Langga baru saja meletakan gerobak kecil jualan jus buahnya di depan rumah. Dia lalu mengibas-ngibaskan peluh yang masih membanjiri badannya. Kini dia duduk sendiri sambil mengeringkan peluhnya sampai melepas pakaiannya.Andina kini sudah kelas 1 SD, si cantik ini tadi pamit untuk ikut les Bahasa Inggris. Hari ini Radin pulang lebih cepat, selain cuaca hujan, juga jualannya sangat sepi.“Haiii Langga…!” pemuda ini kaget bukan main, saat melihat wajah seorang wanita cantik berada di depan pintu.Gaya pakaian kasualnya makin membuat kecantikan wanita yang tak pernah absen perawatan ke salon mahal ini makin cetar. Wanita itu adalah ibu sambung Riesa…Anisa.“Darimana kamu tahu rumahku…!” ceplos Langga terkaget-kaget dengan kemuncukan wanita cantik ini di depan pintu rumahnya, lupa mempersilahkan wanita ini duduk.“He-he…mudah banget, aku tinggal ikutin kamu saat pulang jualan!” sahut Anisa enteng. Lalu duduk di kursi tamu dan dengan cueknya menyilangkan kakinya yang berbalut celana jeans
Langga dan 2 orang temannya, santai di dalam mobil LGCG nya di depan Kampus Merah Putih. Saat melihat sebuah mobil jenis SUV terbaru, Langga pun mulai mengikutinya.Begitu sampai di tempat yang agak sepi, di jalan menuju ke sebuah perumahan mewah. Secara cepat Langga menekan gas dan berbelok tiba-tiba, menghadang mobil SUV mewah ini.Citttt..!Mobil SUV ini mengerem mendadak karena di depan sudah melintang mobil sejuta umat ini, memotong laju mobilnya.Lalu 2 orang teman Langga keluar dari mobil tadi dan langsung mendatangi mobil SUV mewah ini. “Heii kalian siapa, kenapa menculik aku…awas aku akan lapor polisi!”Dua orang ini tak peduli, setelah menyeret pria setengah tua ini ke mobil LCGC Langga. Lalu mulutnya di lakban dan matanya di tutup. Kemudian setelah mengikat tangan orang tua, mobil inipun meluncur kabur membawa si pria tua ini.Begitu lakban di copot dan tutup mata di buka, pria tua ini terlihat mengerjap-ngerjapkan matanya.Tangannya masih terikat di belakang. Dia kaget kar
“Bang Langga…!” Langga kaget dan langsung menoleh, bibirnya tersenyum ketika yang datang seorang gadis jelita berkerudung. Berlari-lari mendatanginya, di parkiran kampus.Langga hari ini memang ke kampus, untuk merehabilitasi namanya, yang kembali menjadi mahasiswa di kampus ini.Namun dia kaget saat melihat wajah Rebecca terlihat murung. “Ada apa Rebecca..?”“Mamiku…di tangkap polisi…katanya…terlibat suap buat memecat Abang dari kampus ini…dan katanya juga…terlibat pembunuhan model bernama Astrid.”Langga tak kaget di dalam hati, dia malah bersyukur, dalang pembunuhan Astrid tertangkap. Namun dia tak menunjukan itu di depan Rebecca, dia mengajak gadis ini ke kafe yang agak sepi, tak jauh dari kampus, naik mobil miliknya. “Kalau memang Tante Erna…Mami kamu itu tak salah, pasti bebas…tapi kalau bersalah, maka dia harus bertanggung jawab Rebecca!” hibur Langga.“Iya bang…tapi, saat aku menjenguk di tahanan polisi…mamiku bilang …ayah kandungku sebenarnya di bunuh. Dan Asal Abang tahu,
Tante Erna menatap Langga dan Rebecca bergantian, Langga memenuhi ajakan Rebecca untuk menemui ‘musuhnya’ ini di kantor polisi.Andai bukan karena Rebecca tak sudi Langga mau bertemu wanita ini, yang dipikirnya sangat jahat ini.Polisi memberikan mereka waktu di sebuah ruangan khusus. Langga juga sempat bertemu Iptu Martin. Tapi keduanya hanya bersapaan seperlunya. Agar ‘hubungan’ baik ini tak kentara di mata siapapun.Iptu Martin secara tak langsung sudah menjadikan Langga sebagai ‘cepu’. Khususnya dalam membongkar kasus kematian tak wajar model Astrid. Dan sampai saat ini orang yang paling di curigai terlibat adalah Tante Erna dan 3 centengnnya tersebut.Setelah saling bertatapan, Tante Erna pun mulai membuka kekakuan, terutama Langga yang terlihat agak kurang nyaman.“Langga, kamu tentu sudah tahu bukan, melalui cerita anakku Rebecca?”Langga mengangguk, dia kini melihat betapa terlihat tuanya Tante Erna, yang tampil tanpa make up dan bajunya yang cetar. Dimana selama ini jadi ciri
Langga memeluk Rebecca yang terus menangis, mulai penguburan hingga kini hanya berupa nisan di TPU.Tertulis di nisan yang baru ini “Erna Hardiyanti Binti Baramuli”. Anehnya, sejak di kuburkan hingga saat ini, tak terlihat batang hidung suaminya, Adi Wibowo.“Kemarin itu mengeluh sakit dada, lalu di bawa ke rumah sakit, tak sampai 3 jam, meninggal dunia. Kata dokter gagal jantung!” Iptu Martin menjelaskan ke Langga dan Rebecca.“Apakah tidak ada sesuatu yang janggal Bang..?” Langga sangat penasaran.“Memang setelah di tahanan, ibu Erna punya riwayat penyakit jantung. Tapi masih kami selidiki, hasil visum akan keluar minggu depan!” sahut Iptu Martin, sehari sebelum pemakaman, ketika jasad Tante Erna masih berada ke rumah sakit.Iptu Martin lalu menyerahkan sebuah tas mewah milik Tante Erna. “Simpan ini, karena Rebecca anak kandung Tante Erna. Maka Rebecca lah yang berhak menerimanya!” Iptu Martin menyerahkan tas tersebut ke Rebecca.Langga kini membawa Rebecca ke rumahnya, kasian gadis
Semenjak kematian Tante Erna, Rebecca sudah tak mau lagi tinggal di kos, dia memutuskan pindah ke rumah Langga dan Andina.Langga lah yang juga meminta gadis cantik ini jangan tinggal di kos. Awalnya, karena dia makin khawatir dengan keselamatan Rebecca. Peringatan Tante Erna terus terngiang-ngiang di telinga Langga.Rebecca juga lengket dengan Andina, sehingga keduanya bak kakak adik. Sejak Rebecca tinggal bersama inilah, pikiran Langga mulai ‘rusak’ dengan Rebecca.Inilah kisahnya, kenapa Rebecca bikin wajah Langga bak udang rebus…! Usai pulang dari kantor pengacara Harbun SH.Tiap malam tidur bersama, Langga mulai tak tahan juga. Langga manusia biasa yang butuh kehangatan, apalagi sejak memutuskan tak lagi jadi pria komersil, kenginan itu bukannya mereda. Malah makin hari makin mengebu-ngebu.Hingga suatu malam…!Ketika melihat Andina tidur membelakanginya. Langga yang sudah tak tahan lagi, pelan-pelan membuka celananya, lalu menarik baju tidur Rebecca. Kemudian pelan-pelan menarik
Tiba-tiba ponsel Langga berbunyi, saat melihat pemanggilnya tanpa nama, Langga awalnya mendiamkan. Namun ponsel itu kembali berbunyi dan Langga mengangkatnya.“Langga…ini aku, Riesa!”“Iya Riesa, kamu di mana..?” sahut Langga cepat.“Bisa ketemu sekarang nggak…? Nanti aku kasih tau tempatnya!” Langga langsung katakan ya.Riesa kemudian menyebutkan sebuah tempat yang dikatakannya sepi. Agak di pinggiran kota Jakarta, sudah hampir masuk Tangerang.Tanpa buang waktu Langga tancap gas menuju tempat yang dikatakan wanta jelita ini. Langga menghitung-hitung, saat ini sudah hampir 4 bulan usia anaknya dan Riesa, sejak terakhir kali mereka bertemu. Ketika Riesa melahirkan baby Barwan.Riesa ternyata mengajaknya bertemu di sebuah rumah mewah miliknya, yang jarang di tempati. Tapi ada dua orang pembantu yang selalu membersihkannya. Pagarnya sangat tinggi, walaupun berada di kompleks perumahan mewah.Langga tersenyum saat Riesa menggendong bayi yang makin menggemaskan ini. Bukannya memeluk Riesa
Langga kini sudah memepet di dinding rumah yang terbuat dari batako ini, untung saja di kiri kanan rumah ini semak belukar cukup tinggi dan rumah tetangganya agak berjauhan.Apalagi rumah ini di beri pagar beton, Langga tadi tanpa kesulitan berhasil melompat ke dalam pagar ini.Langga kini mulai mencari jalan, agar bisa masuk ke dalam rumah ini. Nasib baik baginya, pintu bagian belakang tak terkunci. Ia pun bisa masuk ke rumah ini.Langga pun beringsut-ingsut masuk, ada 3 kamar di rumah ini. Kamar pertama kosong, kamar kedua juga kosong. Saat Langga akan menuju ke kamar ketiga, dia terpaksa menyembunyikan diri dulu.Terlihat ada seseorang yang menuju ke kamar ke tiga dan masuk. Terdengar suara 2 orang sedang berbincang-bincang di ruang tamu.Langga lalu pelan-pelan mendekati kamar itu, Langga penasaran karena mendengar suara yang mencurigakan. Dan begitu masuk ke kamar tersebut, alangkah terperanjatnya Langga.Seolah kena sambar petir di siang bolong, emosinya meledak tak terkira. Lel
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d