“Tunggu pa polisi, ini Bang Kadin teman saya,” tiba-tiba nongol seorang remaja dan 5 polisi berpakaian preman ini kaget dan langsung menurunkan senjatanya.“Kalo yang satu ini siapa?” polisi itu langsung menatap Toro.“Dia teman saya pa polisi…!” kali ini Kandi yang menjawab sambil menatap Pahali, agar jangan buka mulut. Karena Toro termasuk orang yang dulu mengejar remaja ini dengan mandau, gara-gara kepergok memfoto komplotan Kupai. Toro yang sudah serba salah kini menarik nafas lega.“Lantas di mana Kupai dan anak buahnya?” polisi yang berpakaian preman dan jadi pemimpin ke 5 polisi ini, lalu bertanya langsung ke Kandi.“Sebaiknya kita cari tempat yang enak buat bercerita,” tawar Kandi, si polisi ini langsung mengangguk.Kini..polisi itu lalu mengajak Kandi dan Toro ke balai desa Kampung Enyah. Disinilah akhirnya Kandi mengungkapkan secara blak-blakan kematian tragis Kupai cs, mulai di patok ular hingga masuk ke lumpur maut.Kandi juga ngaku, dialah yang membakar rumah, yang jadi t
Kandi duduk termenung seorang diri di rumahnya, Kandi saat ini dan beberapa hari yang lalu berbeda 180 derajat.Sebelumnya dia jutawan berkat Lily Rudino, kini dia miliuner berkat Paman Jardo, nasib Kandi benar-benar berubah total.Siapa sangka, Kandi yang dulunya seorang bayi yang secara ajaib selamat dari kecelakaan mobil, yang secara tragis menewaskan ibu dan kakak kandungnya.Lalu hampir saja jadi anak panti asuhan, sebelum di angkat anak Mak Rojiah dan suaminya. Kemudian jadi anak kecil berbadan dekil, hitam dan kelaparan, dan hampir terlunta-lunta, hingga sempat nyasar ke Surabaya. Pernah kerja di bengkel Mang Atoy, setelah sebelumnya di tolong dan di tampung Nova, seorang wanita baik dan berhati mulia walaupun jadi Open BO.Kemudian, nyambi jadi pria pemuas lantas bertemu Lily Rudino dan mampu selesaikan kuliah kedokterannya, sekaligus pensiun total sebagai laki-laki pemuas nafsu,Kini…Kandi adalah seorang miliuner…seorang crazy rich, yang berharta hampir 10 triliun (uangnya di
Dukkk…Kandi kaget bukan main, saking kepalanya penuh dengan berbagai macam pikiran, dia malah ketabrak seseorang saat akan masuk ke kafe ini.“Ma-maf Om…saya yang salah, jalan tak lihat-lihat,” Kandi cepat-cepat menangkap tubuh orang yang dia tabrak, karena tubuh pria ini agak limbung. Bahkan ponselnya si pria ini sampai terlepas dari tangannya.Kandi buru-buru mengambil ponsel itu, lalu dengan hormat sambil membungkuk dalam, mengembalikan kembali ponsel ini ke pria yang dia tabrak ini.“Tak apa anak muda, lain kali hati-hati kalau jalan,” pria lalu mengambil ponselnya dari tangan Kandi. Bahkan dia memberi tanda saat pengawalnya terlihat ingin menegur Kandi, yang dianggap lancang dengan bos nya ini.“Ehh ni anak, kenapa jalan nggak lihat-lihat!” terdengar suara seorang wanita, yang ternyata sekretaris pria yang tadi di tabrak Kandi.“Tak apa Nomi, dia nggak sengaja, ayo kita kembali ke kantor!” lalu dengan buru-buru laki-laki tadi jalan lagi.Kandi dan pria ini sempat bertatapan, Kand
Kandi ikuti saran Nomi, ia memutuskan ke Banjarmasin sebelum ke Kalimantan Timur kembali, untuk bertugas sebagai sarjana kedokteran.Inilah untuk kedua kalinya Kandi ke daerah yang berjuluk Kota Seribu Sungai dan Seribu Mesjid ini. Padahal dulu, saat usianya masih 13 tahunan, niat pertama kali merantau adalah ingin ke daerah ini untuk cari ayah kandungnya.Saat berada di daerah ini, yang pertama dulu dia sempat bertemu dengan istri Langga, Andina dan tiga anaknya, Astrid, Kendra dan Imelia.Kandi bahkan sempat menolong ‘adik nomor duanya’ Kendra Sulaimin, yang hampir tenggelam saat berenang di kolam.Kini…3 tahun setelah yang pertama, Kandi kembali menginjakan akan kakinya di sini lagi. Kandi merasa aneh, seolah-olah dia pulang kampung ke daerah ini. Sejak naik pesawat dan kini sudah duduk di kursi VIP di kabin milik maskapai plat merah ini.Seolah-olah ada ikatan batin, yang tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata, ikatan aneh yang membuat batinnya tenang.Tak sulit mencari kantor be
“Maksud bapak?” Kandi yang kebingungan dan hati berdebar langsung bertanya lagi ke pria depannya ini. “Mas Kandi…nggak terburu-buru bukan?” Bambang Salihin malah bertanya balik ke Kandi, hingga pemuda ini makin tak karuan rasa. “Ti-tidak pa Bambang…!” sahut Kandi agak gugup. “Ayoo sekarang juga kita ke Banjarmasin!’ Bambang Salihin kini berdiri dan mengambil jasnya. Mau tak mau Kandi kembali mengikuti pria setengah tua ini. Kandi benar-benar kebingungan dengan ulah Bambang Salihin ini. Tapi dia tak enak hati mendesak. Kandi diam saja dan mengikuti mau di bawa kemana oleh pria setengah tua ini. Bambang Salihin minta Kandi ikut mobilnya. Kandi lalu memanggil Onai, agar mengikuti mobil sang Dirut ini. “Kita ke Banjarmasin!” itulah ucapan singkat Kandi, lalu masuk ke mobil mewah milik Bambang Salihin ini. Sepanjang jalan Bambang Salihin kembali bertanya jati diri Kandi. sejak kecil kemana saja Kandi bersama orang tua angkatnya dan apa sekarang kegiatan Kandi. Kandi yang beranggapan
Kandi menatap pria setengah tua yang tetap tampan ini, pasca operasi pengangkatan dua peluru di tubuhnya. Langga masih belum siuman.Kandi kini menunggu di sisi ranjang perawatan, Andina, ibu sambungnya dan 3 adiknya sudah diminta pulang untuk istirahat, termasuk Kakek Adi Wibowo.“Biarlah Kandi yang temani ayah, bunda dan adik-adik, juga kakek istirahat saja dulu ke rumah!”“Baiklah Kandi, kakek pulang dulu dengan bundamu dan adik-adikmu!” Adi Wibowo menepuk bahu cucu ponakannya.Kandi mencium tangan Andina dan memeluk ketiga adik-adiknya. Kini dia terus menatap tak puas-puasnya wajah Langga. Tak dia sangka, ayah kandungnya ternyata pria yang berbaring di depannya.“Ayah kamu bertahun-tahun mencari kamu Kandi, jadi kamu jangan anggap beliau lupakan kamu. Bahkan sampai kini ayah kamu pasti ziarah ke makam ibu dan kakak kamu, setiap kali ke Bagoya.” Andina menjelaskan pelan-pelan, khawatir Kandi ‘marah’ dengan suaminya, karena di anggap sia-siakan dirinya.“Iya bunda…tak apa, Kandi jug
Kandi yang kini sudah ditasbihkan Sulaimin di belakang namanya, sengaja bertahan di Banjarmasin, sampai ayahnya benar-benar sembuh.Langga di rawat 5 hari di rumah sakit, lalu di bawa pulang ke rumah. Silih berganti petinggi kepolisian datang menjenguk sang crazy rich ini di rumah, dan bilang pelaku penembakan masih dalam pencarian.Termasuk Gubernur dan Waki Gubernur serta Ketua DPRD dan Anggotanya. Langga sekalian mengenalkan Kandi sebagai anak sulungnya, dari istri pertamanya. Juga petinggi perusahaan Sulaimin Group.Begitu tahu Kandi seorang sarjana kedokteran, sang Gubernur langsung menawari Kandi bertugas di Kalsel. Namun pada ayahnya, Kandi bilang masih menyelesaikan koas nya dulu, belum kepikiran tinggal di Banjarmasin. Setelah 3 minggu, Kandi kagum juga, ayahnya kini sudah sehat. Kandi baru tahu, kalau ayahnya aslinya kebal bacok, tapi tak kebal peluru.Melihat ayahnya sudah sehat, Kandi pun bersiap pulang kembali ke Kaltim. Namun Langga meminta Kandi bertahan.“Ayah mau a
Baru saja akan jalankan mobilnya menuju ke Desa Ukani, Kandi kaget saat ponselnya berbunyi, ternyata yang nelpon Bidan Cate.“Iya Cate, ada apa..?”“Bang, kamu di mana?” suara Bidan Cate terdengar memburu.“Mau jalan ke Desa Ukani, masih di Samarinda ini..!”“Bang tolong, ke rumah aku sekarang di Samarinda, aku kasih lokasinya via chat!”Tak lama ada chat dari Bidan Cate menunjukan lokasinya. Kandi pun memutar mobil SUV nya dan tak jadi ke Desa Ukani, tapi menuju ke alamat yang di berikan Bidan ini.Dengan berbagai pikiran memenuhi otaknya, Kandi bingung ada apa bidan nya ini minta dia segera ke lokasi di mana Bidan Cate saat ini berada.Begitu sampai, Kandi kaget melihat ada 10 polisi dan 15 orang pamong praja, sedang mengeluarkan barang-barang dari sebuah rumah.Bidan Cate menyongsong Kandi. “Bang aku kalah di pengadilan, rumah ini harus di kosongkan atas perintah pengadilan, aku dan kedua orang tuaku harus keluar dari rumah ini!” Bidan Cate terlihat mewek, puluhan tetangga ikut sak
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d