Kandi kini ke Bagoya, kembali dia pakai jet pribadi ayahnya, Langga lah yang minta itu. “Ngapain beli pesawat mahal-mahal kalau nggak di pake,” alasan Langga, hingga Kandi pun tak bisa menolak anjuran ayahnya. Firman, yang selama ini di Bagoya selalu melayani Langga, kini sang sopir tersebut sudah ready begitu Kandi mendarat. “Kita kemana tuan muda..?” Firman yang sudah tahu jatidiri sang tuan muda membungkuk dalam sambil mengambil tas Kandi. “Kita TPU dulu Om, aku mau ziarahi bunda dan kakaku, lalu kita langsung ke rumah Hadi Barmuli, aku mau temui orang itu Om!” “Siap tuan muda…!” Firman pun langsung arahkan mobil mewah ini ke TPU dan nanti ke rumah orang tua Irwina. Sepanjang jalan Firman tertawa saat Kandi cerita soal insiden beberapa tahun silam, kala motor jadulnya di tabrak mobil mewah yang di sopiri Firman, yang kini sudah ganti yang baru lagi. “Nggak nyangka ya tuan muda, aku dan tuan besar dulu malah nabrak motor jadul tuan muda. Motor hadiah ayah tuan muda masih di sim
“Ja-jadi…nak Kandi…bukan mau bantu kami, tapi mau beli rumah ini?” Tante Tuti kini menatap Kandi seakan tak percaya dengan pendengarannya.“Boleh di bilang begitu…sebut saja berapa harga rumah ini?” desak Kandi lagi.Hadi Barmuli kini makin bingung, kembali mereka saling pandang dengan Tuti Barmuli. Sebenarnya rumah ini bukan milik Hadi Barmuli, tapi milik Barmuli (senior), ayah dari Tante Erna Hardiyanti, mantan istri Adi Wibowo dan Mulyana Suherman.Sejak Barmuli meninggal dunia dan tak punya anak lagi setelah Tante Erna dan cucunya mendiang Rebecca meninggal dunia (baca bab terdahulu).Semua harta Barmuli diwarisi Arfan Barmuli adiknya, dan kini usaha keluarga itu di lanjutkan Hadi Barmuli, anaknya, yang juga ayah Irwina ini.Namun Hadi bukan tipikal pengusaha berbakat seperti pamannya dan ayahnya, di tangan Hadi, perusahaan malah bangkrut.Kini, satu-satunya aset berharga ini malah mau di beli Kandi. Kalau sampai rumah itu terjual, maka otomatis habislah sudah peninggalan Barmuli
Otomatis Hadi Barmuli termasuk Tante Tuti dan Ivan yang kini masih SMU bertahan. “Dimana anak sialan itu sekarang…?” sentak Hadi Barmuli, yang ternyata masih kesal bukan main, karena kini dia hanyalah mantan orang kaya, dia tetap beranggapa semua ini salah Irwina, tak berkaca pada diri sendiri! “Hmm…Irwina sekarang bahagia, dan sudah berada di tempat yang sangat jauh dan terbebas dari sakit dan pukulan serta tendangan dari Toni!” sahut Kandi pelan, sambil menahan hatinya yang tiba-tiba menyesak. “Apa…apa maksud kamu!” suara Hadi Barmuli masih kencang, sampai Undi SH dan anak buahnya kaget. Tapi saat melihat wajah Kandi yang tetap tenang, merekapun diam saja. Undi SH sudah tahu hal ini, tadi malam di hotel, dia lama berbincang dengan Kandi, Undi SH yang penasaran ingin tahu, apa latar belakang Kandi beli rumah mewah ini jauh di atas harga pasaran. “Kandi…di manakah Irwina sekarang, apa yang terjadi dengannya!” Tante Tuni menyela omongan suaminya. Kandi membuka ponselnya dan dia pun
“Keluarga Toni Wagira itu termasuk keluarga terpandang dan keluarga itu sudah kaya raya sejak kakeknya. Lalu makin besar setelah ayahnya Toni, Giman Wagira lanjutkan usaha kakeknya si Toni itu.” kini Undi SH jelaskan siapa sosok Toni tersebut.Kandi jadi ingat, ada beberapa bilboard bertuliskan Wagira Group. Yang menandakan perusahaan keluarga Toni ini termasuk besar dan bonafid juga di Bagoya ini.Namun Kandi kaget saat Undi SH bilang Wagira Group dan perusahaan ayahnya Sulaimin Group ada jalin kerjasama.“Nilainya tak main-main mas Kandi, hampir 2,5 triliun setahun, nah itulah salah satu tambang uang Wagira Group!”“Kalau kerjasama itu di putus kontraknya, bagaimana?” Kandi bertanya lagi.“Duhh sulit mas, karena hubungan Giman Wagira dan ayahnya mas Langga Kasela sangat baik dan kerjasama ini sudah berlangsung lama, hampir 10 tahunan!”Kandi pun terdiam, kini dia memikirkan bagaimana memberi pelajaran Toni ini, untuk membangkrutkan perusahaan itu. Undi SH bilang perusahaan itu masi
“Ehh…iya kenapa?” Kandi malah terlihat kaget sendiri di tegur duluan wanita jelita ini. Arini malah tersenyum manis menatap sang Dirut muda ini salting sendiri.“Maaf kalau saya menggangu…tapi kalau bapak masih sibuk, tak apa saya tunggu!” sahut Arini, suara wanita ini lembut dan nampak sekali matang dan dewasa.“Ohh…nggak, pekerjaan ini bisa aku lanjutkan lagi nanti. Bu Arini Wagira dari Bagoya ya, apa yang bisa aku bantu?” Kandi kini kembali bersikap tenang, walaupun hatinya ada ser-ser dikit dan perasaan ini mirip perasaannya dengan Irwina dulu.Kandi lalu berdiri dan mengajak Arini pindah ke kursi tamu dan kini mereka duduk berhadapan, agak ke samping wanita satunya di kenalkan Arini sebagai Asisten-nya.Duduk Arini elegan dan sopan, walaunpun kenakan rok, tapi bukan rok mini. Cara duduknya pun tetap sopan dan menutup rapat kedua kakinya yang jenjang dan mulus.Rambutnya tergerai melewati bahunya, hitam legam tanpa di semir. Dengan make up dan lipstik tipis di bibir merahnya.Sama
“Pa Kandi kenal dia…?” Arini malah balik bertanya, sambil menatap pemuda tampan ini. Kandi tersenyum saja tidak menjawab. Keduanya kini saling menatap.Kandi tak sadar Arini pun sejak kemarin sudah kagum dengan sosok dirinya yang tenang, padahal masih muda. “Orang kalau sudah terlanjur Orkay, emank beda,” batin Arini saat itu.“Nggak kenal sih, hanya aku pernah ketemu keluarga pa Hadi Barmuli, yang dulu sempat ingin jalin kerjasama dengan perusahaanku. Kebetulan ibuku orang Bagoya dan ada terkait keluarga dikit dengan pa Hadi Barmuli. Katanya mantunya bernama Toni Wagira, betulkah...!”Kandi dengan cerdik memutar kisah, hingga Arini terlihat kaget. Lalu menghela nafas panjang.“Si Toni…benar-benar bikin malu keluarga kami pa Kandi. Sekitaran 8 bulanan yang lalu pa Hadi Barmuli dan istri Tante Tuti mengamuk di rumah kami. Dia menuding si Toni membunuh anaknya, yang juga istrinya yang bernama Irwina itu, tentu saja kami sekeluarga sangat kaget!”“Oh ya…bagaimana kisahnya, aku nggak tahu
Senyum manis Arini menandai kerjasama jangka panjang lagi antara perusahaanya dengan perusahaan Kandi.“Makasih yaa, masih mempercayai perusahaan kami sebagai mitra perusahaan bapak!” mata Arini yang bak bintang kejora menatap sumringan wajah Kandi. Di tangannya surat kontrak kerjasama dia pegang erat.“Kapan-kapan…aku tak akan nolak kalau di undang makan malam lagi. Masakan kamu memang enak!” sahut Kandi tersenyum, tangannya tak sadar masih memegang lengan lentik Arini.Arini kembali menganggu. “Pak, tangan nya tolong di lepas,” Arini terpaksa memelankan suaranya, karena di ruangan kerja Kandi ini bukan hanya mereka berdua. Barulah Kandi sadar, tangannya masih memegang tangan Arini.“Sesekali di Bagoya saja ya, aku punya restoran di sana, di jamin makin betah. Nanti aku masakan yang spesial!” sahut Kandi menutupi rasa malunya.Arini lalu permisi dengan sopan dan bilang hari ini juga akan kembali ke Bagoya. Meninggalkan Kandi yang masih mencium aroma lembut parfum Arini, padahal orang
Arini merapikan dasi Kandi, pagi ini Kandi akan mulai jalankan misinya untuk beri pelajaran ke adik tirinya.“Hati-hati…Toni kadang nekat orangnya,” pesan Arini. Kandi menarik dagu Arini…dan pelan-pelan mengecupnya. Arini kaget juga, tapi dia diam saja. Inilah untuk pertama kalinya bibirnya di sosor seorang pria, semenjak dia janda.“Setelah pulang dari rumah sakit, balik saja ke sini lagi. Nggak usah ke apartemen ya…!” Arini langsung mengangguk. Setelah sekali lagi menatap wajah cantik lembut Arini, Kandi pun berjalan menuju pintu kamar hotel di ikuti Arini.“Arini…ini kartu, siapa tahu kamu perlu buat belanja atau apapun itu…!” Kandi menyerahkan satu kartu premiumnya.Arini pun menerima, sejak semua aset di ambil Toni, aslinay Arini tak punya apa-apa lagi. Sambil menunduk menatap kartu ini Arini kembali termenung. Kandi kembali menarik dagu Arini.“Tenang yaa…semua akan baik-baik saja. Aku janji akan mengembalikan semua aset-aset perusahaan keluarga kalian ke kamu Arini!”Melihat w
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d