"Kamu sudah tahu kalau Haya dan Dani sudah bebas, Shania?" tanya Emil keesokan harinya saat aku baru sampai ke kantor. Entah kapan lelaki itu berangkat kerja, karena aku tak pernah bisa samoai lebih dulu darinya.
Walau rumah kami bersebelahan aku tak pernah mau berangkat kerja bersamanya. Jujur sampai saat ini aku masih menjaga jarak dengan mantan suami selingkuhan suamiku itu. Apalagi dengan status kami yang sama-sama single kini. Tak mau jika ada omongan tak enak tentang kami. Apalagi jika harus disangkutpautkan dengan kejadian mantan kami."Ya, aku tahu, semalam Dani kerumah," jawabku dengan enggan. Malas membahas ini."Waw ..., mereka sungguh berani, ya. Semalam Haya juga meminta untuk bertemu. Tapi aku tentu saja tak mau. Tak ada lagi yang harus kami bicarakan!" beber Emil sambil menyandarkan diri di kursinya, menghentikan aktivitas yanv sesang dilakukannya dan menatapku."Mau apa Dani menemuimu?" Nampaknya Emil sangat penasaran atas apa yang"Dewi dan Rani, bawa Bu Shania ke mobilku! Dea, ambilkan tas dan ponsel Bu Shania di mejanya. Ardi, aku akan membawa Bu Shania ke rumah sakit, kamu pastikan semua karyawan tetap bekerja menyelesaikan pekerjaannnya hari ini, ya!"Emil dengan sigap menginstruksikan apa saja yang harus dilakukan oleh semua karyawan. Setelah berhasil mengusir mantan istrinya, ia kembali ke kantor dan melihat kekacauan lainnya lagi. Para karyawan panik karena kondisiku yang riba-tiba pecah ketuban, dan.mereka bingung apa yang harus dilakukan terlebih dahulu.Emil, tanpa terlihat panik sedikit pun ia langsung mengambil alih kendali. Setelah memastikan semuanya aman, ia kemudian membopongku, membawa ke rumah sakit mengendarai mobilnya. "Shania, kamu bisa menghubungi orang tuamu?" tanya Emil saat mobil sudah melaju kencang.Aku yang kini mulai merasakan nyeri di perutku mulai meringis menahannya. Apakah ini yang dinamakan kontraksi?Kuminta Dewi yang ikut serta mengantar ke rumah sakit untuk mengambilkan pon
"Tadi aku sudah menandatangani surat persetujannya. Sekarang semua sedang dipersiapkan," lanjutnya lagi.Kulihat ibu terpekik, begitu juga dengan Emil, nampak makin khawatir. Sementara itu aku hanya bisa pasrah. Menerima apa pun yang akan dilakukan oleh tenaga medis terhadapku. Walaupun sebenarnya aku takut menghadapi operasi, tak mau terjadi seperti Salsa yang sampai koma beberapa hari setelah melahirkan.Tak lama beberapa perawat datang dan menyuruhku bersiap untuk segera dilakukan proses operasi. Mereka pun lalu mendorong kasurku dan membawaku menuju ruang operasi. Meninggalkan Bapak, Ibu dan Emil yang diminta untuk menunggu di ruang tunggu saja selama proses operasi berlangsung.Saat di perjalanan menuju ruang operasi para perawat tersebut menginstruksikan beberapa hal padaku yang tidak dapat kucerna. Aku masih saja fokus pada nyeri yang tiap waktunya makin menjadi. Rasanya kini bayi dalam perutku terus berusaha mendorong keluar jalan lahir."Bu ..., sepertinya bayi ini akan kelua
"Kak ..., izinkan aku tinggal kembali di sini," lirihnya. Kulihat setetes air keluar dari sudut matanya. Salsa makin terlihat sangat mengenaskan. "Salsa ..., akhirnya kamu datang juga!" Tiba-tiba Ibu datang, seketika ia menghampiri Salsa dan langsung memeluknya erat. "Ibu ..., maafkan Salsa ...!" Tumpah semua air mata wanita berusia dua puluh tiga tahun itu."Ada apa, Salsa? Ceritakan pada Ibu!" desak ibu khawatir."Bu ..., izinkan Salsa kembali ke rumah ini, ya!" pinta Salsa dengan sungguh-sungguh.Seketika Ibu menatapku, mungkin meminta pendapatku."Ada apa denganmu, Salsa? Apa Dani macam-macam denganmu? Dia selingkuh lagi? Atau jangan-jangan dia menelatarkanmu?" selidikku, tak sabar ingin tahu alasannya."Tidak, Kak. Aku tidak ada masalah dengan Mas Dani. Semua baik-baik saja. Mas Dani bertanggung jawab padaku," elak Salsa."Lalu, ada apa kenapa kamu terlihat begitu sedih seperti itu?""Kami diusir dari rumah orang tuaku."Tiba-tiba saja sosok itu datang. Sosok orang yang sangat
32Pagi ini suasana kacau, tangis Kayla tiada henti meraung-raung entah maunya apa. Kulihat Ibu sudah mencoba berbagai cara untuk bisa menenangkan bayi berusia tiga bulan tersebut. Tapi nihil, Kayla terus saja mengamuk dalam pangkuan Ibu Sementara itu, Salsa entah dimana berada. Di saat anaknya menangis, dia malah tak terlihat batang hidungnya. Tak habis pikir bagaimana Slasa menjaga Kayla selama sebulan lebih ia meninggalkan rumah ini. Mengingat bahwa sedari awal Salsa ogah-ogahan mengurus bayinya itu. Pantas saja Mamanya Dani mengusirnya dari rumah, mungkin karena tak tahan akan tingkah Salsa yang kini sangat berbeda. Aku sudah selesai mengurus Dewa, bayi kecilku itu kini sudah kembali tertidur setelah mandi dan kususui barusan. Maka aku berinisiatif menggendong Kayla, menggantikan tugas Ibu. Kasihan juga melihat Ibu yang kepayahan berusaha menenangkan tangisnya Betapa aku terkejut ketika menggendong bayi mungil ini. Bahkan Dewa yang baru satu bul
"Aku akan segera periksa CCTV," ucapku sambil berlalu untuk memeriksa rekaman kamera CCTV. Barangkali aku akan mendapatkan sebuah bukti tentang siapa pelaku teror ini sebenarnya.Apa masalah dia kepadaku hingga kembali meneror setelah sekian lama? Kukira semua masalah sudah selesai setelah semua dipenjara. Namun, masih ada saja yang menganggu saat baru saja aku merasakan ketenangan.Saat kulihat CCTV pada jam yang diperkirakan si pelaku melakukan aksinya, memang aku melihat si pelaku tertangkap kamera. Tapi sayangnya dia menutupi identitasnya dengan memakai pakaian tertutup. Tidak jelas pelakunya lelaki atau perempuan. Yang terlihat hanyalah dia memakai topi dan masker. Berjalan kaki dengan tergesa lalu menyimpan bangkai ayam itu di pagar rumah begitu saja."Bapak akan melaporkan hal ini kepada polisi!" tegas Bapak. "Jika pelakunya sama dengan yang melakukan teror ular itu, berarti dia masih berkeliaran dan masih menyimpan dendam padamu. Bisa saja suatu hari dia akan melakukan hal ya
Semenjak menjadi Ibu jam tidurku sungguh tak beraturan. Seperti malam ini, Dewa baru saja terlelap lagi setelah kususui. Dan aku tiba-tiba merasa lapar dan haus. Padahal jam di dinding menunjukkan pukul dua dini hari.Saat tengah di dapur sambil memakan sepotong roti, tiba-tiba aku mendengar ada suara langkah kaki orang mendekat. Hingga dapat kulihat sosoknya, ternyata Dani tengah membawa termos air dan botol dot di tangannya."Kamu tidak tidur, Shania?" tanyanya, menyapaku."Belum, Dewa baru saja tertidur barusan. Sebentar lagi baru aku akan kembali ke kamar," ucapku datar."Bagaimana kabar Dewa?" tanya Dani, sambil mencuci botol dot di wastafel dan memasak air panas.Melihat pemandangan itu ada sedikit rasa yang entah apa yang kurasakan. Seharusnya jika Dani setia, mungkin saat ini Dani tengah melakukan semua itu untuk Dewa anak kami.Tapi segera kuenyahkan pemikiran itu, walau Dani sudah berubah seperti apa pun, ia tetap Dani
"Jangan kau berkata yang tidak-tidak padaku, ya! Aku tak pernah punya masalah denganmu. Kamu sendiri yang menghancurkan hidupmu karena telah menyerahkan diri pada suami kakakmu sendiri. Kamu ini lebih jahat dari seorang pelakor," murka Kak Shania setelah menamparku barusan.Perih sekali pipi ini ditampar olehnya. Tapi lebih perih lagi hatiku dikatai lebih jahat dari seorang pelakor. Aku memang bersalah pernah tidur dengan Mas Dani saat mereka masih dalam ikatan pernikahan. Tapi aku bukan pelakor! Sedikit pun aku tak pernah berniat merusak hubungan mereka berdua.Aku hanya ingin mengungkapkan rasa cintaku pada Mas Dani, lelaki baik hati yang begitu perhatian padaku. Tak pernah aku bertemu dengan lelaki seperti Mas Dani, ia bahkan menyayangiku yang hanya seorang adik iparnya. Lalu rasa cinta itu tak dapat 'ku elak, tumbuh subur dalam dadaku, seiring dengan intensitas kedekatan kami. Sering sekali kami pergi bersama untuk mengurusi urusan bisnis 'Shasa Dress', dan saa
Menjelang siang saat sedang mempersiapkan perlengkaoan untuk Mas Dani berangkat ke Bogor, Kayla menangis terus. Sudah kususui, sudah diberi susu botol dan yang lainnya juga tapi tangisnya kunjung juga berhenti.Sungguh kepalaku pusing mendengar tangisnya. Entah apa lagi yang harus aku lakukan agar ia berhenti menangis dan kembali tertidur. Tidak kah anak itu lelah, sudah hampir satu jam menangis terus?"Salsa ..., biar Ibu lihat anakmu. Siapa tahu ia diam oleh Ibu. Jangan kau kunci terus kamarmu ini!" teriak Ibu sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku keras."Salsa ..., biar kubuka ya pintunya," ucap Mas Dani sambil berlalu menuju pintu yang sedari tadi kukunci. Tak ingin ditambah pusing lagi dengan ocehan orang-orang rumah yang mau ikut campur urusanku."Terserah, Mas, lah! Aku sudah pusing," ucapku ketus.Mas Dani pun akhirnya membuka kunci kamar. Kulihat seketika Ibu merangsek masuk menghampiri Kayla, entah apa saja yang dilakukan Ibu ter
Tiga bulan kemudian.Aku baru saja pulang dari persidangan pembacaan hukuman untuk Haya dan mulai berkutik kembali dengan pekerjaanku yang cukup menumpuk karena selalu terpotong karena kasus Haya ini. Tapi, selama mengikuti persidangan Haya, aku jadi tahu bahwa setelah bebas dari penjara kemarin ternyata Haya dan Dani masih berhubungan, bahkan saat Dani telah menikah dengan Salsa pun mereka masih sering bertemu. Menjijikan sekali.Lalu ternyata saat hari percobaan pembunuhan itu Haya yang memasang GPS pada ponsel Dani mengikutinya sampai ke Bogor. Ia marah besar saat mengetahui Dani malah menikah dengan wanita lain dan bukannya menepati janji untuk menikah dengan dirinya. Akhirnya Haya pun mengatur rencana untuk membunuh Dani. Pada malam setelah pernikahan, Haya memberikan minuman berisi obat tidur pada semua orang yang ada di rumah tempat berlangsungnya pernikahan Dani. Lalu setelah semuanya terlelap dia pun menyerang Dani dengan berbekal pistol yang didapatn
Setelah melepas semua emosinya akhirnya Salsa tertidur di kursi ruang tengah. Kini Ibu dan Bapak yang menemaninya karena aku harus menyusui Dewa.Ibu dan Bapak sangat terluka ketika mengetahui ulah Dani. Lagi, mereka harus menerima anaknya disakiti oleh lelaki yang sama. Seharusnya Salsa mengikuti ucapan kami yang melarangnya menikah dengan lelaki berengs3k itu agar semua ini tak terjadi.Saat sedang menyusui, tiba-tiba kulihat ada panggilan telepon dari Emil. Gegas aku mengangkatnya."Shania, kau tahu Haya sudah tertangkap?" tanya Emil.Ah ..., aku hampir saja melupakan kasus Haya. Meninggalnya Kayla dan kabar Dani menikah lagi membuat aku melupakan masalah yang satu itu."Syukurlah kalau dia sudah tertangkap. Di mana memang dia sembunyi?" tanyaku penasaran."Di Bogor.""Wah ..., jauh juga ya dia melarikan diri. Syukurlah polisi bisa menemukan dia," ucapku merasa lega. Setidaknya satu persatu masalah selesai."Tapi, Shania ...," ucap Emil terput
POV ShaniaRumah kini kembali sepi setelah Kayla dimakamkan dan para pelayat pun berangsur pulang. Suasana duka masih terasa menyelimuti seisi rumah.Rasanya ada yang aneh, setelah sebelumnya kami selalu mendengar celoteh Kayla yang mulai terdengar, kini semua tinggallah hening.Sedangkan Salsa, sejak pulang dari rumah sakit terus mengurung diri di kamar. Ia bahkan tak ikut dalam prosesi pemakaman, lebih memilih berdiam diri dan meratapi semuanya.Sejujurnya aku khawatir pada kondisinya. Sungguh aku akan merasa lebih tenang jika Salsa mengungkapkan emosinya, menangis, meraung-raung atau apa pun itu. Bukannya hanya berdiam diri seperti saat ini.Berulang kali Bapak dan Ibu memintanya keluar dan berkumpul bersama kami. Tapi sama sekali tak ada respon darinya.[Kak, apa Tuhan sedang menghukumku?]Sebuah pesan tiba-tiba masuk ke ponselku saat aku tengah membereskan perlengkapan Dewa. Dari Salsa.[Tapi kenapa harus K
Sungguh aku tak habis pikir apa yang ada di benaknya hingga Haya bisa berpikir seperti itu. Ia terus saja menagih janjinya agar aku mau menikahinya.Seperti saat ini, aku hanya bisa menarik nafas panjang atas permintaannya ini. Tak mungkin kan aku menikahinya di saat aku sudah menikah dengan Salsa lalu sebentar lagi saja aku akan menikahi Mirna?Aku memang suka bersama wanita, tapi tidak untuk menjadikan mereka istriku semuanya.[Aku ..., mencintaimu, Dani. Aku melakukan ini semua agar bisa segera hidup denganmu] ucapnya lagi melalui pesan.Mama yang melihat aku terus sibuk dengan ponselku, seketika mengambilnya paksa dari tanganku."Kamu jangan sibuk dengan ponsel terus, Dani! Sebentar lagi kamu menikah! Biar Mama saja yang pegang ponselmu ini. Agar nanti Salsa atau siapa pun tak akan mengganggumu!" ujar Mama sambil memasukkan ponselku dalan tasnya.****Keesokan harinya prosesi akad nikah dan resepsi berjalan lancar. K
Kadang terbersit rasa bersalah pada Salsa jika ingat sebentar lagi aku akan menduakannya. Dia saja belum aku bahagiakan dengan baik. Aku masih belum mendapat pekerjaan yang layak, dan harus membuatnya terus bertengkar dengan Shania karena belum bisa memberikannya rumah yang layak.Ya ..., walau memang rumah yang ditempatinya kini pun masih bisa dibilang rumahku juga sih, karena aku membelinya berdua dengan Shania. Salahnya aku waktu itu malah membiarkan sertifikat rumah ini atas namanya. Tapi ... toh nasi sudah menjadi bubur. Yang penting aku masih bisa tinggal di sini bersama anak dan istriku.Saat menikah dengan Salsa aku sempat berjanji menjadikan ia wanita satu-satunya. Tapi ternyata terpaksa kini aku harus menarik janjiku sendiri. Semua itu kulakukan demi baktiku pada kedua orang tuaku. Juga demi ... Mirna, gadis manis yang polos itu.Sesaat sebelum aku berangkat, Kayla terus menangis. Segala cara sudah aku dan Salsa coba agar anak itu terdiam dan bis
POV Dani[Dani, jangan lupa hari Kamis nanti kita akan ke Bogor. Keluarga Mirna sudah mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahan kalian!]Kubaca ulang pesan yang dikirimkan oleh Mama beberapa saat yang lalu dan segera menghapus isi pesan tersebut sebelum Salsa membacanya.Ya, Mama terus memaksaku untuk menikah dengan Mirna, anak dari salah satu kolega Ayah."Mumpung masih ada yang mau menjadi istrimu, Dani! Kau tahu sepak terjangmu sangat parah sekali. Untung saja orang tuanya percaya pada ayahmu. Jadi mau saja menjadikanmu menantunya!" terang Mama saat memberitahukan perihal pernikahan ini."Bapaknya Mirna itu punya perternakan sapi yang besar. Kamu kalau sudah menikah dengan Mirna yang akan mengurusnya. Hidupmu akan kembali seperti dulu lagi jika menikah dengannya!" terang Mama tanpa kuminta sedikit pun.Tentu saja aku menolak ide wanita yang telah melahirkanku itu dengan keras. Aku kan sudah bertekad untuk bertobat, hanya ing
Saat di kantor polisi drama pun terjadi. Fani, yang datang tak lama setelah diberitahu tentang kondisi Ardi tak terima atas pelaporan yang kubuat. Tapi ia juga tak dapat mengelak atas tuduhan teror dan rencana menghancurkan usahaku. Karena semua percakapan rencana mereka tersimpan dalam ponselnya.Sementara itu yang wanita yang paling ingin kutemui saat ini--Haya-- malah kabur ketika polisi memanggilnya untuk datang. Ia bahkan kini sama sekali tak bisa dihubungi. Entah kemana perginya wanita itu. Emil pun sudah berusaha menghubungi beberapa kerabat yang ia kenal untuk mencari keberadaannya. Tapi Nihil, semua mengatakan tidak bertemu dengan wanita itu."Aku melakukan semuanya atas perintah Haya!" ucap Fani, membela dirinya sendiri sambil menangis meratapi semua saat polisi meminta penjelasan atas semuanya."Tapi kamu yang merencanakan semuanya, kan? Menyuruh Ardi melamar di tempatku dan memintanya mengganti sepsifikasi kain!" bentakku penuh murka.
"Apa kau jujur? Apa semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan Fani Ghaisani, kakakmu?" tanyaku to the point Sektika kulihat Ardi pun memucat. "Bu Shania tahu?""Tentu saja aku tahu. Kau tidak bisa menyembunyikan jati dirimu terus. Jadi, jujur padaku. Kau sengaja kan melakukannya? Apa Fani yang menyuruhmu?" selidikku. Menatapnya tajam."Tunggu, Fani Ghaisani. Sepertinya aku mengenalnya. Apa dia tinggal di perumahan Nirmala?" sela Emil tiba-tiba."Ya, yang kutahu dia tinggal di sana. Juga Ardi. Entah kalau dia sudah pindah atau memiliki rumah lainnya," jawabku, kesal."Apa kamu juga kenal dengan Haya, Ardi?" tanya Emil tiba-tiba. Membuatku mengernyitkan kening. Apa maksud pertanyaan Emil, sebenarnya?"A-aku ti-tidak mengenalnya, Pak," jawab Ardi tergagap. Siapa pun akan tahu jika dia berbohong.Seketika Emil mengambil paksa ponsel Ardi. "Apa, kata kuncinya?" todong Emil. Ardi makin memucat, keringat sebesa
"Gawat, Shania! Semua pelanggan komplain dengan produk yang mereka terima. Ternyata kain yang kita pakai mengkerut, sehingga dress yang mereka pesan tidak bisa dipakai lagi," ujar Emil melalui telepon.Kini aku seorang diri di rumah. Karena Kayla yang terkena pneumonia harus dirawat di rumah sakit, maka Salsa, Ibu dan Bapak menemaninya.Lalu berita buruk itu datang. Aku mengetahui komplen ini bukan hanya dari Emil, tapi sejak semalam ponselku pun tak henti berdering mendapat komplen dari para pelanggan. Mereka semua mengatakan kecewa akan produk kami."Sepertinya kita kecolongan kali ini. Aku sedang menganalisa di mana letak kesalahannya. Sejauh ini sepertinya dari pihak pabrik ada salah tanggap tentang bahan yang digunakan" terang Emil lagi.Sungguh aku kini tak bisa berpikir apa-apa. Ini kejadian pertama kali gagal produksi dengan kuntitas yang sangat banyak. Masalahnya lagi, ribuan picis sudah sampai pada pelanggan sehingga mereka benar-benar