Ketukan pintu membuat Kevin menghentikan aktivitasnya mengeringkan rambut dengan handuk. Dengan masih bertelanjang dada dan memakai celana jeans semalam, ia bergegas membukanya. Berharap tamu yang datang bukan lah para warga yang menuduhnya tadi.
“Pagi Tuan, saya mengantar koper berisi baju dan keperluan Tuan. Juga, ini kunci mobilnya.”
Kevin berdehem dan mengambil kunci mobil serta menarik koper besarnya. “Makasih, sebentar aku ambil kunci mobil Mama dulu!” Ia berjalan cepat mengambil kunci mobil di kamar.
“Siapa?” tanya Kinan yang keluar dari kamar mandi.
“Sopir,” jawab singkat Kevin sembari terburu-buru berjalan keluar. Ia menyerahkan kunci mobil itu pada laki-laki paruh baya suruhannya.
Kembali ke kamar dan melihat melihat Kinan menyisir rambutnya yang masih basah membuat Kevin tak sabar untuk memeluknya. Wangi sampo sungguh mem
“Sial!” umpat Kevin yang kini sudah membuka resleting celananya. Keinginan yang memuncak itu buyar seketika karena ketukan pintu. Dengan wajah geram merengut kesal, ia harus menghentikan semua ini.Kinan duduk dan membenahi kancing bajunya yang terbuka. Sebenarnya ia juga kecewa, rasanya sudah basah dan lembab di bawah sana, bersiap dengan penyatuan mereka tapi dihancurkan oleh tamu yang datang tak diduga.“Aku lihat dulu siapa?” Kinan berjalan keluar kamar sembari menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari. Kevin mendengkus kesal dan masih dengan celana jeans yang resletingnya masih terbuka.Saat membuka pintu, matanya melebar sempurna. Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Sahabat dari SMA yang ia rindukan kini ada di depan mata.“Alya!”“Kinan!”Mereka berpelukan erat seolah tak ingin terlepas. Ada Dev
“Ka-kalian?” Alya masih belum percaya dengan ini semua. Ia menujuk Kevin dan Kinan bergantian.“Sebentar ya, Al!” Kinan mengaduh karena Kevin keluar begitu saja. Ditambah lagi hanya dengan bertelanjang dada dan mengenakan celana jeans yang resletingnya masih terbuka.Ia mendorong Kevin untuk masuk dalam kamar, menutup pintu rapat dan menunjukan raut wajah kecewanya pada suaminya itu.“Kenapa kamu nggak bilang tamunya Alya? Aku kan bisa menemuinya!” Kevin berusaha membuka pintu, tapi Kinan menghadangnya.“Kamu malu dikit dong, Vin! Lihat resleting celanamu? Mana juga bajumu?” gertak Kinan dengan wajah berapi-api.“Maaf, aku lupa tadi!” Ia menarik pelan resleting celananya ke atas dan mengenakan kausnya.“Harusnya kamu tadi nggak usah keluar, akhirnya Alya tau kan kalau kita suami istri.” T
Kevin mengerang kuat dan menenggelamkan wajahnya di dada istrinya. Puas dengan penyaluran hasratnya yang terpendam selama ini, laki-laki itu tersenyum dan mengelap peluh keringat yang keluar dari dahi wanita yang ditindihnya.Ia mencabut miliknya dan tak ingin membuat Kinan kesakitan karena menindihnya terlalu lama. Menjatuhkan tubuhnya di samping Kinan dan mengatur napas menatap langit-langit kamar itu.Kinan mengambil selimut dan menutupi tubuhnya sampai bagian dada. Napasnya masih terengah, tapi ia sangat menyukai sentuhan yang Kevin berikan.“Mau minum?” tanya Kevin yang memiringkan tubuhnya menatap istrinya yang bersemu. Kinan mengangguk mengiyakan tawaran itu. Ia juga perlu untuk memulihkan tenaganya.Kevin mengambilkan segelas air mineral yang kebetulan ada di meja di dekatnya. Kinan duduk dan meneguk air itu hampir habis. Ia begitu kehausan, “Sakit nggak?” Kevin bertan
Satu kecupan secepat kilat mendarat di bibir Kevin. Kinan mendorong tubuh laki-laki itu agar tak mengetahui jika pipinya kini seperti kepiting rebus. Ia berjalan cepat menuju meja makan dan membuka nasi Padang favoritnya.Kevin menggeser tempat duduk dan makan di dekat Kinan. Laki-laki itu masih saja tersenyum menyeringai menatap Kinan, memamerkan lesung pipi yang ia miliki pada wanitanya.“Kamo jangan senyom-senyom sama janda itu!” seru Kinan dengan mulut penuh dan terpaksa ia segera telan.“Oke. Aku jadi sekarang nggak boleh senyum ke Kak Nurlaela itu lagi?” Kevin mengangguk dan mencebikkan bibir.“Kak?” sindir Kinan dengan memajukan wajahnya mendekati Kevin. “Bisa besar kepala dia, kalau kamu panggil, ‘Kak’!”“Tadi, aku panggil, ‘Bu’! Dianya nggak mau. Katanya terkesan tua.”
“Aku nggak salah ‘kan menjadikanmu objek fantasi sedari dulu?”Kinan menghentikan gerakannya. “Maksudmu apa? Kamu membayangkanku saat ....”Kevin mengangguk dan menyunggingkan bibir atasnya. “Aku selalu membayangkan di posisi ini. Sejak kita berciuman dulu di taman sekolah. Kamu masih ingat?” Wanita itu masih terdiam menatap Kevin aneh. “Bibirmu indah, aku nggak bisa lupain saat itu sampai sekarang. Aku ketagihan,” ucap Kevin sembari menarik dagu Kinan dan melumatnya.Kinan mencoba mendorong Kevin untuk menghentikan serangan pada bibirnya. Ia mencebikkan bibirnya tak percaya. Menjadi objek fantasi memang tak mengurangi apa yang ada dalam dirinya. Untung saja laki-laki itu suaminya. Jika tidak, ia akan tak terima. Namun, bukankah Kevin sering mencium wanita lain di sekolahnya?“Terus, kenapa kamu malah menciumi wanita lain?” ketus
Pagi ini Kevin bersiap untuk bekerja setelah surat lamarannya diterima. Ini pengalaman pertamanya bekerja di perusahaan lain. Ditambah lagi jabatan yang hanya sebagai manajer membuatnya sedikit kecewa. Namun, ia juga tak mau berpangku tangan menjadi pengangguran saat istrinya hamil.Kinan menyiapkan semua keperluannya. Ada perasaan tak lega yang masih wanita itu simpan karena pertanyaan yang selama ini menjadi bayangan buruk tentang suaminya itu belum juga terjawab.“Kamu itu kenapa, sih?” ketus Kevin dengan mengerutkan wajah menatap Kinan yang hanya memainkan nasi goreng di piringnya. “Ingat pesan dokter kemarin, kamu harus makan yang banyak. Berat badanmu kurang!” timpalnya lagi.Kinan tak memedulikan itu. Ia hanya ingin setiap hari Kevin mengungkapkan rasa cinta padanya. Salahkah itu?Namun, tidak bagi Kevin. Ia sangat kecewa dengan pertanyaan Kinan yang meragukan perasaann
“Apa kamu nggak mau hidup susah sama aku? Pakai acara nyuruh ngemis-ngemis ke Papa terus?” ketus Kevin yang kini tak berselera makan dan membanting sendoknya di piring.“Siapa wanita yang mau diajak hidup susah?” Kinan memalingkan wajahnya. Ia berkata jujur, tapi membuat Kevin geram dengan kenyataan yang tak sejalan dengan pikirannya selama ini.“Aku kira kamu beda sama wanita lain, ternyata sama aja!”“Maksudmu sama apa?” tanya Kinan dengan intonasi nada tinggi.“Ya sama-sama matre.”“Bukannya matre, tapi realistis,” Kinan mencoba membela dirinya.“Oh, jadi kamu udah nggak cinta lagi sama aku gara-gara aku yang sekarang?”“Aku cuma ingin kita berbaikan dengan Papa. Kamu tuh yang nggak cinta sama aku!” tuduh Kinan.Kevin be
“Kabar apa?” Kevin mencium tangan wanita yang menunggunya sedari tadi di atas tempat tidur. Wajah Kinan tampak berseri membuat Kevin tak sabar lagi mendengarnya. Apakah Papanya itu sudah memaafkan dan menerimanya kembali?“Tadi Papa sebenarnya nyariin kamu, ya aku bilang aja kamu lagi kerja. Terus kabar baiknya, semua harta Papa bakal dikasihkan sama calon anak kita.” Kinan tersenyum lebar. Namun, Kevin mengubah wajahnya menjadi berkerut.“Papa nggak ngasih ke aku?”Kinan menggelengkan kepalanya. “Kamu sih, nggak mau minta maaf ke Papa. Coba kalau mau, pasti Papa mengizinkanmu untuk bekerja di perusahaannya lagi.”“Aku nggak butuh dikasihani. Lagian kerjaan nggak hanya di perusahaannya.” Kevin membaringkan tubuhnya menghadap langit-langit. Sepertinya tak ada harapan lagi menjadi pewaris Daniel Arkananta. Ia memalingkan wajahnya kesal.
Pagi ini, Kinan tersenyum puas melihat Kevin masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap di sampingnya. Ia memandang lekat suaminya itu dan merasa begitu bahagia bisa memiliki seutuhnya dan cintanya selama ini terbalas.Satu ciuman mendarat di pipi laki-laki yang dulunya terus membuat tersulut emosi itu. Hanya berbalutkan selimut tebal, Kinan kini menyibakkan penutup tubuhnya dan mulai memunguti lingerie di lantai yang ia kenakan semalam.Berjalan pelan ke kamar mandi karena perut bagian bawahnya terasa tak nyaman sekali. Semalam ia sampai lupa berapa kali mencapai puncak kenikmatan karena ulah suaminya itu.“Bangun!” Kinan menguncang tubuh Kevin. “Mama telepon, Khalo nyariin kita terus!”Kevin menggeliatkan tubuhnya. “Ini baru jam berapa, sih?” gerutunya.“Jam sepuluh! Ayo kita balik! Nggak enak sama Mama.”Ke
“Kita ajak Khalo jalan-jalan habis itu, kita titipin Mama sebentar, ya!” usul Kevin dengan wajah merengut saat bersiap akan menepati janji pada Khalo untuk membelikannya mainan pagi ini.“Nggak enak lah sama Mama, pasti Mama juga sibuk ngurusin toko kue.”“Waktu kita tinggal besok, Kinan! Malam ini kita harus pergunakan dengan baik. Kamu nggak tau rasanya sakit banget ini dari semalam nggak mau tidur.” Kevin mengarahkan mata ke celananya.“Terus kita mau lakuin di mana?”Kevin mendekati Kinan dengan menyunggingkan bibir atasnya. “Kamu mau di mana?”“Cari suasana beda lah! Masak di kamar terus?” Kinan mengerucutkan bibirnya.“Kita sewa hotel di puncak, ya?” usul Kevin.Kinan tersenyum malu mengiyakannya. “Kamu siapin keperluannya. Dan ... lingerie sem
“Papa!” teriak Khalo berlari memeluk Kevin yang tiga hari ini ke luar kota meninggalkannya. Sudah tiga tahun usia anak laki-laki mereka. Kebahagiaan terus menyelimuti walaupun sikap Kevin masih saja membuat Kinan geram.“Papa kangen banget sama kamu, sayang!” Kevin mencium putra itu berkali-kali.“Papa bawa oleh-oleh?” Dari sorotan mata anak itu berharap banyak. Namun, kali ini Kevin tak membawa apapun. Ingin cepat pulang membuatnya melupakan itu semua.“Besok aja kita jalan-jalan, ya! Nanti kamu bisa milih mainan sesuka hatimu!”“Ya nggak sesuka hati juga! Kamu ngajarin nggak bener,” sindir Kinan lirih yang membuat Kevin berdecak.“Ya udah, ayo kamu bobok! Ini udah malam.” Kevin menggendong Khalo ke kamarnya.Anak itu mengerucutkan bibirnya gemas sembari menggelengkan kepalanya. “A
Hari ini Kevin mengajak Kinan kembali ke rumah, sudah hampir dua minggu mereka tinggal di rumah Bu Melinda. Tak seperti sebelumnya, keadaan Kinan kini mulai membaik. Banyak terukir senyum di wajahnya. Kevin benar-benar memanjakan dan menghiburnya akhir-akhir ini.Laki-laki itu tiba-tiba saja mengarahkan mobilnya di rumah pemberian Sang Papa dulu. Kinan mengernyit heran, bukannya suaminya itu anti menerima pemberian dari Papanya?“Kenapa kita ke sini?” tanya Kinan.Kevin mematikan mesin mobilnya. “Kita akan tinggal kembali di sini! Kamu mau ‘kan?”Laki-laki itu keluar dari mobil dan berlari kecil membukakan pintu mobilnya. Asisten rumah tangga juga bersiap di depan membantu mereka membawa koper masuk dalam rumah.Di dalam rumah, kedatangan mereka disambut hangat oleh Papa Kevin. “Akhirnya kalian pulang juga. Papa sudah nggak sabar mau menimang c
“Ka-kamu mau apa?” tanya Kinan gugup karena Kevin mendekatinya setelah mengunci rapat pintu kamar. Laki-laki itu sudah menemukan cara untuk membantu istrinya lewat informasi dari internet yang ia baca.Kevin duduk dibelakang Kinan yang menyelonjorkan kakinya di atas tempat tidur. Tiba-tiba mendekapnya erat dari belakang dan menciumi pipi lembut itu.“Aku mencintaimu,” bisiknya yang membuat Kinan bergidik geli. Ia mengernyit dengan sikap suaminya itu. “Buka kancing bajumu!”“Kamu mau apa, Vin? Aku baru melahirkan. Kenapa kamu nggak bisa menahannya?” Kinan menatap Kevin dengan raut wajah ketakutan.“Sini aku bantuin biar susumu keluar banyak!” Tanpa persetujuan Kinan, laki-laki itu membuka satu persatu kancing baju istrinya. “Keluarin dari bra!”“Kamu mau apa?” gertak Kinan tak terima.
Beberapa hari di rumah sakit akhirnya dokter mengizinkan mereka pulang. Sikap dingin Kinan pada Kevin masih saja ditunjukan. Seberapa besar perhatian suaminya itu padanya tak membuat Kinan tersentuh. Ia merasa berada dititik rendahnya saat ini.“Kita tinggal di apartemen saja, ya?” Kevin menawarkan. Namun, Kinan menggelengkan kepalanya tak setuju.“Aku mau ke rumahku saja!” jawabnya lirih. Kevin mengangguk mengiyakan. Sebenarnya Bu Melinda menawarkan untuk sementara mereka tinggal di rumahnya sampai keadaan Kinan benar-benar pulih. Namun, tolakan yang selalu terdengar.Salah satu baby sitter disewa Bu Melinda untuk membantu Kinan dan tinggal di rumahnya. Rasanya tak tega melihat kedua anaknya itu kerepotan berjuang sendiri.Kinan berdiri terdiam di depan kaca riasnya. Melihat tubuhnya yang masih dipenuhi lemak, serta wajah yang tak terawat semakin membuatnya berkecil hati.
“Keanu?”“Ayo cepat, Kean! Air ketuban Kinan keluar terus!” Desakan Clara membuat Keanu bertambah gugup.“Ada apa ini?” Papa Kevin berjalan mendekati mobil Keanu.“Kinan harus segera dibawa ke rumah sakit, Pa!” Wajah khawatir tersirat jelas pada Papa Kevin. Tanpa berlama-lama Keanu masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Sang Papa.Perasaan tak enak terus mengganggu pikiran Kevin di kantor. Ia berusaha beberapa kali menelepon Kinan, tapi tak diangkat. Jelas saja, keadaan Kinan saat ini sedang tak baik-baik saja. Bahkan ponselnya pun terjatuh di lantai kamarnya.Diva dengan nekat menemui Kevin di depan kantornya. Kevin yang tengah berjalan cepat menuju tempat parkir tiba-tiba dihadang oleh wanita itu.“Vin, aku mau bicara serius!”“Ada apa lagi, sih?” Kevin terlihat risi
“Halo ... kamu lagi sibuk, Vin?” tanya Diva yang sedari meneleponnya, tapi dibiarkan saja oleh Kevin. Semenjak reuni empat bulan lalu, wanita itu terus mencoba menghubunginya. Obsesi memiliki Kevin sudah tertanam dalam di dalam hatinya sejak dulu. Tak peduli apa status Kevin sekarang, ia hanya ingin mewujudkan keinginannya.“Nggak, ada apa? Aku lagi baru pulang kerja.” Kevin berjalan keluar kamar. Ia selesai mandi dan melihat Kinan sudah memejamkan matanya.Laki-laki itu sudah berusaha sebisa mungkin untuk menghindari Diva. Tawaran untuk berselingkuh terus Kevin abaikan, ini membuatnya merasa bersalah pada Kinan yang kini tengah mengandung calon buah hatinya.Kinan membuka matanya lebar setelah Kevin keluar kamar. Ia tak sanggup menahan laju air mata setiap mendengar telepon dari wanita yang terus berusaha menggoda suaminya itu. Berusaha tetap baik-baik saja dan tak mengetahui apa dibalik semua in
“Aku janji akan membahagiakan kalian! Tanpa mengharap harta dari Papa. Percayalah, aku bisa, Kinan!” Kevin menyelipkan anak rambut Kinan ke telinga kiri dan kanannya.Kinan mengangguk pasrah dengan terus aktif bergerak naik turun memposisikan di pangkuan Kevin. Sementar Kevin mengeratkan pelukannya ke pinggang Kinan. Kinan juga menyesapi bibir suaminya itu dengan lembut. Rasa manis dari filter rokok yang dihisapnya sebenarnya masih terus membekas di bibir itu. Namun, ia seperti sudah terbiasa.Tatapan sendu penuh gairah ada dalam mata mereka. “Kamu janji, besok jangan dekati wanita-wanita masa lalumu!” Kinan menghentikan gerakannya yang membuat Kevin berdecak kesal.“Kan ada kamu. Kenapa pikiranmu buruk sekali? Mereka bukan masa laluku. Masa laluku kamu!” Kevin kembali menyatukan bibir mereka. Suara kecupan bibir dan rintihan tertahan yang menggema di seluruh sudut kamar semakin menamb