Share

Gelisah

Penulis: Rianievy
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-07 10:50:01

Tara menatap langit-langit kamar, semenjak kejadian tadi, ia terus dilanda rasa khawatir, juga muncul perasaan lain saat ia bertemu tatap lagi dengan Kanti. Lima tahun mereka hilang kontak, Tara sengaja melakukan itu karena saat itu memang mau menghapus Kanti dari hati dan hidupnya, pun, ia sedang mendekati Dena. 

Dena yang kala itu masih mahasiswi tingkat akhir menarik perhatiannya saat tak sengaja mereka bertemu di acara pernikahan teman sejawat Tara. Sedangkan Dena menemani Papanya datang ke acara tersebut. 

Dena yang manis, senyuman ramah, ayu, dan berpenampilan sederhana tapi tak kuno, membuat Tara yang kala itu seperti mendapat jalan keluar dari rasa gundah di hatinya semenjak putus dengan Kanti. 

Ia menghela napas, beranjak perlahan untuk memadamkan lampu kamar. Ditatapnya Dena yang sudah terlelap, ada sedikit perasaan bersalah kepada istrinya itu akibat munculnya kejolak lain di hati. 

Tara tak kembali ke ranjang, ia berjalan keluar kamar, menuju ke arah dapur. Ia duduk di sana seorang diri. Dilihatnya oleh-oleh yang ia bawa dari Bogor masih utuh di dalam plastik transparan itu. Ia menyeduh kopi, kemudian duduk di kursi meja makan. 

"Belum tidur, Tar?" suara ibu terdengar. Wanita itu sepertinya terbangun. 

"Iya, nggak bisa tidur, Bu." Sahut Tara sembari menyesap kopi. 

"Makin nggak bisa tidur dong, kalau kamu minum kopi," ibu mengambil posisi duduk du hadapan putranya. 

"Nggak pengaruh. Ngantuk ya tidur. Kebetulan aja Tara belum ngantuk." Sahutnya lagi. 

Ibu menghela napas. Ia menatap putranya lamat-lamat. "Kanti makin cantik dan bersinar ya, Tara, nyesal kan, kamu lepasin dia buat Dena?" 

Tara diam, ia menyesap kopinya. 

"Ngeyel, sih, dibilangin Ibu itu nurut." ujar ibu yang tampak melirik sinis. 

"Bu, udah lah, Tara lagi nggak mikir tentang Kanti atau siapapun, masalah kerjaan." Tara sedikit protes. Padahal jelas pikirannya terpengaruh karena hadirnya Kanti di rumah itu. 

"Halah... bohong. Emangnya Ibu nggak bisa lihat, bahkan Sofia dan Syifa udah berpendapat yang sama dengan Ibu. Tatapan kamu itu kelihatan jelas, kalau kamu kaget juga senang saat ketemu Kanti tadi sore. Ya, kan?" Cecar ibu. Tara menggeleng. 

"Bu, Tara mau tanya. Kenapa Ibu sebegitu nggak sukanya sama Dena. Kalau Ibu emang nggak suka, kenapa dulu restuin Tara dan Dena nikah? Kalau begini caranya, Ibu sama aja bikin di terluka dengan perilaku dan kata-kata Ibu." Sorot mata Tara menusuk, ibu gelagapan, terlihat dari sikap salah tingkahnya yang membuat Tara terkekeh pelan. 

"Ada apa, Bu, sebenarnya apa yang kalian rencanakan dan alasannya apa? Kak Sofia dan Kak Syifa, juga sama, kan? Dena kasihan, Bu." 

Tara mencoba menjelaskan posisi Dena di rumah dan hidup Tara. 

"Ibu lebih suka kamu nikah sama Kanti. Titik." Jawabnya ketus. 

"Kenapa? Alasannya apa? Apa karena gaya hidup dan lingkungan Kanti yang modern, seorang fashion designer terkenal? Punya butik langganan artis dan sudah melanglang buana ke mana-mana? Sedangkan Dena hanya istri sederhana yang terjma jahitan biasa juga urus rumah?" Tara memajukan tubuhnya sedikit, ia ingin menatap wajah ibunya lekat-lekat. 

"Itu kamu tahu. Perlu Ibu jelasin? Nggak, kan? Ingat Tara, kamu itu harus nurut apa kata Ibu, kamu nggak mau bikin Ibu sakit dan mati pelan-pelan karena nggak bahagia lihat pernikahan kamu dengan Dena, kan?" Ibu kini balas menatapnya dengan tajam. Tara diam, ia kembali duduk bersandar. 

"Tara mau berbakti dan jadi anak sholeh, tapi Tara juga ada istri yang perasaannya harus Tara jaga, Bu. Ibu jangan bersikap sinis dan ketus ke Dena. Hal sepele tolong, jangan di besar-besarkan dan dikit-dikit ngadu ke Kak Sofia dan Kak Syifa." Tara melayangkan protes. Ia tak ingin kedua kakaknya itu begitu turut campur dan andil dalam rumah tangganya juga. 

"Lho, kenapa?! Kamu sama aja kayak Bapak! Ibu nggak boleh cerita ke anak sendiri?! Apa sekalian aja Ibu cerita ke tetangga, biar mereka juga tahu kalau betapa tidak bergunanya istri kamu itu?!" tatapan tajam kembali ditunjukkannya ibu. 

"Nggak berguna gimana, Bu? Dena beberes rumah, masak, bahkan pakaian Ibu dan Bapak juga Dena yang cuci juga setrika. Dena bangun lebih pagi dari Ibu, belanja sayuran dan macam-macam. Itu semua juga pakai uang Tara, kan? Uang pensiunan Bapak dan bulanan dari Kak Sofia dan Kak Syifa nggak Ibu pakai. Bahkan, Dena harus terima jahitan untuk jajan kebutuhannya saking nggak mau ganggu uang untuk kebutuhan di sini. Apa itu kurang juga di mata Ibu?" Tara menatap nanar. Wanita itu hanya bisa berdecak. 

"Itu kewajiban kamu dan bagian resiko Dena. Dia menikah dengan anak laki-laki tertua Ibu, yang memang sudah seharusnya menagkahi orang tuanga juga. Itu bagian dari bakti seorang anak. 

Ibu paham, kamu belain istri, tapi ingat. Surgamu ada di telapak kaki Ibu. Sekali kamu bikin sakit hati Ibu, pintu surga kamu tertutup selamanya." Ibu beranjak. Kembali berjalan ke arah kamar. 

"Bu, Ibu jangan selalu ancam Tara dengan hal itu, Bu..." nada bicara Tara begitu merendah. 

Ibu menoleh sejenak, "lho... terserah. Aku Ibumu, ya, kan? Dan dia istrimu yang harus tunduk sama kamu. Karena surga dia ada di kamu. Paham." Lirikan sinis kembali terlihat. Tara hanya bisa bergeming, ia mengusap kasar wajahnya. Sementara ibu berjalan kembali ke arah kamar. 

Tara diam, tatapannya lurus ke arah kopi di cangkir kecil di hadapannya. Hatinya semakin gelisah, mana kala ia juga teringat ucapan Kanti saat pamit pulang. 

Aku senang kita bisa ketemu lagi, Tara. 

Hanya kalimat itu, tetapi mampu membuat Tara mendadak hatinya kacau. Beberapa kali ia menghela napas, untuk sekedar menghapus ingatan tentang hubungannya dulu dengan Kanti yang begitu indah. 

***

"Mas Tara, aku mau antar pesanan sarung bantal lagi ke rumah Bu RT, habis itu aku ke toko bahan, ya," izin Dena sembari merapikan penampilannya. 

"Kamu naik motor? Bawa kain bahannya gimana?" tatap Tara yang sudah bersiap dengan pakaian kerjanya. 

"Aku di jemput Papa sama Mama, kebetulan mereka mau cari bahan untuk acara lamaran sepupu aku, niatnya mau seragaman semua. Mama yang dipercaya atur pemilihan bahannya." Dena berjalan ke hadapan suaminya, memeluk pinggang Tara yang kali ini merapikan tatanan rambutnya. 

"Ganteng banget suami aku," goda Dena. Tara tersenyum, lalu mengecup pelipis Dena. 

"Den, aku dapat rejeki, uang tunjangan kinerja udah keluar. Sana beli apapun yang kamu mau, ya, jangan kasih ke Ibu." 

Kalimat Tara membuat Dena menggeleng pelan. "Nggak, Mas, kemarin Ibu udah ingetin aku, kalau uang tunjangan kinerja kamu mau diminta Ibu." 

Tara diam. Ia menatap pantulan dirinya di kaca meja rias istrinya. Sementara Dena masih memeluknya. 

Buat apa lagi, sih, Ibu. Itu hak Dena. ucap Tara dalam hati. 

"Mas Tara..." 

"Hm, apa, Sayang?" Tara menunduk menatap Dena, sedangkan Dena mendongak menatap suaminya. 

"Kamu dan Kanti, punya masa lalu cerita indah, ya. Sampai aku, kemarin dengar kalau Kanti senang bisa ketemu kamu lagi." Dena tersenyum. Tara diam membeku. Ia terkejut, karena ternyata Dena mendengar ucapan Kanti saat Tara mengantar wanita itu hingga pagar. 

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Marcela Riska
okeee bgt bestie
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku istrimu suamiku   Pertanyaan orang tua

    Dena duduk di kursi penumpang tengah, di barisan ketiga sudah penuh dengan bahan untuk jahitannya dan juga bahan brokat untuk kebaya. Mereka tak langsung pulang, tetapi pergi makan siang di restoran seafood langganan orang tua Dena. Papanya yang pensiunan PNS itu, tau tempat makanan enak. Sedangkan mamanya yang pensiunan dari bank swasta, tau tempat makan kelas menengah ke atas yang sering disambangi waktu Dena dan kakaknya belum berumah tangga masing-masing."Pa, ke sini? Tau aja Papa, anaknya udah lama nggak makan ikan bakar sama kepiting," goda Dena yang begitu bersemangat."Emang kamu nggak pernah di ajak makan keluar sama Tara? Makan seafood aja, bahagia banget." Papa balas menggoda."Suka lah, Pa, tapi bukan di sini. Mas Tara dan keluarganya punya langganan sendiri," sanggah Dena yang sejujurnya itu kebohongan. Tara jarang mengajaknya makan di luar, karena jika itu terjadi, maka omela

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • Aku istrimu suamiku   Semakin membenci

    Tara asik makan siang dengan sesama rekan kerjanya di kantin kantor itu sambil bercengkrama dengan gelak tawa menggema."Besok siapa aja yang berangkat ke Malang juga?" tanyanya sembari meminum es teh manis miliknya."Kita berlima, Pak, tiket Bapak masih sama saya, nanti sayaCheck in-kan sekalian, jadi Bapak tinggal datang ke bandara aja." Sahut anak buah Tara. Pria itu mengangguk."Mobil dari dinas sana udah di siapin juga?" Kembali Tara bertanya."Sudah, Pak, mereka nanti jemput ke bandara dan kita langsung ke hotel. Jam sepuluh baru kita ke kantor dinas di sana. Bapak mau minta laporan apa saja? Biar saya hubungi orang di sana untuk siapkan," lanjut anak buah Tara yang seorang pria berusia dua puluh lima tahun."Oke." Lalu Tara beranjak, menuju kasir, membayarkan makanan pesanannya juga teman-temannya. Tara memang suka

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • Aku istrimu suamiku   Perubahan sikap

    Dena tak bisa tidur, hatinya merasa tak nyaman karena sikap ibu mertuanya yang jelas tak suka kepadanya. Bapak bahkan sampai meminta Dena membahas dengan Tara, namun, sepertinya Tara justru marah kepadanya. Dena menoleh ke arah kiri, Tara tidur memunggunginya. Semalam keduanya bertengkar, oh bukan, lebih tepatnya Tara yang memberi tahu Dena supaya tidak membuat ibunya kesal dan marah. Meminta Dena terus bersabar tanpa Tara memberikan kesempatan Dena bicara untuk sekedar membela dirinya.Waktu subuh tiba, Dena membangunkan suaminya yang segera membuka mata, lalu beranjak untuk mandi, bersiap sholat subuh lalu berangkat ke bandara dengan taksi. Dena menyiapkan sarapan berupa mie instan dengan telor rebus dan teh manis hangat. Masih pukul lima. Pesawat akan berangkat pukul sembilan pagi. Jarak dari rumah ke bandara cukup jauh, jadi Tara harus berangkat beberapa jam lebih cepat.Tara sudah tampak rapi, ia berjalan keluar kamar, menyeret tas koper yang ia dirikan di dekat m

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-05
  • Aku istrimu suamiku   Tak ada senyuman hangat

    Tara pulang dari perjalanan dinasnya di Kota Malang, Dena berjalan menghampiri dengan cepat karena ia baru selesai mandi. Kala itu, jam menunjukkan pukul tiga sore. Suara ibu yang senang menyambut putranya pulang terdengar riang. Dena segera berjalan keluar dari kamarnya, ia lalu menghampiri Tara.“Mas,” sapanya sembari meraih tangan pria itu. Tara diam, ia hanya melirik lalu mengabaikan Dena. Ia diam, berpikir jika mungkin suaminya lelah.“Aku siapin air hangat untuk mandi, ya, sebentar, Mas,” ucapnya sembari beranjak. Ia bergegas kembali ke dalam kamarnya, menuju ke kamar mandi lalu menyiapkan air hangat di dalam bak dengan air yang mengcur dari keran. Ia juga menyiapkan handuk baru, juga pakaian tidur Tara.Derit pintu kamar terdengar. Tara mas

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Aku istrimu suamiku   Komenan tetangga

    "Saya bingung, udah bener Tara sama Kanti, tau kan kalian, yang disainer baju terkenal itu. Cuma karena Kanti mau sekolah lagi sambil meniti karir di luar negeri, Tara malah putusin. Dia malah pilih Dena yang jelas-jelas bikin hati saya nih, aduhhh... perih... sakit hati.Saya di rumah suka diketusin, Dena kalau diajak ngobrol juga suka nggak nyambung. Kasihan anakku, tiap pulang kerja, suka saya ceritain tentang sikap istrinya itu. Keselll... hati saya," curhat ibu ke tetangga yang rumahnya hanya berbeda tiga rumah ke samping kanan darinya."Lho, masa, sih? Saya lihat Dena nggak begitu, biasa aja dan rajin. Saya sering ketemu di tukang sayur, belanja bareng, dan kalau saya tanya belanja apa aja dan masak apa, dia selalu jawab kalau masak sesuai permintaan kamu, sekali belanja bisa dua ratus ribu sehari." Sanggah

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Aku istrimu suamiku   Keluar dari rumah

    Istilah 'keluar dari rumah', sering digadang-gadang banyak orang, terlebih dalam lingkup keluarga juga masyarakat bagi pasangan yang sudha menikah. Masalahnya, kadang penyampaian untuk mengingatkan seseorang akan sikap itu salah cara, yang berujung membuat salah tanggap yang berakhir ada yang tersakiti.Dena diam, saat ia sedang menyuguhkan makanan untuk tamu ibu mertuanya yang datang ke rumah. Bukan tamu jauh, mereka adalah orang-orang yang sehari-hari ada dilingkungan rumah juga. Istri Tara itu baru saja selesai mengantar pesanan jahitan sarung bantal, dan saat ia melihat ‘tamu’ ibu mertuanya itu. Ia segera ke kamar, berganti pakaian dan menuju ke dapur. Ia membuat minuman, juga menyuguhkan kue-kue yang memang, Dena rajin membeli, sekedar untuk camilan di rumah karena bapak mertuanya suka minum kopi sambil ngemil kue.“Silakan, Bu,” ucapnya sopan sembari meletakkan teh lemon hangat dan beberapa potong bolu pandan krim vanilla yang ia bel

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Aku istrimu suamiku   Mengalah

    "Mas Tara," panggil Dena pelan saat mereka sudah berada di dalam kamar. Tara merasa bingung, ibu diam dan tampak kesal. Sofia dan Syifa meminta ibu untuk sementara tinggal di rumah Sofia, alasannya supaya ibu refreshing karena di rumah ribut terus dengan Dena. Lucu, padahal ibu lah yang mencari kesalahan Dena terus. Bapak marah, tapi Sofia yang congkak dan Syifa yang selalu satu suara dengan saudara kembarnya itu hanya bisa mendukung keputusan Sofia."Bapak nggak kasihan sama Ibu?! Udah... udah! Kepala Sofia bisa pecah kalau begini. Bukannya senengin Ibu, malah kalian bikin pusing." Begitu kata Sofia tadi. Dena sedih, Sofia bahkan tak mengindahkan ucapan bapak. Raut wajah bapak sendu, kedua mata Dena menatap Sofia yang tampak begitu sombong."Mas," panggil Dena lagi."Ap

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-06
  • Aku istrimu suamiku   Yang tak terucap

    "Kenapa Mas Tara nggak mau cerita ke aku tentang masa lalu dia sama Kanti, Gi? Apa jangan-jangan, Mas Tara nikah sama aku karena pelarian dari Kanti?" raut wajah Dena sudah begitu sendu. Keduanya sedang duduk di kursi meja makan, Argi yang tak tega melihat kakak iparnya terus-terusan di rundung oleh keluarganya, akhirnya buka suara."Seharusnya, bukan aku yang cerita, nggak pantas memang, tapi... aku nggak tega lihat Mbak Dena terus di sakitin kedua Kakak perempuanku dan terurama Ibu. Mas Tara harusnya bisa tegas, karena memang, Ibu itu ya Ibu kandung kita, tapi kalau sikap dan ucapannya salah, ya kita salahkan, nggak bisa dimaklumi apa lagi di bela terus.Mbak, Mas Tara dan Kanti itu memang seperti itu saat pacaran dulu, Argi nggak tau lebih jauh lagi, untuk jelasnya, nggak ada salahnya Mbak tanya Mas Tara. Argi ngerasa kalau di rumah tangga kalian, ada yang mulai menyulut api dan bensin. Argi nggak

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-07

Bab terbaru

  • Aku istrimu suamiku   Selesai di sini

    Apakah mereka sudah saling mencintai? Jawabannya, belum. Dena dan Argi menjalankan hak dan kewajiban, mereka juga sudah sah menjadi suami istri. Keduanya yakin, cinta akan datang seiring dengan waktu, tak perlu khawatir dengan hal itu. “Dena,” panggil Argi yang tak mendapati istrinya di dalam kamar saat ia baru selesai mandi besar setelah mereka bersetubuh. Argi duduk di tepi ranjang, masih tak percaya dengan apa yang sudah terjadi semalam dan hal itu membuat jantungnya berdebar begitu keras. Ia meraba dadanya, lalu menatap ke foto Saski yang masih terpajang di kamarnya. “Kamu nggak marah, ‘kan, Sas?” lirihnya diakhiri tawa dan wajah berseri-seri. Argi beranjak setelah mendengar bel pintu kamar hotel. “Udah bangun?” tanya Dena sambil membawa dua bungkus yang dari wanginya menggugah selera Argi yang lapar. “Kamu ke mana?” Ia mengekor Dena yang meletakkan bungkusan itu di atas meja. “Beli sarapan. Nggak sengaja sebenarnya, karena mau ke tempat Ariq, ternyata mereka udah ke Legoland

  • Aku istrimu suamiku   Kencan dan malam pertama

    Argi menepati janji, hari jumat sore pukul 4.30 waktu KL, mereka berangkat ke Johor, menuju Legoland. Argi meminta Dena memesan hotel untuk menginap dua malam di sana, tak lupa ia mengajak Dena dan Ariq membeli beberapa pakaian baru juga di salah satu mal yang ada di KL. Satu koper ukuran besar menjadi pilihan Dena untuk mengemas pakaian mereka bertiga. Perjalanan yang akan memakan waktu tempat kurang lebih empat jam, ia siapkan sedemikian rupa juga dengan membawa makanan dan beberapa minuman. “Riq, kamu tidur aja kalau ngantuk, ya,” ucap Argi sambil menoleh ke arah belakang sebelum kembali menatap jalan bebas hambatan. “Iya, Pa,” jawabnya. Ariq tampak senang, pun Dena yang kali pertama plesir ke negara orang yang tak asing baginya karena suasana mirip dengan tanah air juga. “Betah tinggal di sini nggak kira-kira?” Argi membuka percakapan setelah mereka menempuh perjalanan satu jam. “Lumayan, aku masih haru keliling dan pingin tau transportasi umumnya. Nggak mau naik taksi atau re

  • Aku istrimu suamiku   Hati yang besar

    Dena tiba di Kuala lumpur, Malaysia siang hari pukul satu. Ia dan Ariq duduk di lobi menunggu Argi menjemput. Hanya satu koper yang Dena bawa, ia memang bukan tipikal perempuan yang suka membawa banyak barang saat pergi yang menginap hingga beberapa hari. Ia lebih senang mencuci bajunya, cukup bawa baju seperlunya yang nanti di mix and match sendiri. Ariq menikmati burger yang Dena baru saja belikan sambil menunggu Argi menjemput. Kala itu, Ariq dan Dena kompak memakai warna baju senada, atasan putih dan celana jeans, juga sepatu kets warna hitam. Karena Dena memakai hijab, ia memilih kemeja putih dua ukuran lebih besar darinya supaya tak ketat membentuk lekuk tubuhnya. Bibirnya juga hanya ia olesi lipstik warna pink natural begitu tipis, hijab warna krem semakin membuat wajahnya bersinar. “Bun, kita di sini satu minggu? Itu lama, ya, Bun?” Ariq kembali menggigit burgernya setelah bicara.“Sebentar, kok. Kenapa? Ariq nggak mau lama-lama di sini?” Dena merapikan tatanan rambut putran

  • Aku istrimu suamiku   Demi kebahagiaan Ariq

    Syifa dan Tara duduk di teras rumah orang tua mereka. Sekarang, hanya tinggal Tara yang tinggal di rumah itu karena bapak meminta Argi baiknya keluar dari rumah setelah menikah dengan Dena. Lagi pula Argi di kuala lumpur dan jarang pulang, jadi baiknya saat Argi sedang di Jakarta, tinggal bersama Dena di rumah orang tua Dena. Meminimalisir resiko keributan juga rasa canggung karena Argi dan Dena sudah menikah. “Menikah lah lagi, Tara. Kakak nggak mau lihat kamu kayak gini,” tutur Syifa yang direspon tawa sinis Tara. “Kak Syifa, nggak semudah itu juga. Tara masih harus cerna semua ini. Merasa dicurangi adik sendiri itu nggak enak. Sakit hati.” ketusnya dengan tatapan dingin. “Gimana juga kalian saudara kandung, akan seperti itu sepanjang usia. Kamu harusnya pahami dan lihat hal ini wajar karena kita juga yang salah, kan? Kak Syifa ambil andil rusaknya hubungan kamu dan Dena di masa lalu.” Syifa menundukkan kepala. Tara beranjak, ia meninggalkan Syifa seorang diri di teras. Membuka

  • Aku istrimu suamiku   Bukan malam pertama

    Hati Dena tak karuan, ia dan Argi saling menatap. Suaminya tersenyum begitu manis lalu berbisik lagi di telinga Dena saat keduanya duduk bersisian di restoran yang dipesan Argi untuk acara syukuran sederhana pernikahan mereka. “Semua akan aman dan baik-baik aja, Mbak Dena. Aku udah selamatkan kamu dari Mas Tara.” Argi memundurkan wajahnya, Dena tersenyum begitu tipis. Masih seperti mimpi yang aneh, karena mereka berdua kini pasangan suami istri. Pintu restoran terbuka, muncul Tara sambil membawa buket bunga. Tak ada senyuman, yang ada tatapan tajam menusuk dengan kemarahan yang membuat Dena segera menggenggam jemari tangan Argi di bawah meja. Argi menoleh, ia merasakan dinginnya jemari Dena. Kedua mata Argi juga menatap genggaman erat pada tangannya. Ia menatap Tara yang semakin berjalan mendekat lalu memberikan buket bunga mawar putih. “Selamat atas pernikahan kalian… adik ipar,” ucapnya dengan nada begitu dingin. Dena mencoba untuk tersenyum, walau ketakutan juga ragu terpancar pa

  • Aku istrimu suamiku   Sesal mendalam

    Tak kunjung berakhir rasa sesal yang dirasakan Tara, ia kini duduk sendirian di depan makam ibundanya. Wajahnya tampak gusar karena sejak tiba, ia terus merasakan hatinya sakit jika memikirkan Dena yang terang-terangan menolaknya. “Bu, Tara sekarang diambang kebimbangan. Argi mau menikah dengan Dena. Tara mau memperbaiki hubungan dengan Dena tapi… dia sama sekali nggak mau kasih kesempatan sedikit pun. Tara sendirian, dijauhkan dari orang yang Tara sayang bahkan Ibnu juga tinggal dengan Kanti dan suaminya sekarang.” Tara memainkan rerumputan yang menutupi gundukan tanah makam. Jarinya mencabuti pucuk rumput dengan pelan, layaknya anak kecil yang bermain atas lapangan penuh rerumputan. Gelapnya malam tak membuat ia ingin lekas beranjak, ia masih betah di sana walau tak lagi bicara. Fokusnya kini, bagaimana ia menata hati juga menghadapi pernikahan Dena dengan Argi. Tak kan mudah ia mengontrol semuanya. Tara seperti tenggelam dengan rasa sesal mendalam. Di lain tempat, Argi tampak bar

  • Aku istrimu suamiku   Mobil mogok

    Dena baru saja kembali dari lokasi pameran yang ia ikuti, langkah kakinya begitu santai melenggang menuju ke parkiran mobil. Jam juga sudah menunjukkan pukul empat sore, lokasi pameran tutup pukul lima. Dena menyerahkan kepada dua stafnya untuk membereskan stand mereka, masih ada dua hari ke depan ikut tetap berada di sana. Ia mengarahkan mobil ke mana lagi kalau bukan rumah. Namun, saat ditengah jalan, mendadak mobilnya mengalami kendala, mendadak mati mesin. Buru-buru ia mematikan AC, lalu menepi. Dena mencoba kembali menstarter mobil hingga berulang kali tapi tetap saja tak mau menyala. Tak tau harus berbuat apa, ia turun lalu melihat sekeliling. Tak ada bengkel mobil, yang ada hanya warung kecil dan warung bakso. Dari kejauhan,Tara yang sedang mengendarai motornya melihat Dena yang berdiri di dekat mobilnya dengan bingung. Ia segera mendekat. “Dena,” sapanya. Wanita itu berjengkit kaget, ia menoleh cepat ke arah sumber suara. Tanpa menjawab apa-apa, Dena terus menghubungi papan

  • Aku istrimu suamiku   Canggung

    Tara menatap Ibnu haru, putranya sudah di sunat dan tak menangis. Sebagai seorang Ayah, ia merasa bangga bisa mengantarkan putranya melalukan kewajiban untuk seorang laki-laki. Kepalanya menoleh ke arah pintu kamar, sosok Kanti datang. Ia menyapa Tara hanya dengan senyum tipis, wanita itu datang bersama suaminya. "Ibnu," sapa Kanti sambil berjalan mendekat. Ibnu tersenyum, meraih tangan Kanti lalu ia cium. "Selamat ya, 'nak, udah besar sekarang, udah sunat," ujarnya sambil mencium kedua pipi Ibnu. "Nu," sapa ayah sambungnya yang ia panggil bapak. "Selamat, ya," lanjutnya. "Iya, Pak," jawab Ibnu. Kanti menatap suaminya, pria itu mengangguk. "Tara, bisa kita bicara berdua di depan. Tapi... saya mohon maaf, kalau ajudan saya ada yang jaga di depan, tidak masalah, 'kan?" Ajudan? Suami Kanti bahkan membawa ajudannya yang bertugas mengawal. Tara merasa malu, ia sungguh tak ada apa-apanya dengan pria di hadapannya itu. "Ya, nggak masalah. Mari," ajaknya sambil berjalan keluar dari kamar

  • Aku istrimu suamiku   Berhenti berharap

    Tara terus duduk termenung di meja kerjanya, bahkan sampai detik ini, jabatannya pun tak kembali seperti semula. Ia masih menjadi bawahan Bima--suami Tya. Tara galau, semua ucapan Dena benar-benar membuat tak bisa bergerak untuk mencoba dekat dengan sang mantan istri. Bagaimana jika memang pernikahan itu terjadi dan posisinya, Dena menjadi adik iparnya. Terlalu rumit, tapi terlihat jika Argi bersungguh-sungguh.Ketukan pada meja membuat Tara tersadar, Bima menarik kursi di hadapan Tara lalu duduk berhadapan dengannya. "Ada apa? Lo dari pagi terus bengong kayak gini?"Tara tersenyum tipis, "nggak papa. Ada apa, Bim. Apa ada yang harus gue siapin lagi? Permintaan lo untuk data pegawai kontrak, udah gue siapin, buat apa memangnya?""Lo kenapa? Nggak jawab pertanyaan gue. Dena mau nikah sama Adek lo? Itu bener?" Pertanyaan Bima membuat Tara menatap ke arah pria itu lalu menganggukkan kepala. "Yaudah lah... bukan jodoh lo emang, lo nggak perlu pusing atau merasa nggak nyaman. Argi dan Dena

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status