Share

Bab 67

Penulis: Safiiaa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-18 15:12:58

Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 67

"Maafkan Yusuf, Al. Kasihan dia langsung mengurung diri setelah sampai di rumah! Tolong jangan begini!" Ibu langsung berucap saat aku berhasil membuka pintu.

"Maaf, Bu. Mas Yusuf sudah menyakiti saya. Saya tak bisa menerimanya kembali."

"Orang laki-laki melakukan kesalahan ya lumrah, harusnya masih ada kesempatan kedua. Jangan sombong kamu!"

"Saya tidak sombong, Bu!"

"Apa namanya kalau bukan sombong? Suami melakukan kesalahan baru sekali, tapi sudah kamu usir dari rumahnya! Ini juga rumah Yusuf!"

Aku kaget dengan ucapan Ibu mertua. Ibu menarik tanganku ketika aku hendak menjawab ucapan mertuaku. Ia menggelangkan kepalanya.

"Nggak usah dibalas, ngga ada untungnya balas omongan orang yang lagi emosi," bisik Ibu di telingaku.

"Jangan sombong kamu! Yusuf juga punya hak di rumah ini. Jangan main asal usir aja!" Lagi ibu mertua berucap.

Ada Ratih yang tengah duduk di kursi teras. Ia hanya diam menunduk.

"Bu, kalau memang punya hak jangan khawatir nanti
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Adriana Lim
mohon lanjut Thor... bagus bgt ceritanya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 68

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 68Sebuah tangan kekar bersamaan dengan tanganku yang hendak mengambil kunci mobil yang jatuh. Saat tangan kami sudah menyentuh kunci yang tergeletak di bawah, pandangan mata kami beradu. Seketika aku menarik tanganku agar tak lagi disentuhnya. "Mas Yusuf?" pekikku. Aku lalu bangkit, kembali meluruskan punggung yang semula membungkuk karena hendak mengambil kunci. Mas Yusuf meraih kunci itu dengan cepat. Lalu ia meraih kursi yang berada di depanku dan duduk di atasnya. Tangan kekarnya meraih tanganku cepat. Aku pun mencoba menarik kembali tanganku agar tak bersentuhan dengannya tapi sia-sia. Cengkeraman tangannya sungguh kuat, kugerak-gerakkan pun tak mampu melepaskan tanganku dari genggamannya. "Kita harus bicara, Dek!" lirihnya dengan sorot mata tajam menatap wajahku. Kubalas tatapan mata itu. Aku yang terlanjur sakit hati, tak lagi mau mendengar penjelasannya. "Buat apa? Beberapa waktu lalu Mas memintaku untuk membantunya, karena ia seorang janda

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-21
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 69

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 69"Nak," sapaku lirih pada Rumi yang tengah tengkurap di atas kasur. Ia memeluk guling erat. Aku beringsut mendekat ke atas ranjang dan kubelai rambutnya lembut. Wangi shampo menguar dalam hidungku. Segar. Dengan kasar ia menepis tanganku. Aku terhenyak. Tak menyangka jika responnya demikian kasar terhadapku. "Pergi, Ma!" bentaknya kasar. "Nak, jangan begini," lirihku. Aku tak bisa menahan air mata yang telah penuh dalam kelopak mata untuk tak mengalir. Satu kedipan saja membuat air dalam kelopak mataku bercucuran mengalir deras. "Kalau Mama masih memilih bercerai dari Ayah, lebih baik aku mati!" teriaknya lantang. Setelah berteriak Rumi kembali menangis sesenggukan. Ia makin erat mendekap guling dalam pelukannya. "Jangan begitu, Nak!" sanggahku. Aku kembali mencoba memegang tubuh putri kecilku itu. Tetapi lagi-lagi ia menepis tanganku dengan kasar. "Pergi, Ma! Ajak Ayah kembali ke sini!""Nggak semudah itu, Nak. Maafkan Mama," lirihku. "Rumi ju

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-22
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 70

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 70"Kakak pemilik toko baju ini ya?" tanya perempuan itu ramah. Sesekali pandangan gadis itu mengarah kepadaku disela-sela kesibukannya memilih baju. "Iya, saya pemilik toko baju ini." Aku tersenyum ramah. "Ada yang bisa dibantu?" sambungku. Aku merasa dia seperti ingin bicara banyak tapi ragu untuk memulai. "Em-mmm apa boleh saya mengajak Kakak ngobrol sebentar?" pintanya. Ragu ia berucap tapi ajakan itu sukses membuatku terkejut. "Maaf sebelumnya, Kakak ini siapa ya?" tanyaku pelan. Aku takut menyinggung perasaannya sebab bertanya siapa dirinya lebih dulu sebelum mengiyakan ajakannya. "Kita kemarin bertemu di sana," ujarnya menunjuk arah toilet. Ah pantas saja aku seperti tak asing melihatnya. Ini gadis yang dikenalkan Mas Azam padaku kemarin. "Ah ya, kamu calon istri Mas Azam?" tebakku."Alhamdulillah, boleh kita ngobrol sebentar, Kak?" ajaknya lagi. Sebenarnya moodku sedang tak enak tapi mungkin dengan ngobrol bersama orang baru bisa memperba

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-23
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 71

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 71Aku sedang menata baju untuk bekal Rumi menginap di rumah Ayahnya. Sebuah tas berukuran sedang sudah penuh dengan baju dan buku pelajaran Rumi. Aku tak mau anakku kekurangan apapun di sana, kehabisan baju misalnya. Satu tas rasanya masih kurang untuk membawa perlengkapan Rumi. Kuambil satu tas lagi untuk tempat baju-baju sisanya. Dengan semangat aku kembali menata baju yang masih bertumpuk di atas ranjang.Dua tas berukuran sedang yang teronggok di atas pembaringan ini membuat hatiku ngilu. Bagaimana jika ia tak lagi mau kembali bersamaku? Bagaimana jika ia memilih untuk tinggal bersama ayahnya? Bagaimana jika ia akhirnya membenciku? Ah aku tak sanggup membayangkannya. Mataku perih. "Nggak perlu segitunya, Nak," lirih Ibu saat aku termangu menatap dua wadah yang terbuat dari kain tebal itu. Ibu duduk di sebelahku di atas ranjang. "Alina nggak mau dia di sana kekurangan apapun, Bu. Setelah ini Alina juga akan mengajaknya belanja makanan kesukaanny

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 72

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 72Malam yang syahdu menambah nikmat perjumpaaanku dengan Rabbku kali ini. Hati yang benar-benar pasrah memohon petunjuknya, berusaha melepas semua beban di hati dan meminta diberikan yang terbaik sekalipun memang harus kembali dengan Mas Yusuf. Aku sudah pasrah jika memang hati ini harus legowo dengan kesalahan yang Mas Yusuf buat. Dengan linangan air mata aku meminta keteguhan hati untuk memutuskan jalan yang akan aku ambil. Sejak kemarin Mas Yusuf selalu menggangguku dengan pesan whatsappnya yang meminta untuk bertemu. Ia ingin membahas soal kelanjutan hubungan kami sebab sudah sebulan lebih waktu berlalu tetapi kami hanya saling diam. Setelah mendapat wejangan dari Ibu kemarin membuat pikiranku sedikit terbuka. Ya, memang seharusnya wanita banyak legowo untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangganya. Begitu juga denganku, tak ada salahnya mencoba memberi kesempatan kepada Mas Yusuf. Tetapi aku tak serta merta mengiyakan, aku masih harus banyak berdo

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-25
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 73

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 73Rumi mengayunkan tangannya yang sudah berada dalam genggamanku. Senyumnya tak pudar sejak roda mobil mulai melaju hingga kami berjalan menuju pintu masuk kafe. Senyum yang sebulan ini tak lagi terbit dari wajahnya yang mulai tirus. Mungkin aku juga harus berterima kasih kepada wali kelasnya karena sedikit banyak sudah membantuku berbicara dengan Rumi terkait masalah ini. Ada perubahan dalam sikapnya meskipun tak banyak. Semilir angin sore hari sukses mengibarkan kerudung instan milikku. Terpaan sejuknya menggeser sinar mentari yang semakin bergerak ke barat berganti dengan timbulnya sinar senja mega kemerahan yang indah.Suasana kafe lumayan lengang. Terlihat dari parkiran kendaraan yang tak sebegitu banyak memenuhi ruang kosong di depan bangunan klasik yang menjadi tempat janjian kami untuk bertemu. "Ma, lihat kerudungku, apa sudah rapi?" Rumi menghentikan langkahku. Ia memintaku untuk memeriksa penampilannya. Aku menurut. Kusejajarkan tinggi bad

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-27
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 74

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 74Pameran di mall telah selesai. Butik mulai buka seperti biasanya. Ketiga karyawanku mulai kembali sibuk menata baju-baju bekas pameran ke tempatnya semula. Usaha keras mereka tak kusia-siakan. Sedikit menambah nominal gaji mereka di akhir bulan rasanya tak berlebihan. Apalagi mereka bertiga berusaha dengan giat tanpa adanya aku di sana. Mereka mampu kupercaya ketika diriku sedang terpuruk dengan masalah keluarga. Hari ini, aku bertekad untuk bangkit. Sudah kuputuskan untuk tak lagi menerima Mas Yusuf sebagai pasangan hidup. Biarlah urusan Rumi bisa kujelaskan pelan-pelan. Aku yakin seiring berjalannya waktu ia pasti bisa menerima keputusan yang kuambil ini. Aku kembali ke butik setelah mengantar Rumi pulang ke tempat Ibu. Kuputuskan untuk tak lagi mencari asisten rumah tangga. Biarlah hanya Zahra yang mengerjakan semuanya. Karena aku sudah enggan dengan kehadiran orang baru dalam kehidupanku. Mobil baru saja kuparkir di halaman butik. Seorang laki

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-28
  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 75

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 75"Mbaak," rengeknya setelah berhasil duduk di kursi kosong di depanku. Ia lantas menangis tersedu-sedu tanpa memperdulikanku yang kebingungan melihat tingkahnya. Kuletakkan ponselku lalu kutatap wajahnya penuh tanda tanya. "Kamu kenapa?" Aku yang sedang bingung makin mencondongkan tubuh agar bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya saat ini. "Mas Azam, Mbak," lirihnya lagi sambil terisak. Kedua tangannya menangkup wajahnya menghalau air mata yang terus mengalir dari kelopak matanya. "Kenapa Mas Azam?" tanyaku ikut panik. Tangisnya membuatku ikut merasakan bagaimana perasaannya saat ini. "Mas Azam tiba-tiba saja memutuskan pertunangan kami, Mbak," jelasnya lirih. Suaranya hampir tak terdengar karena diiringi dengan tangisan. "Bagaimana bisa? Alasannya?" tanyaku penasaran. Sebab tak mungkin lelaki seperti Mas Azam tiba-tiba saja memutuskan hubungan tanpa sesuatu yang jelas dan besar. "Alasannya dia tak siap dengan perjodohan ini, Mbak. Menurutk

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01

Bab terbaru

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    End

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 83"Untuk apa Ayah kesini? Ayah kan sudah punya adik baru?" Rumi melanjutkan ucapannya. Matanya menatap sang ayah dengan tatapan tajam. "Nak, Ayah sayang sama Kakak. Ayah mau kita hidup bersama lagi seperti dulu. Kakak mau kan ya?" Mas Yusuf berdiri dengan semangatnya lalu berjalan mendekat ke arah Rumi. Ia mencoba memegang tangan gadis kecilku itu. Tapi Rumi segera menepisnya. "Pergi Ayah! Aku benci sama Ayah!" teriak Rumi keras. Ia lantas berlari ke dalam rumah menuju kamar tidurnya. Aku kaget melihat sikap Rumi yang sedemikian kerasnya. Sebenarnya ada apa yang membuat gadis polos itu tiba-tiba saja berani membentak Ayahnya dengan keras. Aku mengabaikan Mas Yusuf yang sedang terisak. Ini bukan masalah sepele. Aku harus mencari tahu penyebab Rumi sampai sedemikian keras menolak ayahnya. Saat kakiku hendak melangkah, Mas Azam memegang pergelangan tanganku. "Biar aku saja. Kamu urus masalahmu dengan ayahnya."Mas Yusuf melihat kedekatanku dengan Mas

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 82

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 82"Ketika kamu sakit, Bapak melihat kepedulian dari sikapnya padamu dan Rumi. Begitu perhatian, berbeda dengan Yusuf dulu." Telingaku kembali terngiang kata-kata Ibu saat bersama tadi. Benar saja, lelaki di depanku ini lebih peduli dan peka terhadap keadaan yang menimpaku. Tanpa kukabari dan kuminta kehadirannya ia sudah datang dan lebih dulu berjibaku dengan masalah yang sedang menempaku. Masihkah aku butuh bukti lagi untuk menerima cintanya padaku?Badan Mas Azam sudah basah oleh cipratan air. Kaos dalam berwarna putih yang dikenakannya sudah tak lagi berwarna putih. Baju itu sudah bercampur tanah dan kotor. Sesekali ia gunakan lengannya untuk mengusap peluh di keningnya dan membuat warna lengan kaos itu tak lagi putih. Wajahnya menyiratkan rasa cemas dan sikapnya sungguh cekatan menyelamatkan apapun yang bisa diselamatkan. Ia berlari kesana-kemari mengangkat barang-barang yang masih bisa ditolong. Hatiku berdenyut nyeri bak ditampar kenyataan yan

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 81

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 81"Aku mau pulang saja!""Rumi di sini dulu sama Tante," sergah Mas Yusuf. Ia berusaha menarik lengan Rumi tapi segera ditepis dengan kasar oleh Rumi. "Nggak mau! Rumi mau pulang saja!" Rumi memberengut. "Maaf ya, Nak. Ayah harus bantu Bundamu yang mau melahirkan," lirih Mas Yusuf. Wajahnya memelas di sisi kanan Rumi. Aku mendekat ke tubuh Rumi. Ia langsung saja memelukku saat aku berada di dekatnya. "Maafkan aku, Dek. Aini mau melahirkan, jadi aku ngga bisa fokus sama Rumi," jelasnya saat aku berusaha menenangkan Rumi yang bersedih. Aku hanya tersenyum. "Nggak apa-apa, Mas." "Anakmu aja yang manja! Orang bapaknya lagi sibuk urus istrinya mau lahiran, dianya nempel aja!" hardik Ibu Mas Yusuf tiba-tiba. Ia baru saja keluar dari ruang tamu dan turut berdiri di depan di dekat Mas Yusuf. "Bu! Jangan ikut campur!" hardik Mas Yusuf cepat. Ibu pun berjingkat kaget mendapati teriakan Mas Yusuf yang sedikit keras itu. "Kamu itu! Dibela malah Ibu dibentak

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 80

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 80"Aku harus cepat ke butik, Mas. Tapi," ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sebentar lagi jam jemput Rumi juga. Aku bingung. "Kenapa?""Harus jemput Rumi kan sebentar lagi, semoga aja perempuan itu mau nunggu. Siapa ya kira-kira?" tanyaku bingung. "Biar kamu aku antar ke butik, terus aku yang jemput Rumi. Gimana?" tawarnya seraya menatapku dalam. "Apa ngga ngerepotin Mas Azam?" sungkanku. Sejak kemarin lagi-lagi aku merepotkannya. Ini semakin membuatku tak enak hati. "Enggak lah, aku ngga repot. Kamu tenang aja." Mas Azam memanggil satu pelayan hanya dengan satu ayunan tangan dan tak butuh waktu lama pelayan datang menghampiri kami. Kami segera pergi setelah Mas Azam membayar bill yang diberikan oleh pelayan tersebut. Kali ini aku berjalan mendahului Mas Azam karena tak mau kejadian seperti tadi terulang kembali. Selama dalam perjalanan Mas Azam hanya diam saja. Tak seperti ketika berangkat yang tak henti mengajakku bicara. "Mas ngg

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 79

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 79Suasana rumah sunyi senyap. Tak ada penghuni selain aku sendiri dalam rumah. Zahra sudah berangkat ke butik satu jam yang lalu. Hanya ada aku yang sedang sibuk melihat tingkah ikan dalam kolam yang tampak lucu. Mataku sibuk mengikuti gerak ikan mengitari tiap sudut kolam. Sesekali ikan yang lebih besar itu menerobos kolong jembatan yang sengaja dipasang di tengah kolam. Dan ikan yang kecil terus saja mengikutinya. Saling mengejar satu sama lain. Meskipun sedikit adu kekuatan tapi ikan yang lainnya masih terus saja saling mengikuti. Gelombang air tercipta saat aku melempar sejumput makanan ikan dalam kolam. Langsung saja ikan-ikan itu saling berebut mendahului ikan yang lainnya agar bisa mendapatkan jatah. Seketika bibirku tersungging melihat tingkah mereka yang aktiv. Mataku nanar menikmati pemandangan di hadapanku karena mengingat kembali cerita Zahra soal masa lalunya. Sungguh aku tak ingin menjadikan Rumi sebagai korban keegoisan kedua orangtuan

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 78

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 78Aku menatap nanar plafon kamar tidur yang bercat putih. Lampu yang sudah berganti temaram tak kunjung membuat mataku memejamkan mata. Pikiranku terus kembali mengingat apa yang Ibu sampaikan tadi sore selepas Bapak menggendongku ke kamar. "Perceraian seharusnya tak membuatmu menjadi trauma. Hidup terus berlanjut. Masa depanmu masih panjang. Rumi juga masih kecil. Jangan kerdilkan pikiranmu dengan rasa trauma." Ibu menatap mataku dalam. Aku merasakan ketulusan dalam ucapannya. "Alina belum sanggup, Bu." Kepalaku menunduk, mataku nanar menatap ujung kuku yang kumainkan. "Belum sanggup bukan berarti tidak mau. Hanya saja kamu butuh waktu untuk menyembuhkan luka itu. Lihatlah bagaimana Azam menantimu hingga ia rela melepas gadis yang baru saja dijodohkan dengannya."Pikiranku kembali mengingat apa yang pernah Adelia tanyakan dulu. Juga keputusan Mas Azam untuk membatalkan pertunangannya dengan Adel setelah rumah tanggaku diterpa badai. Jadi semuanya ka

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 77

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 77Tak mau merasa kepedean aku lantas kembali bertanya untuk memastikan. "Berubah status? Status apa?" tanyaku cepat. "Iya. Dia sendiri sekarang.""Memang dulunya gimana? Jadi pacar orang lain?""Enggak. Jadi istri orang lain.""Istri?""Iya.""Janda dong?""Iya, janda.""Aku juga janda sekarang?""Iya, kamu.""Aku? Maksudnya?" tanyaku tak mengerti. "Iya kamu.""Kenapa sama aku?"Mas Azam tak lagi membalas ucapanku. Ia malah tersenyum tipis sambil memandangku sendu. Duh kesambet apa ini orang. Aku tak lagi meneruskan pertanyaanku. Kuputuskan untuk sibuk menghabiskan kue dalam tanganku saja. Namun perasaanku mendadak tak enak. Tiba-tiba aku merasa ada yang sedang mengamatiku.Kepalaku mendongak melihat apa yang dilakukan oleh manusia di sebelahku ini. Seketika mata kami beradu. Bibirnya tersungging tipis menampakkan deretan giginya yang rapi. Duh. Aku geragapan. Mendadak salah tingkah mendapati dirinya tengah memindai wajahku sedemikian rupa. "Kam

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 76

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 76Mataku nanar memandang surat yang baru saja diantar oleh pengacaraku. Tak kusangka kini aku resmi menjadi janda. Tak pernah terbersit dalam benakku aku akan menyandang status ini. Sungguh sakit melihat surat itu tertera namaku di atasnya. Air mataku sudah lelah mengalir saat mataku mulai terasa berat. Sejenak kurebahkan badanku agar kembali segar saat menjemput Rumi nanti. Perlahan mataku mulai terpejam menelan luka yang kembali terasa perih karena status resmi yang baru saja kudapatkan. Beruntungnya aku tinggal di perumahan yang tak banyak orang ikut campur atas masalah pribadi yang sedang kunikmati. Jika mereka membicarakanku dibelakangku, itu terserah mereka. Dering ponsel membuatku tersentak kaget. Segera kuraih benda yang kuletakkan di atas nakas itu. Tertera nama wali kelas Rumi dalam layar ponsel yang bergetar. "Waalaikumsalam, Bu," jawabku cepat. "Arumi belum dijemput ya, Bund? Sudah lewat setengah jam tapi dia masih nunggu di sekolah."M

  • Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!    Bab 75

    Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 75"Mbaak," rengeknya setelah berhasil duduk di kursi kosong di depanku. Ia lantas menangis tersedu-sedu tanpa memperdulikanku yang kebingungan melihat tingkahnya. Kuletakkan ponselku lalu kutatap wajahnya penuh tanda tanya. "Kamu kenapa?" Aku yang sedang bingung makin mencondongkan tubuh agar bisa melihat dengan jelas ekspresi wajahnya saat ini. "Mas Azam, Mbak," lirihnya lagi sambil terisak. Kedua tangannya menangkup wajahnya menghalau air mata yang terus mengalir dari kelopak matanya. "Kenapa Mas Azam?" tanyaku ikut panik. Tangisnya membuatku ikut merasakan bagaimana perasaannya saat ini. "Mas Azam tiba-tiba saja memutuskan pertunangan kami, Mbak," jelasnya lirih. Suaranya hampir tak terdengar karena diiringi dengan tangisan. "Bagaimana bisa? Alasannya?" tanyaku penasaran. Sebab tak mungkin lelaki seperti Mas Azam tiba-tiba saja memutuskan hubungan tanpa sesuatu yang jelas dan besar. "Alasannya dia tak siap dengan perjodohan ini, Mbak. Menurutk

DMCA.com Protection Status