Happy reading***Ini hari Minggu dan pria yang tengah berkutat pada layar laptopnya itu sama sekali tidak peduli jika sekarang hari libur. Bukan hanya dari pagi hari, sudah dari pukul dua pagi Daffin sudah duduk pada kursi kerja pada ruang kerjanya. Pria ini terlihat sibuk sekali dengan begitu banyak pekerjaan yang menumpuk, terlihat dari file-file yang ada pada laptopnya.“Hah…” mengembuskan napas berat, kepala Daffin seperti sudah ditindih beton saking lelahnya. Bayangkan saja, kemarin selama seharian penuh dia full di kantor, dan dengan niat menyiksa diri Daffin membawa pekerjaan kantor ke rumahnya.“Kenapa juga tiba-tiba banyak ekspor yang ingin dilakukan,” keluh Daffin saat menerima begitu banyak file dari negaranya.Sejenak dia terdiam, menatap layar laptop yang menampilkan begitu banyak angka dan huruf. Menyandarkan punggung pada sandaran kursi, Daffin akan istirahat sejenak, melemaskan otot-ototnya yang sudah tegang efek kerja rodi berlebihan.“Hahahaha…”Shap.Sontak kepala
Happy reading***“Yakin mau dititip di sini?” tanya Daffin pada istrinya yang mengangguk seratus persen yakin.“Kenapa tidak dibiarkan di rumah saja?”“Ih kamu bawel deh, diam ya,” paksa Aluna agar sang suami menutup mulut.Mengembuskan napas pelan, Daffin merolingkan kedua mata malas. Malam-malam istrinya mengajak ke rumah Adnan, katanya ingin menitipkan anak kesayangan supaya ada yang mengurus selama mereka bulan madu.“Kamu sudah bilang ke Alisia atau Adnan jika kita akan ke rumah mereka untuk menitip Maru?” lagi Daffin bertanya, menatanya menuju anjing shiba inu yang ada di gendongan sang istri.“Belum sih, tapi aku yakin mereka pasti mau menjaga Maru, iyakan sayang?”“Guk!” langsung dibalas Maru dengan suara menggonggongnya.“Tuhkan Maru aja setuju sama aku,” pede Aluna menatap Daffin senyum girang.“Terserah kamu saja,” balas Daffin malas.Mereka sekarang sudah berdiri di depan gerbang rumah Adnan. Sebenarnya Daffin merasa tidak enak pada kakak iparnya itu karena ulah istrinya
Happy reading***“Daffin bangun!!”Pekikan Aluna menjadi suara pertama di pagi-pagi buta, perempuan itu sudah rapi dengan celana jeans hitam dan baju kaos putih. Berkacak pinggang di depan Daffin yang masih tertidur lelap.“Katanya pesawatnya berangkat jam setengah tujuh pagi, ini sudah jam lima,” omel Aluna sambil menatap jam dinding kamar mereka.Kalau ditanya apakah persiapan mereka sudah siap, Aluna akan mengangguk. Dia sudah bangun sejak jam tiga, menyiapkan semua keperluan yang sekiranya mereka butuhkan. Aluna tidak terlalu membawa banyak barang karena kata Daffin mereka bisa membeli di tempat mereka bulan madu. Suaminya itu tidak mau repot membawa banyak koper saat bepergian.“Daffin!” pekik Aluna lagi sambil menggoyangkan tubuh sang suami.Sudah banyak cara Aluna gunakan untuk membangunkan Daffin, tapi suaminya itu memang kebo kalau tidur. Ya sebenarnya gak kebo juga sih, semalam Daffin lagi-lagi lembur dan tidur jam tiga saat Aluna bangun.“Astaga suami bangun!! Ih kebo bang
Happy reading***“Oh gossh punggungku.”Aluna langsung melakukan peregangan setelah keluar dari dalam pesawat, sekarang dia tengah berdiri di ruang kedatangan. Mengikuti Daffin berjalan sambil mendorong troli berisi koper mereka.“Sumpah deh, remuk banget,” adu Aluna pada Daffin yang justru terlihat santai berjalan tanpa ada beban.“Lebay deh kamu, aku biasa aja tuh,” sahut Daffin dengan gelengan kepala.“Lagi pula saat di pesawat aku sudah minta kamu tidur supaya tidak capek, malah gak mau.” Daffin menampilkan wajah datar pada istrinya, sia-sia dia membeli tiket pesawat first class. Mencari kenyamanan agar istrinya tidak rewel, justru Aluna malah tidak bisa diam saking mereka merasakan privasi.“Ya kan gak mungkin aku mau tidur seharian full, nonton drama sudah pasti,” sahut Aluna dengan cengirannya. Iya, Daffin penuh merasakan keributan Aluna karena istrinya itu heboh saat menonton drama. Bahkan sampai ikut menangis kencang saat ada adegan tragis.“Dasar kamu.” Geleng-geleng kepala
Happy reading***Bibir Aluna cemberut melihat suaminya yang sudah satu jam lebih tidur pulas. Tadi saat di bandara Aluna masih ingat jelas Daffin mengatakan kalau dia sama sekali tidak merasakan lelah.“Cih! Baru saja sampai hotel langsung tepar,” cibir Aluna dengan gelengan kepala.Melangkah mendekati ranjang, Aluna berdiri di samping Daffin dengan kedua tangan pada pinggang. Dia sudah sangat semangat ingin memandu Daffin berjalan-jalan di kota kelahirannya, justru sekarang harus kesal karena semangatnya dibuat hilang.“Punya suami suka banget deh php.” Aluna membungkukkan tubuh, mendekatkan wajah kehadapan wajah sang suami.“Kebo banget ya kamu,” bisik Aluna tepat di depan bibir Daffin.Cup.“Aku lelah,” serak Daffin membalas setelah mencuri cium bibir istrinya.“Udah bangun?”Bugh.Aluna mendudukkan diri di samping Daffin yang masih enggan membuka kedua mata. Membawa telapak tangan kanan ke atas wajah Daffin, mengelus pelan memberikan sentuhan. Aluna memperhatikan gerakan bola mat
Happy reading***“Disini?”Daffin menatap sekitar tempatnya berdiri, ada begitu banyak orang berlalu Lalang entah itu untuk berfoto, sekedar duduk, bahkan ada yang camping. Tempat yang dikelilingi oleh bangun tua dengan taman yang sangat luas menjadi pilihan pertama Aluna mengajak Daffin pada hari kedua mereka di Luxembourg.“Iya, baguskan kastilnya. Dulu aku sering banget tahu main ke sini kalau lagi suntuk,” cerita Aluna. menatap bangun besar di depannya. Masih sangat megah dan mewah walau sudah dibangun ratusan tahun.“Cantik, terlihat ciri khas bangun kuno dari luarnya,” pendapat Daffin saat ikut melihat kastil di depannya. Tidak Daffin pungkiri, memang bangunan di depannya itu sangat bagus dari segi penataan dan rancangannya.Mereka sekarang ada di daerah Vianden City, terletak di timur laut Luxembourg. Kota ini memanjang di sepanjang perbatasan dengan Jerman. Maybe jaraknya kurang atau lebih dari lima puluh kilometer dari pusat kota Luxembourg.“Dari yang aku dengar kastil ini
Happy reading *** Sudah setengah hari Aluna dan Daffin menghabiskan waktunya dengan jalan-jalan mengengelilingi kota Luxembourg. Mereka baru hanya mendatangi Katil Vianden, selebihnya hanya berjalan-jalan biasa menyusuri pinggiran kota dengan jalan kaki. Sesekali berhenti untuk menikmati jajanan khas Luxembourg yang berada di kedai pinggir jalan. “Kayaknya aku gak bakal makan siang deh,” celetuk Aluna sambil menjilati ice cream vanilla milik Daffin. “Kamu sudah makan dua roti, dua tacos, dan sekarang ice cream aku juga hampir habis kamu ambil,” sahut Daffin disertai sindiran. Ya bagaimana tidak, sedari tadi makanan Daffin selalu di embat Aluna. Tanpa rasa bersalah Aluna membiarkan suaminya hanya menyicip sedikit dari jajanan yang mereka beli setelahnya dirampas begitu saja. Lagi mode rakus makanya Aluna jadi seperti itu. “Semua punya kamu enak sih hehehe,” cengir Aluna seraya meminta maaf lewat tatapan. Daffin mengembuskan napas pelan, dia tidak keberatan Aluna mau makan sebanya
Oya guys, bab 92 udah author revisi. Mungkin bisa terupload diapp hari senin, jadi bersabar ya :)Happy reading***Tuk!Tap.Tuk!Itu saja yang Aluna lakukan sedari tadi. Menendang batu kecil yang berada di depannya dengan wajah tertekuk cemberut. Sudah persis wajah Aluna seperti jalan di samping kirinya.“Diami saja aku terus,” bisik Aluna mendunga menatap punggung Daffin.“Memang suami jahat!” hardik Aluna dengan suara kecil, takut Daffin yang di depannya mendengar.Kalian tahu apa masalahnya? Kalau kalian sudah baca bab sebelumnya pasti paham tanpa perlu dijelaskan.“Hah… hanya perkara makanan jadi salah sampai keujung-ujung.” Aluna terus saja menggerutu.Ya bagaimana dia tidak menggerutu, itu suaminya tidak ada rasa kasihan sama sekali. Dengan tanpa perasaan Daffin selesai makan langsung keluar restoran, seolah melupakan kalau Aluna ada. Kalian tahu, sekarang mereka berjalan seperti orang saling tidak mengenal. Daffin sibuk memfoto sana sini dan Aluna sibuk menggerutu.“Hebat sek
Happy reading***“Saya berterima kasih kepada seluruh tamu undangan, para investor yang telah menyempatkan diri hadir pada acara 12 tahun Royal Group.” Daffin berdiri di atas podium dalam acara ulang tahun perusahaan yang dirinya dan sang Papa rintis.Selesai dengan masa jabatan sebagai duta besar, Daffin benar-benar terjun dalam dunia bisnis dan mengambil alih perusahaan atas permintaan sang Papa. Ada begitu banyak kemajuan yang terjadi selama Daffin menjabat sebagai CEO Royal Group. Satu-persatu investor mulai mendekat dan mengajak kerja sama yang membuat Royal Group melebarkan sayap kesegala bidang. Malam ini sebagai pembuktian, Daffin yang berdiri dengan Aluna dan kedua buah hatinya dihadapan begitu banyak tamu undangan memaparkan keuntungan Royal Group selama satu tahun terakhir.“Tidak etis rasanya jika saya tidak membiarkan dewan direksi sekaligus pemegang saham terbesar di Royal Group hanya diam tanpa memberikan sambutan,” ucap Daffin, menoleh menatap Aluna yang masih terseny
Happy reading***“Sayang!”Daffin melambaikan tangan saat dirinya melihat Aluna celingak-celinguk menatap seisi ballroom. Jelas teriakan Daffin yang cukup menggelegar itu membuat banyak pasang mata menatap ke arah Aluna dan Alisia yang tengah berjalan menghampiri suami masing-masing.“Halo anak Papa.” Adnan langsung membawa Haresh ke dalam gendongannya.“Ini acara apa sebenarnya?” tanya Alisia yang masih belum tahu dirinya tengah menghadiri acara apa. “Teman kamu yang mana yang mengundang? Aku kenal mereka? Atau mereka kenal aku tidak?” cecar Alisia membuat suaminya terkekeh.“Bukan acara teman aku,” jawab Adnan, melirik Daffin yang tengah merapikan rambut Aluna. “Tapi acara kita,” lanjutnya.“Ha?” Aluna menatap kakaknya. “Kita?” Jujur Aluna semakin tidak mengerti dengan maksud acara kita.Baru saja Aluna ingin membuka mulut ada sep
Happy reading***Aluna sudah kelimpungan mengurus Ara dan Haresh, belum lagi Aziel yang sedari tadi terus merengek. Pagi-pagi kepalanya sudah dibuat pecah, mana Ara susah sekali diatur sejak Haresh datang. Kedua bocah itu hobi sekali berlari-lari membuat Aluna kewalahan untuk memasangkan pakaian.“Sini biar Aziel sama kakak.” Alisia muncul dengan gaun biru dongker miliknya.Mengembuskan napas lega, Aluna menganggukkan kepala lantas berjalan keluar kamar mencari Ara yang belum dikuncir rambutnya. Pagi ini mereka membagi tugas, tapi karena Gail tiba-tiba demam membuat Alisia haru benar-benar mengurus anaknya, jadilah Haresh Aluna yang mengurus.Aluna ingin menyumpah rasanya, tadi Daffin dan Adnan meminta mereka semua berdandan dengan rapi dan akan dijemput pukul sepuluh yang artinya tiga puluh menit lagi. Tidak ada penjelasan Daffin dan Adnan pergi begitu saja, menyerahkan tugas mengurus dan menyiapkan anak-anak pada istri masing-masing.
Happy reading***Daffin menahan tawanya saat menatap Aziel berjalan dengan sempoyongan. Bayi yang baru saja menginjak umur dua tahun itu tengah berjalan menghampiri Aluna yang tengah menguncir rambut Ara. Tersenyum lucu menatap putranya yang berjalan tertatih dengan menjaga keseimbangan tubuh. Jujur saja melihat Aziel yang pantatnya masih dilapisi popok dengan langkah sempoyongan membuat perut Daffin tergelitik.“Buahahahahaha…”Tawa Daffin tidak bisa ditahan lagi saat Aziel jatuh terduduk kala kakinya gagal menjaga keseimbangan tubuh. Anak laki-laki itu yang tahu tengah ditertawai langsung menangis kencang.“Hahaha…” bukannya berhenti tertawa Daffin malah menjadi-jadi, terpingkal-pingkal dengan melihat wajah memerah Aziel dengan air mata membanjiri wajah.“Daffin!” Aluna menatap tajam suaminya.“Haha… iya-iya.” Daffin mengangkat tangan, lekas bangun dari duduknya m
Happy reading***Semuanya mengerubungi si tampan yang berada pada ranjang khusus bayi. Anak laki-laki Daffin dan Aluna telah lahir dengan berat normal dan kondisi sehat. Alisia bahkan menangis saat dirinya yang diizinkan menggendong bayi Aluna pertama kali karena Daffin masih dalam kondisi bergetar setelah menemani Aluna melahirkan.“Lihat sayang, adiknya tampan sekali,” tunjuk Lisa yang tengah menggendong Ara. “Mirip banget sama Papa,” lanjutnya dengan senyum mengembang. Kepala Lisa mendunga menatap ke arah Aluna yang tengah istirahat karena tenaganya habis terkuras. Senyum bangga Lisa berikan pada Aluna walau kakaknya itu tidak melihat, Lisa bahagia kakaknya telah melewati rasa sakit saat melahirkan.“Mirip Ara ya adik kecilnya,” girang Ara melihat adiknya yang masih memejamkan mata.“Ih mirip tante tahu, tidak ada tuh mirip Ara sama sekali.” Salina menggelengkan kepala, waktunya menggoda Ara akhir
Happy reading***Alisia menggandeng Haresh dengan langkah terburu-buru melewati lorong rumah sakit, dibelakangnya ada Adnan dengan wajah panik. Suami Alisia itu sibuk menghubungi nomor telpon Daffin sejak sampai di rumah sakit. Sialnya, Daffin justru tidak mengangkat satu pun panggilan darinya.“Anak ini kemana sebenarnya,” gerutu Adnan, sudah ada puluhan panggilan hanya untuk Daffin saja tapi tak satu pun diangkat.“Gimana? Daffin ada angkat telpon?” tanya Alisia saat mereka sudah berada di depan salah satu ruangan VVIP rumah sakit.Adnan menggelengkan kepala. “Buru-buru diangkat, operator yang jawab terus,” ujarnya dengan napas berembus kasar. “Kita masuk saja dulu,” pinta Adnan. Menarik gagang pintu dan mendorong pelan.Pertama kali yang terlihat adalah Aluna yang meringis di atas ranjang rumah sakit, disamping Aluna ada kedua orang tua Daffin yang sudah terbang dari Australia ke Canada sej
Happy reading***Daffin dan Adnan berjalan masuk ke dalam kediaman baru milik Daffin dan Aluna. Semenjak masa jabatan Daffin sebagai duta besar berakhir, dia beserta semua keluarganya pindah dari kondominium, membeli rumah yang jaraknya cukup jauh dari rumah awal mereka. Walau tidak sebesar kondominium tapi rumah yang dibeli Daffin bisa dibilang cukup besar karena memiliki fasilitas yang lengkap. Rumah yang Daffin dan keluarganya tinggali sekarang adalah hasil dari bantuan dari Adnan yang mencarikan mereka rumah.“Aku suka rumah ini,” ujar Adnan saat melihat kolam renang yang mereka lewati untuk sampai ke ruang keluarga. “Untung saja kemarin kamu mau membeli rumah ini, jika tidak aku yang ambil,” canda Adnan yang dibalas kekehan oleh Daffin.“Terima kasih yang ke seratus kali,” ucap Daffin mengingat dia dan Aluna berterima kasih berkali-kali pada Adnan yang membantu mereka mencari rumah, dan mendapat harga diskon karen
Happy reading***Tepat seperti judul untuk bab ini, jam tujuh pagi Aluna dan Alisia tengah menikmati usapan lembut angin yang menerpa kulit mereka. Jalan-jalan pagi sekitaran komplek mereka memang menyenangkan, tak lupa juga dengan Haresh dan Ara yang menemani. Agenda mereka hari ini adalah piknik di taman komplek, hanya mereka berempat karena Daffin dan Adnan tengah keluar karena ada urusan bisnis.“Kandungan kamu gimana? Sehat kan?” Alisia mengusap perut Aluna yang sudah membuncit memasuki umur delapan bulan.“Sejauh ini kata dokter aku dan si kecil sehat-sehat saja,” jawab Aluna. “Semoga saja tidak ada hal buruk terjadi sampai satu bulan kedepan,” harap Aluna.Selama masa kehamilannya Aluna benar-benar menjaga dirinya dengan baik. Dia sama sekali tidak pernah mengerjakan hal berat, pekerjaan rumah pun hanya mencuci piring saja, selebihnya Aluna serahkan pada ART. Aluna terus memikirkan hal positif agar tidak
Happy reading***Tatapan tajam Alisia membuat Adnan sudah seperti buruh upah yang bekerja tiada henti, sejak pagi buta Adnan seperti setrikaan bolak balik mengangkat barang. Ingin rasanya Adnan mengeluh pada istrinya, tapi Alisia malah acuh dan lebih fokus bermain dengan Haresh. Memang nasib melawan istri, tidak ada yang akan membela apalagi kata-kata Alisia.“Ini itu buat adik kamu.” Adnan sih langsung angkat tangan.“Ini mau ditaruh di mana sayang?” tanya Adnan saat mendorong tempat tidur bayi yang memiliki roda.Alisia menatap seluruh isi kamar yang kata Daffin menjadi kamar sementara anak Daffin dan Aluna. “Di mana ya?” bingung Alisia saat tidak menemukan space yang tepat.Adnan mengembuskan napas, setidaknya dia bisa istirahat sebentar selama istrinya berpikir. “Kamu sih, banyak banget belinya,” ucap Adnan. No! Dia tidak mengeluh karena pengeluaran sang istri yang diluar nalar demi membel