Share

Pov Daniel 2

Penulis: Dyah Ayu Prabandari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari ini ingin ku ungkapkan perasaanku kepada Aisyah. Karena aku tak rela dia dimiliki orang lain. Sengaja aku mengajaknya makan siang bersama di sebuah restoran dekat butik.

Tak berapa lama Aisyah datang, kami segera menyantap makanan yang sudah ku pesankan untuknya.

Ku keluarkan semua isi hatiku. Jantungku tak henti-hentinya berdetak dengan kencang setiap mengeluarkan kata dari mulut ini.

"Kalau aku mencintaimu, haruskah aku mengorbankan Tuhanku?"ku tatap Aisyah tajam.

Uhuk...uhuk...

Aisyah terbatuk, mungkin syok dengan yang aku ucapkan.

"Maksud kamu apa Dan?"

"Aku mencintai kamu Ais, sejak pertama bertemu di rumah adam aku jatuh hati padamu. Apa aku salah mencintai kamu?"

Sesaat kami terdiam dengan pikiran masing-masing. Aku takut jika Aisyah marah dan menghindariku.

"Aku masih gak mengerti dengan ucapanmu tentang mengorbankan Tuhanmu, apa kamu...?"Aisyah menjeda ucapannya.

"Iya, aku seorang nasrani Ais, dan aku mencintai wanita muslim. Dan itu kamu."

Aisyah seperti syok, di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Aku Mundur, Mas!    Hamil

    Kubuka mata perlahan walau berat. Sorot cahaya menyilaukan mata. Aroma minyak kayu putih menyeruak masuk ke indra penciuman. "Kamu sudah sadar Ais?" Kutoleh sumber suara. Daniel berdiri di sampingku, sorot kekhawatiran nampak di matanya. "Aku di mana,Dan?" Kulihat sekelilingku, ruangan bernuansa putih. Dengan aroma obat menyeruak di seluruh ruangan dan berbagai alat medis tertata rapi. Aku ingat-ingat, ya, tadi di rumah sakit setelah dari ruang rawat inap umi aku berjalan sempoyongan di koridor, setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi. "Kamu masih di IGD,Ais, tapi kamu pingsan di koridor rumah sakit. Lalu ku bawa kamu ke mari. Dan sudah hampir satu jam kamu tak sadarkan diri," ucapnya sambil membantuku duduk. Satu jam, ternyata aku pingsan lumayan lama. Pasti Daniel khawatir padaku. "Terima kasih,Dan.""Diminum dulu, setelah itu kita periksa kondisi kamu." Daniel menyodorkan sebotol air mineral padaku. Ku teguk seperempatnya. "Kamu sudah enakan?" tanyanya dengan raut cemas. "Al

  • Aku Mundur, Mas!    Kejujuran Aisyah

    Mobil berjalan meninggalkan rumah sakit. Kendaraan berlalu lalang menimbulkan kemacetan di jalan kota. "Kita langsung pulang atau mau makan dulu Ais?" tanya Daniel memecah keheningan diantara kami. "Pulang saja Dan, aku tak nafsu makan."Daniel hanya mengangguk kemudian fokus melajukan mobil.Kupejamkan mata karena kepala masih terasa berputar-putar. "Aisyah, kita sudah sampai." tepukan pelan di pundak membangunkanku. Tak terasa mataku terlelap karena pusing hingga tak sadar telah sampai. Lho, kenapa berhenti di halaman rumah Mas Adam? Astaga, aku belum cerita pada Daniel. "Ayo turun Aisyah!" ucap Daniel setelah membuka pintu mobil. "Aku tidak tinggal disini lagu Aisyah. Bisa tolong antarkan aku pulang.""Oke." Daniel kembali menutup pintu dan melajukan mobil meninggalkan rumah Mas Adam. "Kamu sudah tak tinggal di rumah Adam?" tanya Daniel sambil melirik ku dari kaca spion. "Tidak Dan, aku tinggal di rumah peninggalan orang tuaku.""Bersama suami kamu? Bagaimana kalau suami ka

  • Aku Mundur, Mas!    Kejujuran Aisyah 2

    Tok ... Tok ... Tok.... Suara kaca jendela di ketuk dari luar. Daniel membuka pintu. Menanyakan pada lelaki berkulit hitam apa keperluannya."Masih lama tidak Mas?tempatnya mau dipakai mobil lain." ucap tukang parkir.Sebuah mobil berwarna hitam masih berhenti di pinggir jalan karena halaman depan minimarket sudah penuh dengan mobil dan motor."Maaf Mas." Daniel memberikan uang parkir dan melajukan perlahan kendaraan roda empat miliknya.Kami masih diam, jalan terasa lambat. Entah perasaanku atau memang laju mobil lebih lambat dari tadi.Sepuluh menit dalam diam hingga mobil Daniel memasuki kampung tempat tinggalku."Habis ini belok kanan Dan, rumahnya bercat hijau dengan pohon mangga di depannya." terangku. Daniel mengangguk lalu memutar mobil ke arah kanan."Terima kasih Dan." ucapku saat mobil berhenti tepat di depan rumah."Maaf aku gak bisa turun Ais, takut menimbulkan fitnah bagi kamu."Tak menyangka Daniel berfikir sejauh itu. Memang benar akan timbul fitnah jika mereka melihat

  • Aku Mundur, Mas!    Tanggapan Adam

    Kumasukan ponsel ke dalam tas setelah memesan taxi di aplikasi online. Lalu aku melangkah gontai meninggalkan ruang kerja. Sepi, karyawan lain sudah meninggal butik, hanya tinggal Mbak Bella yang masih di ruangannya. Perkataan Mbak Bella tempo hari kembali terngiang-ngiang di telinga. Aku seperti di hadapkan dua jalan, dan bingung harus memilih jalan yang mana. Kebimbangan kembali menyelimuti hati, satu sisi mengatakan untuk diam, satu lagi menginginkan diri ini berkata jujur kepada Mas Adam. KriinggSuara ponsel menggema di dalam tas. Kuambil benda pipih yang sedari tadi meronta-ronta, mencari perhatian. "Assalamu'alaikum...""Waalaikumsalam, saya sudah di luar mbak," ucap seseorang dari balik telepon. "Tunggu sebentar Pak." Kumatikan sambungan telepon. Berjalan lebih cepat menuju taxi online yang sudah menunggu di depan. "Sesuai aplikasi ya mbak?" tanya pak supir saat aku sudah duduk di bangku penumpang. "Iya Pak."Perlahan mobil melaju meninggalkan tempatku mengais rejeki. M

  • Aku Mundur, Mas!    Tanggapan Adam 2

    Sama seperti Mas Adam, Jesica terlihat syok namun berusaha menyembunyikan di balik senyumannya. "Selamat Aisyah, kamu akan menjadi seorang ibu." ucapnya sambil berusaha tersenyum. "Mau kamu apa Aisyah? Uang?" tanya Mas Adam membuat dada ini terasa nyeri. Apa semurah itu diriku di matanya? AstagfirullahKuelus dada yang bergemuruh hebat. Kenapa aku harus bertemu lelaki seperti itu? Hingga benihnya tertanam di rahimku. Apa dosa hamba Ya Allah? "Aku hanya butuh pengakuanmu dan akta kelahirannya.Biar bagaimanapun kamu adalah ayahnya. Aku ingin anak ini lahir memiliki akta kelahiran." Kuelus perut yang masih datar. "Berapapun uang yang kamu minta pasti akan aku berikan. Bahkan kebutuhan anak kamu nanti akan aku penuhi. Tapi aku tak bisa menikahimu secara negara. Aku tak akan mau rujuk padamu. Sampai kapanpun hanya anak Jesica nanti yang akan ku akui."DegUcapannya bagai belati yang menusuk hati. Mengoyaknya hingga tak terbentuk lagi. Aku kemari hanya ingin anak-anakku nanti mendapatk

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 31

    Kubuka mata, kupindai setiap sudut ruangan. Nihil, aku tak tahu ini di mana. Ruangan dengan dominasi warna biru.Teringat dengan Putra, kekasih hati yang tak bisa ku miliki.Dia sangat menyukai warna biru,andai saja dia datang lebih awal untuk melamar ku pasti semua tak akan seperti ini. Sayang garis takdir Tuhan memisahkan kita. Mungkin ini yang namanya mencintai tapi tak dapat memiliki. Benda bulat yang menempel di dinding kamar menunjukkan angka sebelas. Perasaan semakin tak menentu mengingat kejadian terakhir. Aku pingsan di depan ruko yang telah tutup. Dan ketika membuka mata sudah ada di kamar ini. Ya Allah, aku ada di mana? Mencari tas yang tadi kukalungkan di pundak,ingin mengambil ponsel dan menghubungi Mbak Bella. Kucari kanan kiri tapi tak juga ku temukan. "Ah, kenapa aku ganti baju seperti ini?" teriakku memenuhi kamar. Gamis yang ku pakai tadi telah berganti dengan kaos panjang dan celana panjang lelaki. Dan sebuah hijab model ibu-ibu dengan banyak renda menempel di uj

  • Aku Mundur, Mas!    Bab 32

    "Good morning Ais, sini sarapan dulu." ajak Putra saat aku berjalan ke dapur. Semalam aku memang terpaksa menginap di kediaman Putra, karena tak mungkin pulang di tengah malam. Bila orang-orang tahu pasti akan menimbulkan fitnah. Ku jatuhkan bobot di kursi, tepat berhadapan dengan Putra. Bik Tutik sudah menyiapkan semangkuk bubur ayam dan teh hangat di untukku. Ku masukkan setiap sendok bubur hingga tandas tak tersisa. Mungkin ini salah satu nikmat yang Allah berikan padaku. Di saat kebanyakan ibu hamil muntah hingga susah makan. Tapi tidak denganku, muntah dan mual hanya beberapa kali saja. Setelahnya aku hanya mudah merasakan lapar. Mungkin karena aku mengandung dua janin di rahim, hingga membuat nafsu makanku meningkat. "Terima kasih Putra, kalau kamu tidak menyelamatkanku, aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku." Ucapku memulai obrolan setelah keheningan menyelimuti kami. "Sama-sama Ais, wajib hukumnya menolong sesama bukan."Ucapannya membuat aku sadar siapa diriku ini. M

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam 1

    Sudah berhari-hari Jesica mendiamkanku setelah insiden tertangkap basah oleh Umi. Telepon tak diangkat.Pesan tak pernah di balas, hanya centang biru saja. Andai saja kamu mau berpindah keyakinan, barang tentu aku akan menikahimu dan menolak perjodohan dengan Aisyah. Jurang dalam hubungan kita terlalu dalam. Sadarkah kamu Jes? Haruskah kita selamanya seperti ini? Aku lelah, sangat lelah. [Sayang, aku ingin bertemu. Akan ku jelaskan semuanya]Kukirim pesan kepada Jesica semoga saja dia mau membalas pesanku ini. Hampir satu jam aku menunggu balasannya namun tetap saja tak ada pesan masuk meski pesanku sudah di baca. Kuacak rambut, frustasi. Aku bisa gila kalau sampai kehilangan Jesica. [Beri aku satu kesempatan Jes, aku tunggu di caffe biasa. Jam lima ya sayang.]Lagi-lagi pesan hanya dibaca tanpa di balas. Jesica jangan perlakukan aku seperti ini! Jarum jam sudah menunjukkan angka empat,ku tutup benda persegi berukuran empat belas inci dihadapanku. Aku harus segera sampai di caff

Bab terbaru

  • Aku Mundur, Mas!    Akhir Sebuah Cerita

    Tok ... Tok ... Tok.... Kuketuk pintu rumah Jesica dengan hati berdebar tak menentu. Semoga saja niat baikku disambut baik oleh Jesica dan keluarganya."Assalamu'alaikum...." ucapku."Waalaikumsalam" jawaban dari dalam rumah. Suara yang dulu sangat kurindu. Dialah wanita yang mati-matian ku perjuangkan meski akhirnya kulukai hatinya perlahan.Pintu di buka dari dalam, Jesica terlihat terkejut saat melihat diriku berdiri tepat di depan pintu. Menatapnya dengan rasa rindu.Rindu ingin memeluknya, meski kutahu dia tak akan mau ku sentuh. Mungkin dia jijik dengan diriku. Lelaki yang tega melukai hatinya. Menggoreskan luka di sanubarinya.Dengan penuh amarah dia berusaha menutup pintu. Namun terganjal kakiku. Sakit saat kaki beradu dengan pintu. Tapi akhirnya tahu tak sesakit hati Jesica."Jesica, tolong buka pintunya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan dan meminta maaf padamu." ucapku mengiba."Untuk apa kamu kemari?" tanyanya ketus sambil perlahan membuka pintu.Alhamdulillah, akhirn

  • Aku Mundur, Mas!    Sadar

    Pov AdamTiga puluh menit menatap gedung yang penuh kenangan. Perusahaan yang susah payah ku bangun kini hilang begitu saja. Kenapa hidupku menderita seperti ini?Mengambil ponsel dari saku celana. Memesan taxi dari aplikasi online. Tujuanku saat ini adalah rumah masa kecilku dulu. Semoga Abi mengizinkanku tinggal di sana. Bukankah aku anak kandungnya, pasti beliau akan menerimaku meski aku telah mengecewakannya.Sebuah mobil berhenti tepat di hadapanku.Mobil dengan warna putih dan plat yang sama seperti di aplikasi."Dengan Pak Adam?" tanya driver itu."Iya Pak, sesuai aplikasi ya!" ku masukkan koper ke dalam mobil dan menjatuhkan bobot di atas kursi belakang kemudi."Baik Pak."Kendaraan roda empat yang ku tumpangi melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya kemacetan ibu kota. Mobil berwarna putih ini berhenti saat lampu merah menyala. Pandanganku tertuju pada segerombolan pengamen dan pengemis di trotoar jalan.Ya Allah, apa nasibku akan sama seperti mereka?Tak punya tempat t

  • Aku Mundur, Mas!    Kehancuran

    Pov Adam"Maaf Dam, Abi sudah tak memiliki apapun. Semua harta benda bukan lagi milik Abi."Ucapan Abi bagai halilintar di siang bolong. Bagaimana mungkin harta benda Abi hilang begitu saja? Atau ini hanya akal-akalan Abi saja?Astaga, aku harus bagaimana?Kupijit pelipis yang terasa berdenyut.Menyambar kunci mobil di atas meja. Berjalan sedikit berlari menuju mobil yang terparkir. Aku harus ke rumah Abi, memastikan apa yang barusan kudengar hanya omong kosong belaka. Abi pasti hanya bercanda padaku.Melajukan kendaraan roda empatku dengan kecepatan tinggi. Kuterjang semua yang ada di hadapanku.Tak perduli klakson kendaraan lain berbunyi seperti tengah memprotesku.Yang aku ingin segera sampai di rumah Abi.Keluar dari mobil disambut terik mentari yang menusuk kulit. Melangkahkan kaki masuk kedalam rumah yang tak dikunci. Sepi, sunyi tak ada lagi kehangatan yang selalu kurasakan saat berada di rumahku. Yang terasa hanya kenangan pahit saat kehilangan wanita yang sangat ku cintai, Umi.

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam

    Aku duduk di teras rumah seorang diri, tak ada lagi istri apalagi anak. Hidupku kini terasa begitu sunyi.Kemana hilangnya kebahagiaan yang dulu kurasakan?Baru kemarin kurasakan hidupku begitu sempurna. Dan kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kesepian dan sengsara.Apa ini benar sebuah karma? atau hanya cobaan dari Sang Pencipta.Ku pijat pelipis yang terasa berdenyut. Memikirkan nasib perusahaan dan pernikahan yang sedang diujung tanduk.Para investor mulai mencabut kucuran dananya hanya karena sebuah video. Padahal sudah pernah ku jelaskan. Namun nyatanya semua sia-sia belaka.Mereka pikir aku adalah lelaki yang tak bertanggung jawab karena menelantarkan anak dan istri. Bahkan tega meninggalkan Jesica yang tengah sakit. Mereka tak pernah melihat dari sudut pandang ku. Andai mereka jadi sepertiku, mungkin akan bertindak sama seperti yang kulakukan."Ini tehnya Pak." Bibi meletakkan secangkir teh di atas meja."Terima kasih,Bi," Kuseruput teh hangat. Sedikit memberi ketenanga

  • Aku Mundur, Mas!    Maaf

    Aku duduk di ruang tunggu bersama Daniel. Menunggu seorang suster memanggil namaku. Sudah dua puluh menit kami menunggu. Hingga membuatku merasa bosan. "Nyonya Tiara Aisyah Kurniawan." panggil seorang suster. Berjalan memasuki ruang periksa dokter dengan tangan digandeng Daniel. "Selamat siang Dok...." sapaku kepada dokter Asih, dokter yang menangani ku saat hamil si kembar dulu. "Selamat siang, Bu Aisyah apa kabar?Bagaimana keadaan si kembar?" tanyanya basa-basi. Mungkin dia masih ingat kalau aku pasiennya dulu. "Alhamdulillah sehat dok.""Nah, gitu dong Pak. Kalau istrinya periksa kandungan di temani. Jangan seperti dulu. Kasihan istrinya." ucap dokter Asih membuatku dan Daniel saling pandang. Mungkin wanita di hadapanku ini mengira jika dulu ayah si kembar adalah Daniel. Daniel hanya mengangguk. Menjelaskan secara rinci juga tak mungkin. "Saya belum tahu istri saya hamil atau tidak dok. Tapi sudah telat satu minggu." ucap Daniel. "Baik Pak, biar saya periksa terlebih dahul

  • Aku Mundur, Mas!    Hamil?

    Aku duduk di teras sambil menyuapi Mukhlas dan Mukhlis. Ya, sekarang mereka sudah bisa makan bubur saring karena usia mereka sudah delapan bulan. Kedua buah hatiku dengan lahap memakan bubur saring dengan hati ayam dan brokoli. Mereka menyukai bubur buatan sendiri dibandingkan bubur kemasan. Ini membuat PR untukku agar lebih kreatif dalam membuat makanan agar mereka tak bosan. "Suapan terakhir sayang," ucapku pada Mukhlas.Mukhlas menutup mulut rapat-rapat sama seperti Mukhlis. Mungkin keduanya sudah kenyang. Karena hanya satu sendok yang tersisa. Suara mobil berhenti di depan rumah. Lelaki yang kini menemani hari-hariku keluar dari mobil dengan wajah sumringah. "Mbak Sari, tolong bersihkan bekas makan yang menempel di pipi ya." Mbak Sari mengangguk lalu mendorong stroller masuk ke dalam rumah. Meninggalkan diriku di teras rumah. "Assalamu'alaikum,Sayang." Daniel mendekat. Bau terasi terdeteksi oleh indera penciuman. Semakin lama semakin mendekat. Kenapa Daniel baunya seperti ini

  • Aku Mundur, Mas!    Kebahagiaan Aisyah

    Aku menata pakaian ke dalam koper. Tak terasa sudah tiga hari kami menghabiskan waktu untuk berbulan madu. Rasa rindu pada si kembar kian menggebu. Meski setiap hari melakukan videocall namun rinduku masih belum terobati kalau belum bertemu."Sudah selesai sayang?" tanya Daniel yang baru keluar dari kamar mandi. Handuk hanya melilit bagian pinggangnya.Ku tatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ada debaran tak menentu saat melihat Daniel seperti itu.Lelaki yang sudah sah menjadi imamku berjalan mendekat. Dan lagi desiran hangat memenuhi sekujur tubuh. Degup jantung kian berdetak kencang."Kenapa lihatin seperti itu?Mau?" wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti dari wajahku.CUPSatu kecupan mendarat di bibir. Ah, Daniel selalu seperti itu.Membuatku melayang ke angkasa."Aku baru selesai mandi lho,Yang, rambut juga masih basah," ucapku manja."Ih, kamu pikiranya ke situ terus. Mau lagi ya?" mengerlingkan mata, menggoda."Apaan sih?" Kututup wajah ini yang mulai bersemu merah.D

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya 2

    Jarum jam sudah menunjukkan angka empat. Ku matikan laptop dan segera berjalan menuju pintu."Pak." panggilan Luna menghentikan langkahku."Ada apa?""Kita ada meeting sebentar lagi."Ya Allah, aku sampai lupa kalau akan meeting. Bagaimana ini? Kalau aku tak datang Papi akan marah besar."Tolong atur jadwal lagi, saya ada keperluan mendesak." ucapku lalu meninggalkannya begitu saja.Aku berjalan menuju lift,netra melihat setiap sudut kantor.Karyawan masih banyak yang berlalu lalang. Dan tersenyum saat aku melewatinya.Bagaimana jika perusahaan ini bangkrut? Mereka akan kerja dimana untuk menghidupi keluarganya? Ya Allah, isi semua karena aku tak fokus hingga investor terbesar membatalkan kerjasamanya.Ya Allah, kenapa ujian bertubi-tubi menimpaku?Apa karena aku kurang bersedekah?Atau karena aku tega menyakiti hati Aisyah?"Pak..." panggilan seseorang menyentakku dari lamunan."I-iya." ucapku terbata."Maaf Pak, apakah ada yang bisa saya bantu? Saya lihat dari tadi Bapak berdiri di

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya

    Pov AdamAda nyeri di sanubari saat melihat Aisyah duduk di pelaminan bersanding dengan Daniel. Sesak dada untuk bernafas pun rasanya susah. Harusnya aku yang ada di sana bukan Daniel. Persis lagu yang barusan aku nyanyikan.Berjalan mendekat, bukan untuk memberi selamat tapi untuk melihat Aisyah lebih dekat. Pandangan tak suka nampak jelas terlihat di wajah Om Bram, ayah sahabatku."Santai saja Om, aku hanya ingin melihat ibu dari anak-anakku lebih dekat," batinku.Semakin dekat dengan Aisyah,entah kenapa jantung kian berdetak kencang. Dengan perasaan yang sulit ku artikan.Kenapa aku justru merasakan benih cinta mulai mekar saat bunga itu telah tumbuh subuh di halaman rumah orang lain?Kenapa cinta ini terlambat? Saat dia telah pergi aku baru menyadari dia begitu berarti.Kutatap wajah ibu dari kedua anakku. Dia sungguh cantik mempesona. Dan kenapa aku baru menyadarinya? Kemana saja diriku selama ini?"Selamat ya, jaga Aisyah baik-baik. Sebelum aku mengambilnya kembali," ucapku pela

DMCA.com Protection Status