"Assalamualaikum," salam Aldo dari luar. Afi yang sedari duduk di ruang tamu melirik suaminya dan memilih tak menyambutnya. Hatinya sudah terlanjur pilu karena Alin berada di kamarnya.Boleh saja jika Alin ingin istirahat di rumah ini, tapi bukan kamar Afi. Hatinya begitu dongkol karena Mami Cahyo membentaknya saat ia melarang Alin masuk ke kamar itu."Fi, kalau ada orang salam itu dijawab. Bukan di cuekin," celetuk Aldo."Wa'alaikum salam," ketus Afi. Ia sedang malas berbicara dengan Aldo untuk saat ini. Moodnya benar-benar buruk.Aldo mengendurkan dasinya dan memilih duduk di samping Afi. Melihat raut muka tak bersahabat dari istrinya Aldo memilih mengajaknya berbincang agar ia sedikit lebih baik."Ada apa? Kamu lagi ada masalah?" tanya Aldo lembut."Masalahku itu cuma satu, yaitu kamu," tukas Afi."Lho, kok aku?" Aldo bingung dengan apa yang Afi ucapkan karena ia merasa tak tahu menahu kenapa dia cemberut."Sana, liat aja sendiri ke kamar!" Aldo yang bingung memilih untuk berdiri
Sore telah berganti malam. Afi yang sudah melaksanakan sholat isya di kamarnya beranjak ke ruang tamu. Alin yang sudah kembali ke rumah membuat Afi sedikit lega karena tak perlu beradu emosi lagi dengannya.Afi melihat Papi Cahyo dan Mas Aldo di sana. Terlihat tak ada Mami Cahyo karena dia sedang di rumah Alin tadi.Aldo memandang Afi dengan senyum yang merekah. Afi tak menanggapi dan berusaha bersikap biasa."Fi, duduk sini deket Mas," ujar Aldo menepuk kursi di sebelahnya.Afi memilih duduk di samping Papi Cahyo dan mengacuhkan ajakan Aldo membuat wajah kecewa tampak di sana.Papi hanya tersenyum pada Afi dan menepuk bahunya lembut."Sudah makan, Nak?" Afi mengangguk pelan dan tersenyum ramah."Afi, Aldo, Papi di sini hanya ingin mengurai permasalahan yang sepertinya sudah mulai rumit. Papi nggak tahu jelasnya apa yang terjadi di antara kalian bertiga. Aldo dan Alin juga tak meminta saran ketika hendak memutuskan menikah sehingga jika Papi bertanya tentang hal itu kepada Alin, pasti
Selama perjalanan tak ada pembicaraan antara Rendra dan Afi. Rendra menatap Afi dari cermin dan merasakan bahwa wanita itu benar-benar terpukul sebab dari tadi Rendra mendengar isakan kecil yang keluar dari bibirnya dan lalu ia seka dengan lengannya."Ini, buat lap ingus kamu yang kemana-mana. Jangan buat mobilku jadi kotor dengan hal yang menjijikan itu. Kamu terlihat jelek jika menangis. Diamlah dan nggah usah berpikiran macam-macam tentang suami gilamu ini. Dia bahkan hampir melukai seorang wanita penghibur di sana, hidup kalian penuh drama sekali ternyata." Rendra Sebenarnya ingin menghibur Afi, tapi entah mengapa ia sangat sulit berbicara lembut pada Afi. Kebiasaannya menjahili Afi sejak dulu bak mendarah daging di dalam dirinya. Padahal yang keluar dari mulut kadang tak sesuai dengan hatinya.Afi menerima tisu yang diberikan oleh Rendra tanpa menanggapi ocehannya. Ia masih sibuk dengan bayang bayang bersama suaminya selama ini. "Apakah suamiku menyewa seorang wanita penghibur
"Kamu sudah makan?" tanya Rendra dengan wajah datarnya."Aku kenyang, sudah ya. Aku lelah dan ingin istirahat, terimakasih sudah mau membantuku dan memberikan tumpangan buatku dan suamiku."Afi berlalu saja tak merespon Rendra yang menatapnya khawatir. Afi memasuki rumahnya dengan badan yang sudah tak bisa digambarkan. Sedari siang dia belum makan karena Aldo membuatkannya bubur dan ia hanya memakan sepotong roti yang Rendra kirim padanya.Perutnya sangat lapar tapi ia enggan untuk memasak karena tulang-tulangnya begitu terasa lemas. Baru selang beberapa menit masuk rumahnya, ponsel Afi berbunyi dan ternyata pesan dari Rendra.[Aku kirimkan nasi padang dan martabak kesukaanmu. Aku taruh di gerbang, jangan sampai kau tak makan jika ingin selamat dari malaikat maut]Afi tak habis pikir dengan Rendra ini, kata katanya memang terdengar menyebalkan tapi dibalik itu ia bak malaikat yang selalu ada di saat ia membutuhkan.Afi keluar rumahnya dan mengambil bungkusan yang tergantung di gerbang
Pov AldoPersendianku benar-benar lemas. Aku membuka mataku dengan berat karena aku merasa kepalaku begitu pusing sekarang. Aku mengingat ingat semalam aku masih di sebuah cafe dan sepertinya ini? Aku melihat ke sekeliling dan menyadari bahwa aku sedang di kamar Alin. Namun, siapa yang membawaku pulang? Apakah pihak keamanan cafe yang membawaku kesini? Tapi itu tidak mungkin, mereka bahkan tidak mengetahui alamat rumahku .Samar-samar tadi malam aku mendengar suara Afi, mungkinkah istriku ada di sana? Aku ingat tadi malam aku betu-betul terpukul karena mendengar keputusan Afi yang ingin berpisah dariku. Aku memasuki tempat yang sama sekali belum pernah aku masuki sebelumnya. Ya, aku memilih cafe yang menyediakan berbagai macam alkohol dan wanita penghibur di sana. Aku seperti orang yang kehilangan akal, aku minum terlalu banyak sehingga aku sampai tak sadarkan diri.Banyak pertanyaan berputar di otakku. Aku melihat pintu terbuka dan Alin tersenyum saat melihatku yang sudah terbangun.
Aku masuk ke dalam rumah ini, ku melihat semuanya dengan jelas bagaimana tadi malam kami menangis berdua. Menangisi keputusan ya sangat menyakitkan terutama bagiku. Salahkah aku memiliki dua istri? Bukankah memiliki dua istri bukan hal yang di larang Allah? Nyatanya aku tak bisa berlaku adil pada kedua nya dan membuat istri di depanku ini tersakiti. Papi memberikan aku pilihan agar memilih salah satu diantara mereka, tentu saja aku menolak. Bukan itu yang aku mau, aku ingin mereka semua berdamai dan saling akur sebagai istri-istriku. Pasti indah bukan, memiliki para istri yang baik dan cantik.Sungguh aku merasa jadi suami yang gagal, Papi menyadarkan aku tentang sebuah tanggung jawab. Aku memiliki dua istri yang tak bisa aku penuhi keinginannya semua, aku lelaki biasa yang masih sering mengeluh. Mungkin ini teguran untukku agar aku lebih bersyukur dengan apa yang aku miliki.Afi menghidangkan sayur bening dan sambal. Terlihat sederhana namun sangat menggugah selera makanku. Aku mel
Afi mengendarai mobilnya menemui Nissa di cafe yang telah dijanjikan. Gara-gara Aldo ke rumahnya, ia jadi telat menemui Nissa. Jika saja ia tadi tak bergegas masuk ke dalam mobil, sudah pasti Aldo akan meminta haknya yang masih berstatus suami Afi.Afi melihat jam di tangannya dan sekarang sudah lewat seperempat jam dari yang telah dijanjikan. ia sudah sangat terlambat menemui sahabatnya itu.Afi melajukan mobilnya dengan cepat hingga "Ciiit!!" Mobil Afi mengerem mendadak akibat ada sebuah mobil menyalip dengan kencang sehingga hampir membuat Afi bertabrakan dengannya.Afi mengatur nafasnya teratur dan mencoba menghubungi Nissa agar ia tak terlalu lama menunggu."Assalamualaikum, Nissa.""Waalaikumsalam, Fi. Kamu dimana? Aku udah dari tadi sampai ini loh!""Maaf, Nis, aku terlambat datang ke situ. Aku sedang di perjalanan. Tapi di jalan aku di salip mobil dan hampir saja menabrakku. Maaf ya, aku sepuluh menit lagi sampai kok. Udah agak dekat soalnya." "Ya Allah, tapi kamu tidak apa-a
Oh, kirain ada apa sama kamu. Nanti suruh dia ke kantor kakak aja. Kakak lagi sibuk ini.""Ok, terimakasih, Kakak. Tapi jangan minta dia jadi asisten pribadi Kaka ya, dia nggak mau takut mati muda katanya," ledek Nissa di depan Afi."Nanti Kakak pikirkan, sudah ya, wassalamualaikum.""Waalaikumsalam." Sambungan terputus, Nissa terkikik geli melihat ekspresi malu Afi yang mendengar ucapannya tadi."Nggak juga bilang kayak gitu kali, Nis! Malu kan aku," ucap Afi menutupi kedua mukannya dengan tangannya."Yaelah, kayak sama siapa saja malu. Lalu gimana ceritanya bisa yakin banget minta pisah? Berani banget kamu, Fi. Saya kira kamu nggak sekuat Angel One pasukan pejuang Cinta yang kekuatannya melebihi Saras 008," cibir Nissa di iringi tawa renyahnya."Ceritanya panjang lah. Nggak penting juga di bahas, bikin naik tensi. Yang jelas intinya aku udah nggak kuat, gitu aja. Wanita kalau sudah tertekan, mana bisa diam. Kakakmu juga bilang, kalau aku lelah, lepaskan! Gitu!" imbuh Afi."Ciye … c
Rendra mencium perut besar Afi, sekarang usia kandungannya memasuki sembilan bulan."Kamu pasti lelah bnget ya, Fi! Ibu jadi ikut merasakan kehamilan kamu. Kamu harus berhati-hati, usia kehamilan sudah tinggal menunggu hari. Kalau ada sedikit rasa tak nyaman, bilang sama Rendra. Biar dia siap siaga membawa ke rumah sakit," ucap Bunda khawatir melihat perut Afi yang terlihat begah."Nggak usah Bunda bilang, Rendra selalu siap siaga 24 jam. Cuma Afi yang dibilangin suka ngeyel mau ngelakuin pekerjaan rumah, besok kita cek up ke dokter lagi. Biar tahu kondisimu setiap hari," ucap Rendra tegas."Nissa kan ada, ngapain ke dokter," sanggah Afi."Ya Mungkin Kak Rendra mau cari dokter ahli yang lain, dia nggak yakin kayaknya sama keahlian adiknya ini," sahut Nissa yang baru datang dari luar bersama Vino.Ditatapnya aneh lelaki yang bersama Nissa, membuat Vino merasa canggung."Nis, udah acara pestanya?" tanya Afi."Nggak jadi, udah nggak mood pergi ke sana. Vin, lo pulang aja gih! Kakak gue s
Sejak kehamilannya, Rendra menjadi sedikit cerewet. Afi yang hanya ingin sekedar membantu Bunda nilam memasak, ia pun melarangnya. "Bang, Afi bosan! Boleh ya, ikut Bunda bikin cake! Pengen buat yang spesial buat Abang!" ucap Afi merengek pada Rendra yang sedang sibuk memeriksa berkasnya di ruang keluarga. Biasanya ia akan bekerja di ruang kerja khusus miliknya. Namun sekarang ia menjadi overprotektif dengan Afi mengingat istrinya sedang mengandung dua buah hati sekaligus."Nggak usah bikin cake spesial. Kamu aja udah spesial untuk Abang, sini! Duduk dekat Abang," ucap Rendra sambil menepuk sofa di sebelahnya.Afi melengos dan memilih mengalah dan duduk di samping suaminya."Abang ini, nggak di mana-mana fokus kerja terus! Begitu dibilang sayang! Huft!" Afi kesal karena dari tadi suaminya tak melihatnya dan masih sibuk dengan laptop dan kertas yang ada di depannya. Rendra melirik Afi yang membuang mukanya jengkel, dan Rendra memilih menyingkirkan semua pekerjaannya dan mencium pipi is
Afi menatap Rendra dengan binar bahagia, begitu juga Rendra. Afi diperiksa dokter Elsa lewat monitoring USG di perutnya. Tampak jelas di sana gumpalan yang masih sangat kecil."Wah, janinnya ada dua. Kemungkinan kembar, Bu!" Rendra yang di samping Afi mendampingi dan melihat gambar anaknya tersenyum bahagia. Dia mencium kening Afi tanpa malu di depan dokter Elsa."Bang!" Afi melirik Dokter Elsa yang tampak senang dengan perlakuan Rendra padanya yang sangat manis.Setelah USG kelihatan, dokter menganalisis umur dan juga jadwal persalinan untuk Afi."Kandungan Bu Nafisah memasuki minggu ke enam. Dan kondisi kehamilan sangat rentan untuk banyak beraktivitas berat. Sebaiknya, Ibu istirahat dan mengurangi aktivitas agar tak terlalu lelah. Apa Ibu mengalami gejala ngidam?" tanya Dokter Elsa."Nggak Dok, sepertinya suami saya yang nyidam. Dia kalau pagi suka pusing, dan sekarang lebih menyukai di dekat saya. Seperti ini!" Afi menunjuk suaminya, dan Rendra mendelik kesal."Hahaha, kalian lu
"Fi, Abang lapar! Kita cari makanan yuk!" ucap Rendra saat sedang berbaring di kasur dengan Afi."Malam-malam pengen makan? Abang nggak salah? Apa Afi masak lagi aja di dapur?" Afi memandang jam di dinding, padahal sekarang pukul sepuluh malam. Tetapi suaminya ingin makan di luar. "Nggak usah masak, Abang pengennya makan di luar bareng kamu." Pernikahan Afi dan Rendra sudah berjalan hampir lima bulan, dan akhir-akhir ini Rendra memang kelihatan aneh. Dia yang biasanya dingin, berubah sangat manja dan suka sekali mencium rambut Afi yang baru saja keramas."Besok saja ya, Bang!" bujuk Afi.Dengan wajah kecewanya, Rendra menekuk wajahnya dan berbalik memunggungi Afi. Afi yang melihat tingkah lucu suaminya, mencubit pipinya pelan."Abang kayak wanita lagi datang bulan, suka ngambek. Dan keinginan Abang yang aneh seperti wanita ngidam. Apa mungkin Abang ngidam?" ucap Afi terkikik geli.Rendra kembali berbalik badan menghadap Afi. "Kamu terakhir datang bulan kapan?" tanya Rendra serius.
Pipi Afi merona karena malu, ia menghabiskan malam ini dengan pesta dansa yang amat membuat malam begitu indah."Dan kamu, harus membayar mahal nanti malam dengan ku, Sayang!" Rendra membisikan kalimat yang membuat Afi begitu merinding. Rendra, lelaki normal yang sedang di mabuk asmara. Gelora cintanya pada Afi, membuat ia semangat sekali untuk menggoda Afi dan membuatnya salah tingkah.Afi kaget ketika melihat Nissa dan juga Yuna dengan seorang lelaki dan mereka juga ikut berdansa. "Mereka memaksa minta ikut, katanya ingin menikmati suasana Bali yang indah. Namun, jangan khawatir. Mereka tak akan menginap di resort ini, mereka akan menginap di hotel keluarga Dirgantara. Jadi, kita nggak ada yang bisa ganggu!" goda Rendra membuat pipi Afi kembali bersemu merah. Ternyata ia tahu, jika dirinya kaget melihat kehadiran Nissa dan Yuna.*Malam ini, dansa dan pesta kembang api digelar. Di luar resort, semua tamu menikmati indahnya bintang dan juga kembang api yang meriah. Banyak kekaguman
Malam ini Rendra mengajak Afi berbulan madu ke Bali. Rendra menutup mata istrinya dengan kain penutup agar ia sukses dalam memberikan kejutan. Afi dan Rendra sampai di Bali, tepatnya resort Stary angel milik istrinya."Apa sih, Bang? Afi penasaran banget!"Rendra mengajak Afi berjalan dan berhenti tepat di depan Resort. Semua orang yang diperintahkan Rendra sudah siap dengan tugas masing-masing. Mereka sampai di resort malam hari, membuat suasana begitu sangat romantis.Rendra memberikan aba-aba pada semua orang dan ia membuka penutup mata Afi perlahan."Sudah boleh buka mata?" tanya Afi. "Sudah! Dan lihatlah, Sayang!" Afi membuka matanya dan terkejut dengan surprise yang di buat suaminya. Karpet permadani merah dan juga bunga mawar putih kesukaannya, berjejer rapi di setiap pinggir jalan menuju pintu masuk resort. Beberapa orang yang tampak berseragam melebarkan senyum dan menunduk hormat."Suka?" tanya Rendra."Suka banget! Makasih, Bang!" jawab Afi tersenyum riang."Ini belum seb
"Kenapa melihat Abang seperti itu? Abang memang tampan," ucapnya percaya diri."Tampan tapi mes*um!" ucapku asal. Kami keluar kamar hotel dan mengetuk pintu kamar Nissa. Ia juga telah siap dari tadi. "Cie, pengantin baru. Seger amat! Habis berapa ronde tadi malam?" goda Nissa membuatku sedikit malu."Dek, kamu jadi ikut pulang nggak! Cepat! Abang tunggu di bawah," ucap Bang Rendra dingin."Yuna mana, Niss?" tanyaku karena tak melihat Yuna."Dia di jemput sama cowoknya tadi," ucapnya."Kamu nggak dijemput cowokmu?" ledekku membuat ia mencebikkan bibirnya."Ya iya, yang sudah laku. Sombong amat!" sahutnya dengan nada kesal.Aku, Nissa, dan Bang Rendra pulang ke rumah Bunda. Kami akan berkumpul bersama keluarga besar."Di sana nanti ada Haris juga, Bang?" tanyaku melirik Nissa. Ia tampak tak suka ketika aku menyebut nama Haris. Aku tahu, Nissa masih marah dengan Haris dan Nissa bukan wanita yang mudah memaafkan sepertiku."Mungkin. Tapi kalau dia sadar diri, seharusnya nggak usah datan
Pov Afi"Pagi, Sayang!" ucap lelaki di sampingku yang sah bergelar menjadi suami. Rendra mencium pipiku dan mengusap rambutku perlahan. Aku yang baru tidur diperlakukan suamiku dengan hangat membuat hatiku berbunga-bunga."Bang! Jam berapa ini? Aku kesiangan ya?" ucapku mengucek mataku mengedarkan pandangan ke dinding. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi."Nggak, Sayang! Tapi kalau kamu mau nambah lagi, kita kesiangan!" godanya. Senyum genitnya membuatku mencubit lengannya. Suamiku hanya terkekeh pelan. Senyum yang jarang ia tampakkan pada semua orang, kini bahkan sangat mudah aku dapatkan.Aku melemaskan ototku, semalam bahkan Bang Rendra sangat membuatku kelelahan. "Mandi dulu, Sayang! Atau mau Abang mandikan?" ucap Bang Rendra menaik turunkan alisnya. Genit! Aku hendak berdiri dan pergi ke kamar mandi tapi Bang Rendra malah mengangkat tubuhku hingga aku kaget."Bang! Aku bisa mandi sendiri!" ucapku meminta turun. Namun, bang Rendra hanya tersenyum dan meletakkanku di bathub ya
Sholat jamaah selesai, Afi mendekati Rendra dan meminta salim padanya lalu mencium punggung tangan suaminya . Rendra sangat senang dengan status barunya kini sebagai suami. Rendra mencium pucuk kepala Afi sambil melafadzkan doa."Allohuma innii as aluka khayraha wa khayra wa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzibika min syarriha wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi.Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami. Turunkanlah rasa cinta di hati kami berdua. Cinta yang senantiasa menambah kecintaan kami kepada-Mu.""Aamiin." Setelah melafalkan doa dan mencium kening Afi, Rendra kini duduk bersila menghadap sang istri. Dipandanginya wajah cantik nan sholeh yang kini sudah sah menjadi istrinya ini. Afi yang merasa malu dipandang suaminya, memilih melepas mukena dan melipatnya."Udah Bang, lihatinya!" ucap Afi salah tingkah. Ia hendak berdiri untuk menaruh mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari. Rendra masih menatap Afi, membuat Afi memilih tiduran di ranjangnya.Rendra berdiri dan