Aku dan Tante Ria masih di kasur setelah perjalanan panjang mengarungi lautan. Tib-tiba saja ada bunyi pesan masuk di ponselku.[Kamu dimana, Mas?] Bunyi pesan dari Cindi. Aku tak membalas pesan Cindi karena masih bersama dengan Tante Ria. Sikap Tante Ria sudah seperti biasanya lagi padaku. Tapi, dia mengajukan syarat agar aku tidak terlalu dekat dengan Cindi. Dan Tante Ria meminta agar Cindi tak lagi tinggal di apartemennya bersamaku.Salah siapa dia mendiamkanku sejak keluar dari rumah sakit. Aku tak peduli lagi dengan ocehannya. Lebih baik aku nikmati saja hidupku yang bebas sekarang ini. Lepas dari Nirmala memang ingin hidup bebas. "Kamu gak usah pulang saja. Temani aku di sini! Atau, kamu tempati saja rumah ini. Gak usah lagi berhubungan dengan Cindi," pinta Tante Ria. Aku mengangguk agar dia senang. Saat kami tengah asyik berduaan di dalam kamar, ada seseorang yang mengetuk pintu dari luar. Aku dan Tante Ria saling berpandangan. Setahuku, tak ada orang yang tahu rumah ini sel
"Sebenarnya, aku tidak bisa memiliki anak karena rahimku bermasalah. Bertahun-tahun aku sudah berusaha ikhtiar kemana-mana tapi tak kunjung berhasil. Lalu aku berpura-pura hamil di depan suamiku agar aku tidak diceraikan. Aku tidak sanggup hidup miskin," kata Tante Ria yang mulai bercerita padaku.Aku dengan seksama menyimak cerita Tante Ria. Pikiran buruk soal Raga terlintas dibenakku. Baru mendengar cerita awal Tante Ria saja aku bisa menebak arah pembicaraannya."Aku berusaha mencari bayi yang bisa kuakui sebagai anak saat tiba waktu melahirkan. Bahkan aku rela membayar berapapun. Hingga akhirnya ada yang menyerahkan bayi laki-laki padaku. Tentu saja aku senang karena aku dengan cepat bisa mendapatkan anak. Dan kamu pasti tahu siapa anak itu," sambung Tante Ria panjang lebar."Memangnya suamimu tak curiga dengan kehamilanmu? Bukankah kalian satu atap?" tanyaku penasaran. Tak mungkin jika suami Tante Ria tidak tahu kalau istrinya berbohong. "Kebetulan setelah aku memberitahu kehami
"Siapa? Cindi?" tanya Tante Ria yang langsung bisa menebaknya. Aku mengangguk."Udah ikuti aja saranku tadi. Gak usah lagi kamu urusin Cindi itu. Biar dia tau rasa gak ada yang biayai dia hidup," ucap Tante Ria gemas. Aku mengangguk lagi.Untuk mengurangi rasa kesalku, Tante Ria mengajakku berbelanja ke salah satu mall besar di kota ini. Siapa, sih, yang gak mau ditraktir belanja di mall? Aku pun langsung menyetujui ajakannya.Aku diperbolehkan memilih apa aja saja yang aku mau. Tak ada batasan bagi Tante Ria. Aku pun kalap dan berbelanja barang yang nilainya berjuta-juta."Sudah hilang, kan, keselnya?" ucap Tante Ria saat kami berjalan ke parkiran."Iya, sudah. Makasih, Tan. Tante Ria memang the best pokoknya!" pujiku agar Tante Ria semakin meng*laiku.Namun saat kami hendak membuka pintu mobil, suara laki-laki terdengar memanggil Tante Ria. Kami pun menoleh dan betapa terkejutnya kami saat melihat Raga sudah ada di sana. Apa mungkin sejak tadi Raga mengikuti kami? Sempat terjadi ad
Duniaku seakan gelap setelah tahu kalau Mas Arga yang mencuri sertifikat rumahku. Bahkan dia juga menggadaikannya ke rentenir dengan mengatasnamakanku sebagai penanggungjawab untuk membayar cicilannya.Selama ini dia saja tak cukup banyak memenuhi kebutuhanku secara layak. Aku harus banting tulang sendiri untuk menutupi semua biaya hidup sehari-hari. Sekarang beban berat ditumpahkannya padaku? Sungguh tak bertanggung jawab suamiku itu!Sepanjang malam aku tak bisa tidur. Aku bingung meminta pendapat dengan siapa. Sedangkan aku sudah tak punya orang tua dan juga sanak saudara.Di tengah kekalutanku, aku mengambil air wudhu dan menggelar sajadah. Di atas sajadah itu aku menumpahkan segala masalah yang kuhadapi. Selain itu aku juga meminta kekuatan untuk bisa melewati ujian yang kali ini ada dalam rumah tanggaku. Ya Allah ... berikanlah hamba keikhlasan hati. Teguhkanlah hamba untuk menegakkan kebenaran apapun itu resikonya. Semoga hamba selalu berada di jalan-Mu. Aamiin!Aku berdzikir
Aku pun berjalan kaki menuju rumah Pak RT yang jaraknya tak jauh dari rumahku. Hitung-hitung sekalian olahraga. Saat berjalan ke sana, aku beberapa kali berpapasan dengan para tetangga. Dan ada satu tetangga yang sejak dulu tidak suka dengan keluarga sengaja menyindirku saat aku lewat di depan rumahnya."Eh Ibu-ibu, tau gak kalau perempuan yang ditinggal suami selingkuh saat hamil itu karena dia itu tak pintar melayani suami. Mentang-mentang hamil terus dia maunya manja-manjaan aja! Habis itu minta ngidamnya macem-macem lagi. Ish amit-amit!" kata Bu Warni yang tengah duduk di teras bersama dua ibu-ibu yang lain. Matanya sedikit melirik ke arahku."Hush gak boleh bicara seperti itu, Bu! Gak baik itu," timpal satu diantara dua ibu yang lainnya."Ya emang begitu, Bu. Istrinya itu, kan, b*doh! Masa selingkuhan suaminya dikira ipar? Kalau gak b*doh apa, dong, Bu?" sambung Ibu Warni diiringi tawa yang mengejek."Mau-maunya, sih, nikah sama lelaki yang gak jelas! Begini, deh, sekarang nasibn
Aku memang bukan anak Mama Ria. Aku sudah tahu sejak lama karena aku bisa merasakannya. Sejak dulu memang Mama Ria tidak menyayangiku. Dia akan bersikap baik jika ada Papa. Dulu saat usiaku tujuh belas tahun, aku tak sengaja mendengar pembicaraan Mama Ria dengan temannya. Saat itu Mama Ria mengatakan pada temannya kalau aku ini bukan anak kandungnya.Tentu saja aku syok. Aku bahkan sempat kabur dari rumah Papa waktu ini. Tapi karena kasih sayang Papa yang benar-benar tulus padaku, aku mau kembali lagi ke rumah itu. Papa juga menceritakan semuanya padaku. Kata Papa, aku diambil dari orang yang tak mereka kenal. Mereka bahkan tak tahu orang tua kandungku.Karena tak ada petunjuk apapun untuk mencari orang tua kandungku, aku memutuskan untuk berbakti kepada Papa dan Mama Ria. Walaupun sikap Mama Ria masih sama padaku. Papa selalu berpesan padaku untuk tetap sabar menghadapi Mama Ria. Beliau yakin kalau suatu saat nanti Mama Ria bisa berubah baik dan sayang padaku. Dunia hancur ketika P
Aku mengikuti mobil yang dinaiki Mama Ria hingga sampai ke mall. Aku menunggu mereka selama berjam-jam di parkiran. Hingga dapat kulihat jelas wajah laki-laki yang bersama dengan Mama Ria.Dia, kan, suami Nirmala?! Astagfirullahal'adzim! Aku tak menyangka ternyata dia yang selama bersama Mama."Mama!" seruku saat mereka hendak masuk dalam mobil.Mereka berdua terkejut melihatku yang sudah ada di sana. Beberapa detik mereka saling berpandangan. Kemudian menatapku lagi. Aku menghampiri Mama Ria dan mengajaknya sedikit dari tempat Raga berdiri."Kenapa Mama bersama dengan laki-laki itu? Apa Mama tahu kalau dia suami orang?" Aku melirik suami Nirmala yang menatapku dengan pandangan tidak suka."Itu bukan urusanmu!" jawab Mama yang tak mau menatapku lama-lama."Tapi, Ma ..." Belum sempat aku selesai bicara, Mama mengajak suami Nirmala pergi dari sana.Mobil yang dikendarai Mama melesat dengan kencang. Aku pun tak kuasa untuk mengejarnya lagi. Hanya berselang dua puluh menit, aku mendapat k
Arga yang sudah siuman kebingungan mencari keberadaan Tante Ria. Dia bertanya pada suster yang saat ini tengah memeriksa kondisinya."Sus, perempuan yang bersama dengan saya bagaimana keadaannya, ya?" tanya Arga sambil meringis menahan sakit pada kakinya."Oh ibu-ibu yang bersama, Mas, ya?" Aku mengangguk saat ditanya suster itu."Saat ini sedang dilakukan operasi besar karena benturan keras di kepalanya, Mas," jawab suster itu.Saat menabrak pembatas jalan, airbag milik Tante Ria tidak terbuka sempurna. Dan karena hal itulah Tante Ria mengalami luka dalam yang cukup parah."Apa?! Boleh saya ke sana, Sus?" Arga ingin menemani Tante Ria.Suster itu dengan telaten membantu Arga ke kursi roda. Lalu dia mendorong Arga sampai ke ruang operasi. Namun, belum juga sampai di depan ruang operasi Arga meminta suster itu untuk berhenti."Berhenti, Sus!" seru Arga. Kursi roda Arga seketika berhenti. "Kenapa, Mas?" tanya suster itu."Sampai di sini saja, Sus. Terima kasih!" ucap Arga. Arga memint