"Assalamualaikum, Bun!" "Waalaikumsalam," balas Bunda Nilam.Nissa langsung naik ke atas menuju kamarnya dengan muka yang sendu, membuat Bunda merasa aneh dengan sikap putrinya."Adikmu kamu apakan, Ren?""Biarkan saja, Bun. Bentar lagi juga dia turun lagi," balas Rendra santai."Bun, Bunda membeli keperluan sama Rendra saja ya. Nissa sepertinya sedang buruk moodnya, nanti Rendra bantuin bawakan sekalian," ujar Rendra.Rendra tak mau menambah beban Nissa sekarang, pertemuannya dengan Haris barusan pasti membuat hatinya terpukul."Yakin, Nissa nggak di ajak? Nanti dia ngambek, gimana?""Nggak lah, kalau ngambek nanti Rendra yang bujuk.""Baiklah, Bunda siap-siap dulu ya!"Bunda bergegas ke kamarnya untuk memakai baju dan beberapa penunjang penampilannya bepergian."Lama banget dandannya, Bun! Sampai lumutan nungguin," protes Rendra."Ayo, mau pergi apa mau ngedumel, buru! Keburu sore nanti. Ini juga gara-gara kamu, pake bikin acara penting kaya gini malah mendadak," grundel Bunda Nila
Sambungan terputus, ia berpikir untuk menemui Haris besok untuk membicarakan hal bisnis ini. Hanya dia yang tahu seluk beluk perusahaan Aldo. Perusahaan Granendra grup saja, sudahmembuat ia sibuk karena cabang yang ada di mana-mana. Jika ditambah dengan perusahaan Aldo, pasti nanti ia tak ada waktu untuk keluarganya.Rendra sudah rapi dengan pakaian kemejanya, ia memandang cermin dan tersenyum melihat pantulan wajahnya sendiri.Ekhm!Suara Nissa membuat Rendra yang tersenyum tiba-tiba kembali datar."Kenapa? Masuk nggak pake ketuk pintu dulu!""Ditunggu Bunda buat shalat berjamaah di bawah. Habis itu kita baru berangkat," ucap Nissa."Kamu turun duluan, nanti Kakak nyusul!""Udah nggak usah lama, ini waktu maghrib keburu habis nanti.""Baru juga Adzan, Dek! Ini bentar lagi siap," jawab Rendra.Nissa mendengus kesal dan pergi meninggalkan Rendra. Selesai sholat berjamaah, Rendra mendekati Bunda Nilam dan mencium punggung tangannya."Bun, doakan Rendra malam ini semoga acaranya lancar
"Sudah lega sekarang, Ren, diterima lamarannya sama Afi?" goda Bunda Nilam saat di dalam mobil hendak pulang dari panti.Rendra hanya membalas dengan senyuman dan menatap lurus ke depan. Iseng, Nissa meniup telinga kakaknya dari samping karena ia duduk di sebelah Rendra sedangkan Bunda Nilam di depan bersebelahan dengan supir. "Dek!" sungut Rendra merasa risih dengan kejahilan adiknya."Apa sih, Kak?" balas Nissa dengan cekikikan."Bisa diem nggak?""Dari tadi juga Nissa diem, Kakak aja yang nggak lihat. Mata fokus ke depan, tapi pikiran kemana-mana," kelit Nissa.Rendra tetap diam dan tak menanggapi ucapan Nissa, adiknya ini memang kerap jahil padanya."Nis, jangan ganggu Abangmu!" ucap Bunda dengan nada mengejek."Iya, Abang." Nissa dan Bunda tertawa terbahak-bahak dengan keanehan Afi yang memanggil Rendra Abang."Diam nggak kalian? Kalau nggak, Rendra turun sekarang juga!" omel Rendra."Iya, Abangku yang comel. Jangan marah, nanti gantengnya ilang." Nissa berusaha menahan tawanya
"Apa maksud kamu? Tiba-tiba bilang Haris masuk penjara? Kasus apa? Dan apa kamu berniat akan mengeluarkannya dari sana?" tanya Ferdi bingung dengan maksud Rendra."Dia menghamili istri orang, dan dia menyerahkan dirinya sendiri ke polisi atas saranku agar dia menyesali perbuatannya di sana. Tapi, sekarang aku jadi bingung. Haris aku percayakan mengurus bisnisku sebagian, termasuk perusahaan mantan suami Afi. Dan kini perusahaannya terancam bangkrut! Sahamku yang di sana bisa lenyap jika aku tak segera mengurusnya. Apa aku harus membantu Haris untuk hal ini? Di samping ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, aku juga membutuhkan dirinya untuk mengurus banyak perusahaan yang selama ini aku limpahkan padanya. Kamu kan tahu, Grarendra Grup saja kadang sudah membuatku sangat sibuk, jika di tambah mengurusi perusahaan lain, bisa gagal acara nikahanku karena tak ada waktu buat mengurusnya.Aku memintamu datang dan meminta saran terbaik dari pengacara yang katanya cerdas dan handal in
"Kamu nggak ngantor, Al?" tanya Mami pada Aldo yang masih menggunakan piyama tidurnya."Nggak!" Jawab Aldo santai."Kenapa? Katanya hari ini mau ada rapat sekalian cek kantor Papi?" Kemarin Aldo sempat bilang jika hari ini akan ada rapat penting di Permata property."Nanti jam sebelas, sekarang masih jam sembilan." Aldo kembali menyeruput kopinya, dulu saat masih ada Afi ia bahkan tak pernah meminum kopi. Sekarang, ia bahkan sudah tak menghiraukan kesehatannya lagi."Al," panggil Mami.Aldo menengok sekilas dan kembali menatap tiupan angin yang mengenai pohon di depan rumahnya. Sekarang Aldo tinggal di rumah peninggalan Papi di jalan Sadang, rumah yang Alin punya sudah di kosongkan. Dan rumah dari Afi, sudah Aldo jual untuk kelangsungan hidupnya dan juga keberlangsungan perusahaan miliknya. Permata property kini sudah bukan sepenuhnya tanggung jawabnya, sudah ada pihak yang membeli saham di sana separuhnya, dan pertemuan kali ini ia akan menjual seluruh aset perusahaan pada orang ter
Setelah mengantar Mami naik taksi, Aldo langsung pergi ke kantor Permata property. Suasana tampak sepi karena banyak karyawan yang memang mengundurkan diri bekerja di kantor milik peninggalan almarhum Papi Cahyo. Aldo memasuki ruangannya, Doni yang sudah lebih dulu menunggu Aldo dari tadi langsung menemuinya untuk segera masuk ke ruang rapat."Kita telat, Don?" tanya Aldo."Ya, Pihak dari Grarendra grup sudah sampai lima menit yang lalu," ucap Doni.Doni membuka gagang pintu dan melihat ada empat orang di dalam sana. Dan Aldo terkejut saat ia melihat Rendra ternyata ikut dalam rapat penting pengalihan saham ini."Siang! Maaf saya terlambat," sapa Aldo.Beberapa orang yang hadir membalas sapaan hangat Aldo dan menyambutnya ramah, kecuali Rendra."Seorang pengusaha sukses, seharusnya pandai menghargai waktu. Jika hal sepenting ini saja kamu terlambat, bagaimana dengan urusan yang lain? Saya tidak yakin perusahaanmu akan bisa bangkit kembali jika kamu selalu ceroboh seperti ini." Rendra
"Kamu mau fitting baju kapan, Ren?" tanya Bunda Nilam."Terserah Bunda saja," jawab Rendra yang masih sibuk dengan berkas di ruang kerjanya. Bunda Nilam mendekati Rendra dan duduk di depannya."Mau sampai jam berapa kamu kerja, hm? Ini sudah jam sepuluh malam! Jika dari pagi sampai malam sibuk begini, kapan kamu ada waktu buat bahagiakan istrimu nanti?" ujar Bunda lembut. "Bentar lagi kelar, Bun! Tanggung, besok harus aku berikan pada pihak management di Bandung," jawab Rendra tanpa menatap Bundanya."Jangan terlalu sibuk begini, nggak baik buat kesehatan juga kalau keseringan begadang. Kamu sudah hubungi Afi buat fitting bajunya mau kapan?""Belum.""Loh, pernikahanmu itu bentar lagi! Masa nggak dipersiapkan matang-matang?""Makanannya ini Rendra selesaikan semua pekerjaan kantor dengan cepat, agar besok Rendra bisa libur bebas tanpa kerja.""Oh, besok libur?""Iya, kemungkinan ambil libur lama," jawab Rendra."Baiklah! Anak Bunda memang hebat, sudah memperhitungkan segalanya dengan
"Nggak, Bu! Afi seneng, Zidan tadi sudah mau makan," ucap Afi ramah."Maaf, Bu Nilam. Afi ini memang suka sekali membujuk anak-anak yang ngambek! Aku saja sampai kelelahan kalau mereka tak mau makan, tapi kalau sama Afi semuanya nurut. Entahlah, bujukan apa yang Afi lakukan," tutur Bu Panti sambil tersenyum.Afi tersenyum kala Rendra juga menatapnya tak berkedip. Sosok keibuan yang jarang Rendra dapatkan dari wanita yang pernah ia kenal sebelumnya."Bagus kalau begitu, Bu! Jadi nanti kalau sudah menjadi istri anak saya, nggak kesusahan mengurus anak-anak mereka," ucap Bunda Nilam diiringi tawa Bu Panti. Wajah Afi memerah karena malu ketika mertuanya mengatakan anak di waktu sekarang. Membayangkan menjadi istri seorang Rendra, sungguh bukanlah sebuah mimpi di siang bolong. "Bu, kedatangan saya kemari untuk meminta izin pada Ibu untuk mengajak Afi fitting baju pengantin. Apakah Ibu Panti mengizinkan?" tanya Rendra."Oh tentu, silahkan! Pulangnya jangan kemalaman ya, pamali soalnya calo
Rendra mencium perut besar Afi, sekarang usia kandungannya memasuki sembilan bulan."Kamu pasti lelah bnget ya, Fi! Ibu jadi ikut merasakan kehamilan kamu. Kamu harus berhati-hati, usia kehamilan sudah tinggal menunggu hari. Kalau ada sedikit rasa tak nyaman, bilang sama Rendra. Biar dia siap siaga membawa ke rumah sakit," ucap Bunda khawatir melihat perut Afi yang terlihat begah."Nggak usah Bunda bilang, Rendra selalu siap siaga 24 jam. Cuma Afi yang dibilangin suka ngeyel mau ngelakuin pekerjaan rumah, besok kita cek up ke dokter lagi. Biar tahu kondisimu setiap hari," ucap Rendra tegas."Nissa kan ada, ngapain ke dokter," sanggah Afi."Ya Mungkin Kak Rendra mau cari dokter ahli yang lain, dia nggak yakin kayaknya sama keahlian adiknya ini," sahut Nissa yang baru datang dari luar bersama Vino.Ditatapnya aneh lelaki yang bersama Nissa, membuat Vino merasa canggung."Nis, udah acara pestanya?" tanya Afi."Nggak jadi, udah nggak mood pergi ke sana. Vin, lo pulang aja gih! Kakak gue s
Sejak kehamilannya, Rendra menjadi sedikit cerewet. Afi yang hanya ingin sekedar membantu Bunda nilam memasak, ia pun melarangnya. "Bang, Afi bosan! Boleh ya, ikut Bunda bikin cake! Pengen buat yang spesial buat Abang!" ucap Afi merengek pada Rendra yang sedang sibuk memeriksa berkasnya di ruang keluarga. Biasanya ia akan bekerja di ruang kerja khusus miliknya. Namun sekarang ia menjadi overprotektif dengan Afi mengingat istrinya sedang mengandung dua buah hati sekaligus."Nggak usah bikin cake spesial. Kamu aja udah spesial untuk Abang, sini! Duduk dekat Abang," ucap Rendra sambil menepuk sofa di sebelahnya.Afi melengos dan memilih mengalah dan duduk di samping suaminya."Abang ini, nggak di mana-mana fokus kerja terus! Begitu dibilang sayang! Huft!" Afi kesal karena dari tadi suaminya tak melihatnya dan masih sibuk dengan laptop dan kertas yang ada di depannya. Rendra melirik Afi yang membuang mukanya jengkel, dan Rendra memilih menyingkirkan semua pekerjaannya dan mencium pipi is
Afi menatap Rendra dengan binar bahagia, begitu juga Rendra. Afi diperiksa dokter Elsa lewat monitoring USG di perutnya. Tampak jelas di sana gumpalan yang masih sangat kecil."Wah, janinnya ada dua. Kemungkinan kembar, Bu!" Rendra yang di samping Afi mendampingi dan melihat gambar anaknya tersenyum bahagia. Dia mencium kening Afi tanpa malu di depan dokter Elsa."Bang!" Afi melirik Dokter Elsa yang tampak senang dengan perlakuan Rendra padanya yang sangat manis.Setelah USG kelihatan, dokter menganalisis umur dan juga jadwal persalinan untuk Afi."Kandungan Bu Nafisah memasuki minggu ke enam. Dan kondisi kehamilan sangat rentan untuk banyak beraktivitas berat. Sebaiknya, Ibu istirahat dan mengurangi aktivitas agar tak terlalu lelah. Apa Ibu mengalami gejala ngidam?" tanya Dokter Elsa."Nggak Dok, sepertinya suami saya yang nyidam. Dia kalau pagi suka pusing, dan sekarang lebih menyukai di dekat saya. Seperti ini!" Afi menunjuk suaminya, dan Rendra mendelik kesal."Hahaha, kalian lu
"Fi, Abang lapar! Kita cari makanan yuk!" ucap Rendra saat sedang berbaring di kasur dengan Afi."Malam-malam pengen makan? Abang nggak salah? Apa Afi masak lagi aja di dapur?" Afi memandang jam di dinding, padahal sekarang pukul sepuluh malam. Tetapi suaminya ingin makan di luar. "Nggak usah masak, Abang pengennya makan di luar bareng kamu." Pernikahan Afi dan Rendra sudah berjalan hampir lima bulan, dan akhir-akhir ini Rendra memang kelihatan aneh. Dia yang biasanya dingin, berubah sangat manja dan suka sekali mencium rambut Afi yang baru saja keramas."Besok saja ya, Bang!" bujuk Afi.Dengan wajah kecewanya, Rendra menekuk wajahnya dan berbalik memunggungi Afi. Afi yang melihat tingkah lucu suaminya, mencubit pipinya pelan."Abang kayak wanita lagi datang bulan, suka ngambek. Dan keinginan Abang yang aneh seperti wanita ngidam. Apa mungkin Abang ngidam?" ucap Afi terkikik geli.Rendra kembali berbalik badan menghadap Afi. "Kamu terakhir datang bulan kapan?" tanya Rendra serius.
Pipi Afi merona karena malu, ia menghabiskan malam ini dengan pesta dansa yang amat membuat malam begitu indah."Dan kamu, harus membayar mahal nanti malam dengan ku, Sayang!" Rendra membisikan kalimat yang membuat Afi begitu merinding. Rendra, lelaki normal yang sedang di mabuk asmara. Gelora cintanya pada Afi, membuat ia semangat sekali untuk menggoda Afi dan membuatnya salah tingkah.Afi kaget ketika melihat Nissa dan juga Yuna dengan seorang lelaki dan mereka juga ikut berdansa. "Mereka memaksa minta ikut, katanya ingin menikmati suasana Bali yang indah. Namun, jangan khawatir. Mereka tak akan menginap di resort ini, mereka akan menginap di hotel keluarga Dirgantara. Jadi, kita nggak ada yang bisa ganggu!" goda Rendra membuat pipi Afi kembali bersemu merah. Ternyata ia tahu, jika dirinya kaget melihat kehadiran Nissa dan Yuna.*Malam ini, dansa dan pesta kembang api digelar. Di luar resort, semua tamu menikmati indahnya bintang dan juga kembang api yang meriah. Banyak kekaguman
Malam ini Rendra mengajak Afi berbulan madu ke Bali. Rendra menutup mata istrinya dengan kain penutup agar ia sukses dalam memberikan kejutan. Afi dan Rendra sampai di Bali, tepatnya resort Stary angel milik istrinya."Apa sih, Bang? Afi penasaran banget!"Rendra mengajak Afi berjalan dan berhenti tepat di depan Resort. Semua orang yang diperintahkan Rendra sudah siap dengan tugas masing-masing. Mereka sampai di resort malam hari, membuat suasana begitu sangat romantis.Rendra memberikan aba-aba pada semua orang dan ia membuka penutup mata Afi perlahan."Sudah boleh buka mata?" tanya Afi. "Sudah! Dan lihatlah, Sayang!" Afi membuka matanya dan terkejut dengan surprise yang di buat suaminya. Karpet permadani merah dan juga bunga mawar putih kesukaannya, berjejer rapi di setiap pinggir jalan menuju pintu masuk resort. Beberapa orang yang tampak berseragam melebarkan senyum dan menunduk hormat."Suka?" tanya Rendra."Suka banget! Makasih, Bang!" jawab Afi tersenyum riang."Ini belum seb
"Kenapa melihat Abang seperti itu? Abang memang tampan," ucapnya percaya diri."Tampan tapi mes*um!" ucapku asal. Kami keluar kamar hotel dan mengetuk pintu kamar Nissa. Ia juga telah siap dari tadi. "Cie, pengantin baru. Seger amat! Habis berapa ronde tadi malam?" goda Nissa membuatku sedikit malu."Dek, kamu jadi ikut pulang nggak! Cepat! Abang tunggu di bawah," ucap Bang Rendra dingin."Yuna mana, Niss?" tanyaku karena tak melihat Yuna."Dia di jemput sama cowoknya tadi," ucapnya."Kamu nggak dijemput cowokmu?" ledekku membuat ia mencebikkan bibirnya."Ya iya, yang sudah laku. Sombong amat!" sahutnya dengan nada kesal.Aku, Nissa, dan Bang Rendra pulang ke rumah Bunda. Kami akan berkumpul bersama keluarga besar."Di sana nanti ada Haris juga, Bang?" tanyaku melirik Nissa. Ia tampak tak suka ketika aku menyebut nama Haris. Aku tahu, Nissa masih marah dengan Haris dan Nissa bukan wanita yang mudah memaafkan sepertiku."Mungkin. Tapi kalau dia sadar diri, seharusnya nggak usah datan
Pov Afi"Pagi, Sayang!" ucap lelaki di sampingku yang sah bergelar menjadi suami. Rendra mencium pipiku dan mengusap rambutku perlahan. Aku yang baru tidur diperlakukan suamiku dengan hangat membuat hatiku berbunga-bunga."Bang! Jam berapa ini? Aku kesiangan ya?" ucapku mengucek mataku mengedarkan pandangan ke dinding. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi."Nggak, Sayang! Tapi kalau kamu mau nambah lagi, kita kesiangan!" godanya. Senyum genitnya membuatku mencubit lengannya. Suamiku hanya terkekeh pelan. Senyum yang jarang ia tampakkan pada semua orang, kini bahkan sangat mudah aku dapatkan.Aku melemaskan ototku, semalam bahkan Bang Rendra sangat membuatku kelelahan. "Mandi dulu, Sayang! Atau mau Abang mandikan?" ucap Bang Rendra menaik turunkan alisnya. Genit! Aku hendak berdiri dan pergi ke kamar mandi tapi Bang Rendra malah mengangkat tubuhku hingga aku kaget."Bang! Aku bisa mandi sendiri!" ucapku meminta turun. Namun, bang Rendra hanya tersenyum dan meletakkanku di bathub ya
Sholat jamaah selesai, Afi mendekati Rendra dan meminta salim padanya lalu mencium punggung tangan suaminya . Rendra sangat senang dengan status barunya kini sebagai suami. Rendra mencium pucuk kepala Afi sambil melafadzkan doa."Allohuma innii as aluka khayraha wa khayra wa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzibika min syarriha wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi.Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami. Turunkanlah rasa cinta di hati kami berdua. Cinta yang senantiasa menambah kecintaan kami kepada-Mu.""Aamiin." Setelah melafalkan doa dan mencium kening Afi, Rendra kini duduk bersila menghadap sang istri. Dipandanginya wajah cantik nan sholeh yang kini sudah sah menjadi istrinya ini. Afi yang merasa malu dipandang suaminya, memilih melepas mukena dan melipatnya."Udah Bang, lihatinya!" ucap Afi salah tingkah. Ia hendak berdiri untuk menaruh mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari. Rendra masih menatap Afi, membuat Afi memilih tiduran di ranjangnya.Rendra berdiri dan