Bab 39 Kubuka pintu depan, kulihat di dalam mobil sudah ada keluarga cemara formasi lengkap. Sedetik aku tercengang, kulempar senyum untuk mengurangi rasa kagetku, padahal di dalam hati dadaku mendadak bergemuruh.Beberapa pasang mata yang ada di dalam mobil melihat penampilanku yang berbeda, entah mendapat pujian atau ejekan. Sorot mata itu menatapku dari ujung jilbab sampai sepatu.Barangkali mereka heran, aku yang biasanya hanya memakai kaos dan kulot kalau membantu ibu di toko, sekarang berpenampilan beda."Tante!" teriak Fara menyambutku. Ibu duduk di samping Mas Irfan sedang memangku bayi, di kursi belakang ada Mbak Nung dan Fara sudah memakai baju seragam paud."Tante! antar aku sekolah, sekalian antar adik imunisasi, ya," kata balita cantik dengan mimik yang menggemaskan. Kubalas dengan anggukan dan seulas senyum.Aku mengucapkan salam setelah membuka pintu, Mbak Nung menarik Fara agak bergeser supaya aku bisa duduk leluasa."Walaikumssalam" jawab mereka hampir bersama."Maa
Bab 40 Mata itu mengingatkan seseorang beberapa tahun yang lalu yang pernah singgah dihatiku. "Andre?" bisikku secara reflek.Pandangan kami menyatu, sedetik darahku berdesir. Mata elangnya masih tajam seperti dulu, kini menatapku lekat sampai aku hatiku luruh tidak berdaya."Dede? sebutnya lirih. Senyumnya langsung merekah,laki-laki berkulit bersih itu kelihatan bahagia menemukanku setelah sekian tahun aku menghilang.Dede adalah panggilan sayang Andre terhadapku. Aku kaget sekali karena tidak menyangka akan bertemu laki-laki yang tak kuharapkan kehadirannya. Tiba-tiba dia muncul begitu saja di depanku, saling terpaku. Sekarang kami berdiri hanya berjarak beberapa sentimeter saja."Duh, Gusti. Ini sebenarnya hal yang kuhindari, kenapa harus bertemu di sini?" batinku sambil berusaha menghilangkan rasa canggungku."Apa kabar, De?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku itu mengulurkan tangan yang tidak bisa kutolak."Ba-baik, Ndre. Apa kabarmu?" Sahutku dengan rasa gugup, terlebih
Bab 41 Hari pertama di kantor membuat aku bahagia, karena harus mengerjakan hal yang baru. Aku ditempatkan di bagian marketing bergabung bersama team yang lain.Karena marketing memasarkan produk kecantikan, maka karyawan baru diwajibkan ikut training selama tiga hari, supaya bisa menguasai produk yang dijual. Dan enaknya, aku harus mencoba produk itu sebelum dilempar kepasar.Aku ditempatkan di ruangan yang ber AC dengan interior yang unik, perpaduan jepang dan jawa klasik.Masih anak baru sih, jadi statusnya masih masa percobaan selama satu bulan, walupun begitu aku sudah bangga."Alhamdulullah aku sudah bekerja di kantor ini buk."Tidak lupa aku memberi kabar kepada kedua orang tauaku, sebagai orang yang menyayangiku dan selalu mendoakanku."Yang amanah ya, Nduk, kalau bekerja jangan setengah-setengah. Harus fokus supaya kamu menjadi orang yang sukses.""Aamiin, Buk.""Bapak dan Ibu jaga kesehatan, ya." Bapak dan Ibu kelihatan bahagia sambil melambaikan tangannya tanda mengakhiri
Bab 42 "Yang, mereka sebentar lagi sudah selesai, trus menghampiri kita. Ayuk, Sayang cepetan." Mas Irfan masuk kamar kemudian sekian detik memandangku yang hanya memakai baju dalam.Tanganya meraihku kemudian memelukku dari belakang. Kulihat benda pipih itu sudah tidak ada tangannya. Aku lega, karena kalau sudah main game lupa waktu.Aku masih berdiri di depan kaca, ingin mengambil baju di lemari. Namun, diam tidak berkutik, karena pelukannya sangat kuat. Perutku dielus, bahuku diciumi berkali-kali.Aku mengacak rambutnya dengan tangan kananku, dari pantulan cermin kulihat ekpresinya sangat manja. Aku tersenyum senang.Kubalikkan tubuhku, sehingga kami berhadapan. Laki-laki bungsu ibu mertuaku melepaskan pelukannya pelan-pelan. Kami saling menatap."Yang, teruslah bersama Mas, apapun yang terjadi tetaplah jadi makmumku, ya."Setelah menciumku berkali-kali, kemudian mencium benih buah hati cinta kita berdua yang ada di dalam perutku."Apapun yang terjadi?" Aku membatin. Mas Irfan h
Bab 43 POV IRFAN SEBELUM KEJADIAN DINNER #1Aku sebenarnya berusaha menghindari ibu, setiap aku mendekati beliau, yang dibicarakan selalu Mbak Nung. Intinya aku dipaksa menikahi kakak iparku yang sudah menjadi janda itu.Mana mungkin aku menikahinya, perasaanku kepada Mbak Nung sebatas kakak, karena dia istri almarhum Mas Fadli, yang sekaligus sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.Selain itu, aku tidak akan mengkhianati Dela, yang sudah berkorban untukku. Apalagi dia dalam keadaan hamil, buah cinta ķita yang selama ini kita nantikan."Bagaimana perasaan Dela kalau sampai mendengar berita ini, Bu?" protesku, ketika aku menungguhi ibu sarapan, setelah Dela pamit pergi bekerja."Ibu tidak menyuruhmu untuk menceraikan Dela, Fan! Paham gak, sih? Harus berapa kali Ibumu ngomong kaya gini, ha?" bentak ibu."Menyuruh menikahi Mbak Nung, sama saja menyakiti hati Dela, Bu. Walaupun kita tidak sampai berpisah." Aku menggerundel sendiri."Dela anak yang baik, istri penurut, pasti dia ma
Bab 44POV IRFANSEBELUM KEJADIAN DINNER #2Aku sengaja menyambut Dela ketika suara motornya masuk ke halaman rumah. Kulihat wajah yang lelah, tapi bahagia di hari pertama dia bekerja.Dengan senyum yang khas dia mencium punggung tanganku, lalu kubiarkan dia masuk kerumah sendiri, karena aku masih menemui tamu-tamuku.Setelah membantu memasukkan motor, aku kembali ke bengkel, karena Pak Sofyan--makelar yang sering membawa pembeli sedang nego harga vespa. Beliau penggemar motor antik, sehingga kalau main ke bengkel tidak bisa sebentar, harus lama karena banyak yang dibicarakan.Sama sekali tidak ingat kalau kulit durian yang berantakan itu belum kubersihkan. Aku merasa bersalah, apalagi Dela sampai lari ke kamar mandi, mengeluarkan isi perutnya. Karena dia tidak suka dengan bau durian yang menyengat.Menyesal, merasa bersalah kenapa sampai teledor sehingga membuat Dela tidak nyaman ketika pulang dari kerja, seharusnya bisa melepaskan rasa lelahnya dengan tenang.Saat itu pikiranku mema
Bab 45 2 bulan kemudianDUA BULAN KEMUDIAN (Narasi tentang Dela)Mbak Nung sudah selesai masa cutinya, sehingga dia harus pergi ke kantor lagi. Kebetulan sejak usia kandunganku 10 minggu, Mas Irfan tidak mengizinkanku kerja naik motor, sehingga dia yang harus mengantarkan aku pulang dan pergi.Malam sebelumnya Mbak Nung sudah bilang kalau akan ngrusuhi Mas Irfan lagi, maksudnya akan kembali meminjam dan minta tolong suamiku."Maaf, ya, Dik.""Gak pa-pa, Mbak," jawabku ikhlas."Entah sampai kapan aku akan ngrusuhi suamimu, Dik." Mata Mbak Nung yang bening menerawang keatas, seakan mengingat sesuatu. Mungkin ingat almarhum suaminya.Aku ikut trenyuh, dan tidak mau suasana sedih ini berlarut, langsung kuusap bahunya."Gak pa-pa, Mbak. Kita kan bersaudara," ucapku menenangkan.Mbak Nung mengangguk, setelah itu dia pamit masuk ke rumah ibu, aku hanya memandangi dari belakang sampai menghilang di balik pintu.Bisa kurasakan perasaan Mbak Nung, pasti dia sedih. Seandainya aku diposisi dia,
Bab 46Mas Irfan semakin giat bekerja, mengumpulkan pundi-pundi persiapan untuk biaya persalinan anak. Kebetulan ada saja rejeki yang datang, banyak mobil yang masuk minta di service. Alhamdulillah bengkelnya semakin rame.Karyawan Mas Irfan bertambah dua orang, sebagian dibantu dari anak-anak PKL, sehingga meskipun bengkel ramai, bisa diatasi. Aku senang, walaupun tidak tahu sehariannya karena aku sendiri sibuk di kantor.Mungkin itu rejeki bawaan bayi, kata orang begitu. Pekerjaanku juga lancar, di bagian marketing penjualan meningkat tajam. Bagian produksi sampai kewalahan. Bahkan dalam waktu dekat akan membuka cabang di Jawa Timur."Yang, besok kita nyoba mobil baru, ya?" kata Mas Irfan ketika selesai salat mahgrib berjamaah.Aku menautkan kedua alisku, setelah kucium punggung tangannya. Tidak mengerti apa yang dimaksudkan."Test drive," ulangnya, karena aku masih bengong."Besok, kita jalan-jalan pakai mobil baru," jelasnya sambil menunjukkan mimik yang lucu.Itu yang membuat aku
Bab 96 Tamat.Di dalam perjalanan menuju kantor, pikiranku mengingat kejadian kemaren, dimana aku dituduh selingkuh setelah Mas Irfan mendapat kiriman foto dari temannya.Foto-foto itu diambil dari status Andre, kemudian dikirim ke Mas Irfan, kemaren kudengar seperti itu, ketika ibunya bertanya.Aku membuang nafas kasar.Emang ada yang salah kalau kita foto-foto? Sesaat keningku berkerut, lalu menyalahkan Andre kenapa juga dia pasang status seperti itu.Aku tidak tahu kenapa Mas irfan tidak cerdas, hanya selembar foto akan dijadikan barang bukti perselingkuhan? Dimana selingkuhnya? Aku mengambil gawai lalu kulihat foto yang dikirim Mas Irfan. Kuamati satu-satu, sampai ku zoom. Di dalam foto posisiku duduk dipinggir, Diana di tengah, sedangkan Andre duduk disebelahnya Diana.Aku tersenyum tipis.Kamu lucu dan aneh, Mas. Dengan mencari-cari alasan yang tidak masuk akal kamu akan segera menceraikanku. Jangan khawatir Mas, sebelum kau cerai aku akan pergi dari kehidupanmu dan ibu, itu ka
Bab 95 Tetap kutahan emosiku, harus sabar dan berlapang dada supaya bisa mendengar ocehan mereka selanjutnya.Tadi malam aku berdoa setelah salat istikaroh, andai aku masih diizinkan bersama Mas Irfan tunjukkan kebaikannya, sebaliknya kalau ada kejelekan dia, aku pasrah kalau harus berpisah.Kupingku kembali kupasang dengan seksama."Beruntung istrimu selingkuh ini kesempatan yang baik untuk segera kau ceraikan!" kata ibu mertua.Deg! Dadaku bergemuruh, ujung mataku langsung menghangat, tega sekali ibu mertua menuduhku seperti itu."Iya, Bu. Aku akan segera mendaftarkan perceraian di Pengadilan." Suara laki-laki halalku.Lututku tiba-tiba lemas, seakan tulang-tulangku lepas dari dagingnya. Dadaku bergemuruh lebih kencang."Bagus! Sehingga istrimu satu, menantu ibu hanya Nungky." Nada suaranya culas.Air mataku langsung mengalir deras dituduh seperti itu oleh ibu mertua, isakan tangisku kutahan."Tega sekali kalian menuduh seperti itu!" isakku dalam hati."Sebelum kau cerai, ibu ping
Bab 95Diana datang membawa cangkir isi kopi pahitpesanan Andre. Wanita inspirasiku itu merapatkan kening melihatku kemudian berganti melihat Andre."Kalian ngomongin apa kok serius banget," goda Diana sambil menyodorkan cangkir.Andre tertawa lepas, suasananya akrab membuatku kangen pada waktu kuliah dulu, walaupun masa laluku bersama Andre sudah kubuang jauh."Awas ya, jangan bikin bidadari mewek lagi." ketus Diana, dia biang keladinya yang membuat suasana selalu hidup."Apaan sih," Aku cemberut."Selama dua tahun ke depan aku bakal kangen kalian." Suara Andre lirih sambil menunduk, nampak sedih.Aku dan Diana saling menatap, ikut merasakan kesedihan Andre."Kita makan siang diluar, yuk," ajak Andre setelah sedetik hening."Maaf aku harus kembali ke kantor." Aku sengaja menolak, tidak enak setiap hari pergi bertiga.Ada tatapan kecewa dari Andre, Aku tidak mungkin pergi menuruti kemauannya. Diana langsung menangkap keberatanku."Tenang, kita makan disini saja, aku sudah suruhan ora
Bab 93 Aku sudah berada di dalam mobil bersama Pak Wiryo, dalam perjalanan kami hanya ngobrol basa-basi. Kutatap bayi gembulku yang ada di gendongan, wajah tanpa dosa itu sedang terlelap. Hatiku trenyuh, bagaimana tidak? Tidak lama lagi aku akan memisahkan dia dari Ayahnya.Apakah aku egois? Hanya mementingkan perasaanku sendiri tetapi tidak memikirkan hati anakku yang nantinya akan terluka? Dia akan menjadi korban perpisahan kami, betapa sedihnya kau, Nak.Namun, tidak mungkin juga aku menerima permintaan Mas Irfan untuk dimadu. Harus berbagi suami, berbagi kasih sayang dan perhatian.Apa Mas Irfan bisa adil? Selama Ibu mertua masih ikut campur, dipastikan hatiku akan semakin hancur. Sekarang saja sudah terlihat, betapa tidak adilnya ibu mertua. Terlebih Mbak Nung menantu kesayangan ibu dan aku menantu yang tidak dikehendaki. Demikian dengan cucu, Ibu lebih sayang kepada Fara dan Ilham dibanding Zaqi. "Apa salah anakku sehingga ikut kau benci? Itu juga cucumu, Bu." Aku menggerun
Bab 92"Siapa kamu!" Suara yang sangat kuhafal.Langkah kaki itu semakin dekat, lalu menghidupkan lampu. Ruangan jadi terang benderang, aku tidak sempat lari menyelamatkan diri."Kamu!" bentaknya, matanya membulat sempurna.Aku menunduk, entah bagaimana ekpresi wajahku. Ibu mertua mendatangiku sambil membawa sapu."Kukira maling, ngapain, kamu!" Wanita itu membentakku, aku masih shock belum sempat menjawab.Dari arah kamar Mbak Nung, keluarlah dua sosok manusia yang hanya memakai baju seadanya.Aku menatap mata pemilik nama Irfan sebagai biang keladinya. Nafasku memburu, rasanya ingin kuterkam dan kutelan laki-laki itu. Aku benci melihat laki-laki yang menyakiti hatiku."Heh, ngapain kamu disitu!" Teriak Ibu mertua ketika aku tidak kunjung menjawab. Sedetik otakku berputar mencari alasan yang tepat, jangan sampai aku kena mental malu."Mencari Mas Irfan, Bu. Badan Zaqi panas minta tolong diantar ke dokter," jawabku akhirnya walaupun berbohong.Aku segera Istighfar, harus mengorbanka
"Lalu apa!""Kereta Zaqi terguling, Bu." Aku menekan suara menahan marah.Sontak ibu mertua terkejut, tapi mimiknya berubah menjadi culas, bibirnya mencebik."Nangisnya karena terkejut, bukan karena anakmu luka! Fara dan Ilham masih kecil, jangan kau salahkan!" tukasnya membela diri, tidak mau disalahkan."Maaf, Bu. Saya tidak menyalahkan." Aku membela diri."Sana, bawa pulang anakmu! Di sini bikin ribut saja! Seharusnya dipegangi, jangan dilepaskan!" Omelnya.Tanpa pamit, Zaqi kubawa pulang. Tanpa kuindahkan juga laki-laki yang disebut suami, aku muak semuanya.Langkahku buru-buru, aku sudah tidak kuat menahan air mataku yang mulai bergulir. Sampai kamar tangisku pecah."Kenapa ibu juga memusuhi Zaqi? Kalau tidak suka denganku, aku ihklas, Bu. Jangan kau musuhi anakku juga, kasihan Zaqi, itu juga cucu ibu seperti halnya Fara dan Ilham, Ibu tidak adil." Aku menggerundel dalam hati.Kutenangkan anakku dengan cara memberi ASI, aku duduk di sofa sambil menahan nafasku yang memburu. Aku se
Bab 90 Menjelang tidur, aku iseng membuka ponselku, kutekan atas nama Mas Irfan. Benar juga, pesan darinya berderet-deret, misscall, videocall.Aku tersenyum sinis. Pasti dia kelabakan merasa bersalah telah menunjukkan kemesraannya di hadapanku lewat video call bersama keluarga cemara di kamar hotel.Tentu saja aku marah, istri mana yang tidak cemburu melihat wanita lain ikut memeluk suamiku, walau terhalang tubuh kedua anaknya.Wajar ponsel langsung kumatikan. Perasaanmu dimana, Mas? Aku masih istri sahmu, istri yang selalu menyelipkan namamu saat berdoa kepada Nya."Tega sekali kamu!" rutukku.Sejak dulu ibu memang tidak suka kepadaku, berusaha memisahkan kita, dan menyuruhmu menikahi menantu kesayangannya itu. "Tidak heran kalau nanti kita harus berpisah, itu yang dikehendaki ibumu,'kan?" Aku berbicara sendiri, berandai-andai. Akhirnya aku tertidur ditengah hatiku yang sedang galau, gundah gulana, capai, letih dan lelah. Tetapi aku berjanji tidak akan menangis lagi, walaupun uj
bab 89"Andre!" Aku dan Diana teriak hampir bersamaan.Kami saling menatap, aku sungguh kaget, kenapa harus bertemu dengan Andre di tempat ini. Kok Andre bisa tahu aku ada disini, eh jangan gede rasa dulu."Ini sesuatu kebetulan atau gimana?" Laki-laki yang pernah mengisi hatiku mengangķat tangan dan mengendikkan bahu, menunjukkan kalau dia sendiri juga bingung."Ini boss saya, Bu," ucap dua laki-laki muda itu memperkenalkan Andre.Andre mengulurkan tangan menyalami satu persatu, setelah itu dia berbincang dengan dua stafnya. Aku menatap lekat Diana dengan penuh curiga, jangan-jangan dia biang keroknya."Kamu mbocorin, ya," bisikku."Enggaklah, mana aku tahu jasa ekterior ini miliknya." Diana mengangkat kedua bahunya."Ternyata dunia ini sempit," gumamku."Ini perusahaanmu, Ndre?" tanya Diana, setelah Andre selesai menemui dua anak buahnya, lalu mendatangi kami."Ini bagian dari anak perusahaan, ngomong-ngomong ini rumah siapa?" Andre memandangku lalu menatap Diana bergantian.Diana
Bab 88Bu Erna berjanji, besok akan mengirim tukang cat yang akan segera meng-eksekusi Rumah Melati. Semua kuserahkan kepada Diana yang menjadi mandornya, beruntung dia bersedia.Aku juga sempat browsing jasa membuat eksterior di internet, Alhamdulillah langsung dapat. Katanya besok akan dilihat lokasinya, lalu segera ku sharelok sekalian."Pulangnya aku antar, ya, Del," Diana menawarkan diri, ketika aku sibuk memesan taksi online."Enggaklah, Di. Aku sudah banyak merepotkan kamu, lagian besok kamu masih punya tugas menjadi mandor. Aku tidak tega kalau terus merepoti.""Halah, aku kan sudah pengalaman ngurusi kaya gini. Ok, kamu hati-hati, ya." katanya."Terima kasih, Di. Sampai besok, ya."Sebelumnya Bu Erna memperkenalkanku kepada Satpam Perumahan yang bernama Pak Didik, karena pemilik rumah sudah berubah dengan namaku.Taksi yang kupesan sudah datang, kunci segera kuserahkan kepada Diana. Besok dia yang harus membukakan pintu untuk tukang cat yang dikirim Bu Erna.***Sampai rumah