhir-akhir ini. Padahal sebelumnya ia tidak pernah merasa lelah ataupun pusing saat menangani pasien.Dyandta melirik ke arah jam dinding. Sudah waktunya ia visit ke kamar rawat pasien. Dengan rasa malas, Dyandta berdiri dari kursi sambil memegang buku catatannya.Tapi, baru beberapa langkah, Dyandta merasakan hal yang tidak enak di perutnya. Mendadak ia mual dan berkeringat. Kepalanya terasa berat dan seperti bergoyang. Dyandta hampir terjatuh dan langsung berpegangan pada ujung meja sambil memegangi kepalanya.Sang asisten yang melihat pun panik. "Kenapa, Dok?""Tidak tahu, Angella. Kepala saya tiba-tiba pusing dan perut saya mual. Tidak enak sekali rasanya," jawab Dyandta pada asistennya itu."Kalau gitu, Dokter istirahat saja sebentar. Nanti akan saya panggilk

Bab terbaru

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 117

    Satu tahun kemudian, George dan Dyandta melangsungkan pernikahan sederhana di salah satu gereja. Disaksikan oleh keluarga besar George, pegawai Lunar's Cafe, para perawat di rumah sakit Dyandta, serta Cacha yang datang bersama Albert.Sebulan yang lalu, Albert akhirnya menemui Cacha dan mengaku masih mencintai Cacha. Albert mengajak Cacha untuk rujuk kembali dan ajakan itu pun diterima dengan senang hati oleh Cacha. Kabar baik itu langsung disebarkan oleh Cacha. Dan kini, Cacha menghadiri pernikahan dua sahabatnya bersama Albert.Lalu, bagaimana dengan Damien?Sejak diceraikan oleh Dyandta, Damien kembali mengalami depresi. Perusahaannya mengalami kebangkrutan dan proyek besar itu berhasil diambil alih oleh Willy dan kasus Malvis sudah ditutup karena pelakunya sudah tewas dalam kecelakaan tunggal. Damien pun dikirim ke rumah sakit, tempat Dyandta membuka praktek. Bailey dan Airin memang memberikan rumah sakit itu pada Dyandta dan tidak mengambilnya kembali.Selama ini, Dyandta masih m

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 116

    Dyandta terbangun dari tidurnya pukul 02.00 dini hari. Ia melenguh sakit di kepala dan tangannya. Dyandta mencoba menormalkan pandangannya untuk melihat ke sekitar ruangan. Itu bukanlah kamarnya.Wanita itu mencoba mengingat apa yang sudah terjadi. Hingga ingatan akan kecelakaan itu langsung muncul. Dyandta langsung meraba perutnya."Anakku," gumamnya lirih.Dyandta melihat seseorang sedang tertidur di samping kirinya. Seseorang itu adalah George. Dia menemani Dyandta sejak tadi. Dyandta dipindahkan ke kamar perawatan pada pukul 12.00 dini hari tadi. Dan kini, Dyandta sudah sadar."George," panggil Dyandta lirih.George yang mendengar suara itu pun segera membuka mata dan menatap ke arah Dyandta. Pria itu tersenyum meskipun kesadarannya belum pulih sepenuhnya."Ah, kau sudah sadar. Aku panggilkan Dokter dulu ya," ucap George."Bagaimana dengan anakku?"Pertanyaan Dyandta membuat tubuh George kaku. Ia menatap Dyandta dalam diam. Sedangkan Dyandta menunggu jawaban dari George. "Katakan,

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 115

    "....Jasadnya belum ditemukan sampai sekarang."Mendengar pengakuan Malvis, air mata Dyandta langsung menetes. Belum sempat ia meminta maaf pada orang tuanya, Tuhan sudah mengambil mereka darinya. Seketika tangis Dyandta pecah sambil memanggil kedua orang tuanya. Malvis menenangkan sambil mengusap pundak Dyandta."Aku ingin mengajakmu pergi karena aku tahu, kau tidak bahagia dengannya," lanjut Malvis.Dyandta menggeleng perlahan. "Tidak, Malvis. Aku harus menyelesaikan masalahku dengannya. Kau juga begitu. Jangan mencoba untuk lari sebelum masalah selesai.""Tidak!" Malvis menolak dengan tegas. "Aku tidak sudi bertemu dengannya. Dia sudah menghancurkanku. Bahkan secara tidak langsung, dia juga membunuh orang tuamu.""Jangan menuduh sembarangan, Malvis!" bentak Dyandta.Malvis menyalakan mesin mobil lalu melanjutkan perjalanan. Mengabaikan perintah Dyandta untuk berhenti. Sampai akhirnya, mereka saling berebut setir bundar itu. Hingga membuat mobil oleng ke kanan dan ke kiri. Tidak ada

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 114

    "Sekarang, katakan apa yang sedang terjadi? Kenapa kau menangis?"Dyandta masih diam. Belum menjawab pertanyaan George. Ia masih berusaha menguatkan diri untuk menceritakan kejadian buruk itu. Untungnya George sabar menunggu dan berusaha memahami perasaan Dyandta.George menggenggam tangan Dyandta yang berada di atas meja, setelah piring bekas makan itu disingkirkan oleh George."It's okay, jika kau belum siap untuk cerita. Aku akan menunggu. Tenangkan dirimu," ucap George tenang. "Sekarang, ikuti aku. Tarik napas dalam-dalam, lalu buang perlahan."Dyandta langsung mengikuti apa yang disuruh George. "Iya, seperti itu. Bagus sekali. Lakukan terus sampai kau bisa tenang kembali," lanjut George memberi semangat.Wanita itu melakukannya secara berulang, lalu berhenti setelah dirinya merasa lebih tenang. Setelah itu, ia memulai ceritanya dari awal hingga akhir. George menjadi pendengar yang baik, meskipun hatinya sedang dongkol saat tahu Dyandta menangis karena Damien. Tapi George tetap me

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 113

    Seminggu sejak kejadian ruang arsip terbakar, akhirnya polisi mengetahui identitas si pelaku. Pelaku tersebut adalah Malvis. Masih ingat dengan Malvis? Ya. Dia Malvis. Pria yang dikenal oleh Dyandta dan Damien. Pria yang selalu dianggap Dyandta sebagai saudara, justru berniat menghancurkan kehidupan Damien.Sampai saat ini, polisi masih memburu Malvis yang mendadak kabur entah kemana. Polisi sudah mendatangi alamat keluarga Malvis. Tapi Malvis tidak ada di sana.Entah sejak kapan pria itu berada di New York. Bahkan Dyandta sama sekali tidak tahu Malvis berada di kota yang sama dengannya.Damien menggebrak meja dengan kesal. Ia jadi teringat kejadian dulu, sebelum dirinya menikah dengan Dyandta. Karena kedekatan Dyandta dengan Malvis, Damien sempat berprasangka buruk pada Dyandta. Tapi Dyandta berusaha meyakinkannya bahwa Malvis hanya sekadar teman yang sudah dianggap seperti saudara. Damien berusaha menerima alasan itu setelah menikah dengan Dyandta.Tapi nyatanya, pria itu pula yang

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 112

    "Tuan."Panggilan Pablo membuat Damien sedikit terkejut. Sejak tadi, Damien memang sedang melamun. Pikirannya terus tertuju pada seseorang yang ciri-cirinya disebutkan oleh Pablo. Sekuat tenaga Damien mengingatnya, namun tak kunjung menemukan titik terang."Apa anda yakin mengenal orang itu?" tanya Pablo.Damien mengangguk. "Saya yakin sekali, Pablo. Tapi saya masih belum bisa mengingat siapa namanya dan kapan terakhir bertemu dengannya.""Ah, pantas saja anda melamun. Ternyata anda sedang memikirkan itu," terka Pablo."Iya. Saya hanya penasaran, apa motifnya sampai membakar ruang arsip perusahaan."Pablo menghela napas panjang, kemudian memberikan opininya, "Saya rasa, dia sedang mencari berkas proyek itu, Tuan. Saya akui, proyek itu memang besar dan kita termasuk orang beruntung yang bisa mendapatkannya. Karena menurut informasi, ada banyak perusahaan yang mencoba menembus dinding pertahanan si pemilik proyek itu. Tapi selalu gagal dan pada akhirnya jatuh ke tangan kita, Tuan.""Hhh

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 111

    Saat memasuki lobi kantor, Damien terkejut melihat beberapa staf dan karyawan berlarian dan saling dorong satu sama lain. Wajah mereka tampak panik dan ada Pablo yang menginstruksi mereka semua untuk segera keluar."Ayo cepat! Semuanya keluar!" perintah Pablo.Damien yang tidak tahu apapun langsung menghampiri Pablo. Wajah Pablo juga tak kalah panik, sama seperti yang lain."Ada apa ini, Pablo?" tanya Damien.Tapi sayang, Pablo tidak menjawab. Mungkin Pablo tidak sadar jika di sebelahnya adalah Damien. Dengan terpaksa, Damien menepuk kuat pundak Pablo hingga membuat Pablo terkejut."Ah, Tuan.""Ada apa ini? Kenapa semua panik?" tanya Damien."Tuan, ruangan arsip terbakar. Tim pemadam akan segera datang," jawab Pablo.Damien terkejut setengah mati. Ruang arsip? Semua berkas penting ada di sana. Seketika Damien teringat dengan berkas proyek besar itu di ruangannya. Ruangan arsip tidak terlalu jauh dari ruangannya. Damien bergegas pergi dan tak menghiraukan panggilan Pablo yang melarangn

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 110

    Pagi hari, tepat pukul 07.00, Damien dan Dyandta pergi menuju rumah sakit untuk menemui dokter kandungan. Mereka akan melakukan pemeriksaan sekaligus konsultasi. Maklum, ini yang pertama bagi mereka. Menjadi calon ayah dan ibu untuk pertama kali cukup membuat mereka sedikit gugup. Ada banyak ketakutan yang muncul, seperti keguguran dan lain sebagainya.Sekitar 30 menit, sampailah mereka di salah satu rumah sakit ternama di New York. Mereka masuk ke lobi dan berjalan menuju poli kandungan setelah mengambil nomor antrian. Karena masih pagi, antrian belum terlalu banyak. Mereka mendapat antrian nomor 4. Mereka tidak akan menunggu terlalu lama.Satu per satu pasien mulai dipanggil untuk bertemu dengan dokter kandungan tersebut. Nama yang tertera di dekat pintu bertuliskan Mariana. Pasien di sana biasa memanggilnya Dokter Ana dan wanita itu begitu dikagumi oleh para ibu-ibu hamil. Menurut mereka pelayanan Dokter Ana sangat baik dan memberi kenyamanan bagi mereka. Apalagi saat persalinan, D

  • An Empty Heart (INDONESIA)   Bab 109

    Selepas makan malam, Damien, Dyandta, Bailey dan Airin duduk di teras rumah. Saling berbagi cerita dan tertawa bersama. Malam ini, terasa begitu istimewa karena Dyandta tengah berbadan dua. Sesekali Damien menemani Dyandta ke kamar mandi saat mual, namun untungnya tidak terlalu sering. Hanya sesekali saja. Dan besok, Damien akan membawa Dyandta ke dokter kandungan untuk memeriksa usia kandungan istrinya.Damien terus merangkul Dyandta saat duduk di teras. Pandangannya tak lepas dari wanita cantik yang dalam hitungan bulan akan melahirkan buah cinta mereka ke dunia."Dyandta, Ibu senang sekali mendengar kau hamil. Ibu tidak menyangka. Sungguh," ucap Airin. "Padahal Ibu sudah sedikit pesimis saat orang lain menuduh Damien mandul karena waktu itu Cacha tidak kunjung hamil. Bahkan Cacha juga ikut menuduh Damien."Senyum manis terukir di kedua sudut bibir Dyandta. Digenggamnya kedua tangan Airin, lalu berkata dengan bijak, "Ibu, anak adalah titipan Tuhan. Jika Tuhan sudah berniat menitipka

DMCA.com Protection Status