"Ayo mbak saya antarkan," ucap mbak Susi yang sudah menungguku di depan pintu keluar. Aku memang tidak berniat membawa mobil yang biasa aku pakai, itu bukan mobilku. Tapi milik mertuamu."Kita bisa naik motor," ucapnya lagi. "Mbak Susi ... Tolong bantu aku," terdengar teriakan Zahra dari dalam rumah. "Nggak apa-apa mbak, saya bisa jalan kaki. Tempatnya juga tidak terlalu jauh kan, nanti kalau mas Damar tanya bilang saja ya. Aku akan menelpon dia juga." Aku berpesan pada wanita yang sehari-hari bersamaku itu sebelum aku pergi. Wanita itu membalas dengan anggukan dan segera masuk kedalam rumah karena Zahra terus berteriak memanggil namanya. Aku berjalan menuju kompleks perumahan yang biasa di tempati Zahra sambil menyeret koper dan membawa pot bunga. Orang-orang yang melihat dan mengenaliku menyapaku dengan heran, aku hanya membalas sapaan mereka dengan senyuman dan mengatakan jika aku akan pindah rumah. Aku terus mengayun langkahku menuju rumah baru, aku benar-benar di usir oleh
Hatiku berdenyut nyeri, sambil menatap kearah layar pipih di tanganku yang sudah berubah gelap. Tidak terasa bulir bening lolos begitu saja dari netraku. Ada kesedihan yang tidak bisa aku gambaran. Apa Zahra sudah benar-benar mengambil hati suamiku.Aku menatap kearah pohon Anggrek yang semakin lebat berbunga.Aku mendekati bunga tersebut dan menyentuhnya. "Katanya kamu membawa keharmonisan rumah tangga dengan mengisi ruang dengan ketenangan, kejernihan, kepolosan serta kedamaian. Kenapa aku tidak mendapatkannya sama sekali," ucapku pelan sambil mengelus-elus bunga itu.Petir mulai terdengar menyambar, tapi aku tidak peduli. Aku tidak berniat untuk masuk ke dalam rumah sama sekali. "Ya, kamu hanya sebuah bunga yang hanya menghadirkan keindahan untuk mata," ujarku lagi. .Hujan rintik-rintik mulai turun membasah bumi, lama-kelamaan terus bertambah deras. Sederas air mataku yang menetes menganak sungai di pipiku. Aku menadahkan tanganku untuk mengumpulkan tetesan air hujan tersebut
" Mana suamiku!" tanya Zahra ketus. "Dia suamiku juga, Zahra," ucapku setenang mungkin. "Suruh dia pulang ke rumah ibu, jangan biarkan dia di rumah ini. Atau kalau tidak aku akan membuka lagi keburukanmu di group alumni," ancamnya.Zahra selalu saja memgancamku dengan hal itu, dulu saat dia memintaku untuk membujuk mas Damar menikah dengannya pun dia mengancam diriku dengan hal itu. "Kamu sudah berjanji tidak akan melakukannya jika kamu menikah dengan mas Damar, Zahra!""Sekarang aku tidak berjanji lagi, kecuali kamu menolak mas Damar tinggal disini! Kamu memang membuatnya menikah denganku, tapi kamu tidak pernah membiarkan dirinya bersamaku!""Zahra! bisa-bisanya kamu bilang seperti itu. Selama ini kamulah yang lebih banyak bersama mas Damar. Kamu sudah mendapatkan apa yang dulu aku miliki, suami, ibu mertua, bahkan rumah nyaman yang dulu menerimaku dengan hangat itu kini juga sudah menjadi milikmu. Aku sudah banyak mengalah padamu, tapi kamu masih saja bilang seperti itu!" Aku
"Apa kamu akan memandang rendah padaku juga, Ziva?" tanyaku sambil menatap layar pipih itu. Aku ingin melihat wajah sahabatku itu saat dia menjawab pertanyaanku. "Apa karena itu kamu membiarkan mas Damar menikah dengan Alesha? apa karena itu juga kamu pernah menghilang tanpa jejak selama berbulan-bulan dulu itu?" Bukannya menjawab pertanyaanku. Ziva malah balik bertanya. Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaan Ziva. "Kamu bercerita pada Alesha tentang semuanya?" tanya Ziva lagi."Iya, aku bercerita padanya untuk meminta pendapatnya apakah aku harus jujur pada mas Damar atau tidak. Setelah aku hidup bersama mas Damar, aku merasa bersalah dan menyesal atas apa yang aku lakukan. Aku mulai mencintainya dan tidak ingin menipunya seumur hidupku. Jadi aku meminta pendapat dari Alesha, dia mengatakan agar aku jujur pada mas Damar. Lalu setelah itu mas Damar pergi dari rumah, papa juga mengusirku sehingga selama beberapa bulan itu aku menghilang."Aku bercerita kepada Zi
Aku sudah melupakan kejadian heboh yang terjadi kemarin di group Facebook, aku tidak lagi mengikuti perkembangannya begitu akun Zahra menghilang. Seperti yang aku pikirkan sejak awal, suatu saat mereka akan melupakannya juga. Pintu rumahku di ketuk beberapa kali saat aku tengah asyik bertelepon dengan Ziva. Sejak tinggal sendirian di rumah ini aku selalu mengunci pintu jika sedang di dalam rumah. Pengalaman di datangi Zayden dulu membuatku lebih takut saat di dalam rumah sendirian daripada di luar rumah."Zahra, ada apa? mas Damar tidak ada disini," ucapku begitu tahu siapa yang datang bertamu."Amelia, siapa Mr. X?" tanya Zahra dengan kesal. "Aku tidak tahu," jawabku singkat.Aku memang tidak tahu siapa dia, bahkan Ziva juga tidak mengatakannya padaku. "Jangan-jangan itu akun kloning milikmu, kamu sengaja membuatnya lalu memposting cerita pembelaan panjang lebar seperti itu!""Astaga Zahra, aku bukan orang sepicik itu. Aku tidak pernah memikirkan untuk melakukan hal-hal seperti it
"Usia kehamilan ibu saat ini sekitar sepuluh minggu, hasil USG memperlihatkan dua kantung kehamilan, dua embrio, dan dua denyut jantung. Ibu mengandungnya bayi kembar."Ucapan dokter tadi membuat bibirku tidak berhenti menyunggingkan senyuman. Aku tidak tahu siapa dari kami yang memiliki keturunan anak kembar, tapi Allah tidak membutuhkan alasan saat memberikan karunia-Nya pada hambaNya. "Apa segitu bahagianya dirimu hingga aku lihat kamu terus saja tersenyum sejak tadi," ucap mas Farid membuyarkan lamunanku. "I-i-itu," sahutku menggantung. "Tadi bagaimana kamu membawaku ke rumah sakit mas?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. "Aku menggendongmu hingga sampai kesana," jawaban sambil fokus menyetir. Masalahnya tadi dia bilang membawa motor, tapi sekarang dia membawa mobil. "Benarkah?" "Tentu tidak benar, kamu pikir aku super hero yang bisa terbang sambil membawa orang."Aku tertawa kecil mendengar jawaban dari mas Farid. "Sepertinya kamu benar-benar bahagia, sejak tadi aku perhati
"Kenapa kamu melakukan itu mas?""Kamu istriku, kalau bukan aku yang membela dirimu, siapa lagi? Aku masih menunggu kamu menceritakan apapun masalahmu padaku. Jangan ulangi lagi mengambil keputusan sendiri." Mas Damar meraih pergelangan tanganku dan membawaku kembali ke meja makan. "Ayo cepetan makan, keburu dingin lagi makanannya," ucapnya sambil menyuruhku duduk kembali di kursi makan. "Sebenarnya aku bisa terusir dari rumah karena menuduh Zahra yang sengaja menyuruh orang menabrakku saat aku hamil dulu," ucapku sambil menyuapkan makanan ke mulutku. "Kenapa bisa kamu lakukan itu?" tanya mas Damar sambil menatapku. "Lelaki itu datang padaku dan mengatakan semuanya, tapi ternyata dia kabur saat aku ingin menjadikannya saksi. Padahal waktu itu dia menunjukkan rumah di kompleks sini sebagai rumahnya. Tapi ternyata rumah itu sudah kosong lama dan milik Bisma.""Maksudnya Bisma dan lelaki itu bersekongkol?" tanya mas Damar. "Mungkin dengan Zahra juga," jawabku singkat."Maksudnya?"
Mas Damar menghampiri diriku dan menyudutkan tubuhku ke tembok. Matanya berkaca-kaca, giginya gemerutuk menahan amarah. Kedua tangannya mencengkram bahuku dengan erat."Apa kamu begitu ingin bercerai denganku, Amelia Larasati!" seru mas Damar sambil menatap tajam kearahku. Bukan hanya kemarahan yang terlihat di matanya, segitu kecewanya kah dia melihatku bersama dengan lelaki lain."Kamu menyakitiku mas, lepaskan," lirihku sambil merona. Bulir bening menetes dari sudut mataku tanpa diminta, lelaki yang menikahiku itu menyakiti hatiku dengan menuduhku memiliki hubungan dengan pria selain dirinya, dan sekarang menyakiti fisikku, padahal aku sedang mengandung anaknya. Cengkraman tangannya melemah, dia melepaskanku dan berjalan menuju sofa lalu duduk sambil meremas rambutnya. Apa yang terjadi padanya, apa dia begitu marah hanya karena melihatku diantar oleh laki-laki lain atau dia sedang ada masalah lain. Lagian kenapa dia datang siang-siang begini, bukankah seharusnya dia bekerja sian
Pada akhirnya kami memberikan nama Ammar pada anak ketiga kami, nama itu memiliki arti yang bagus dan juga termasuk paduan dari namaku dan nama mas Damar.Kami dikaruniai lagi anak laki-laki yang lucu. Dulu saat kami begitu ingin Yang Kuasa belum berkenaan memberikannya, sekarang dengan mudahnya semua diberikan kepada kami. Seperti itulah rezeki, jika belum menjadi hak kita meskipun hampir ada dalam genggaman tetap saja akan terlepas juga. Semua keluarga lagi-lagi berkumpul di rumah ini untuk ikut berbahagia bersama kami. Hanya Nisa dan suaminya yang tidak bisa datang karena sedang hamil juga. Akhirnya adik iparku itu juga hamil saat ini. "Apa kamu masih tidak suka papa menjodohkanmu dengan pria pilihan papa?" tanya papa sambil mengelus kepalaku. Aku sedang berada di kamar membereskan baju-baju juga hadiah dari teman-temanku dan keluarga kami untuk baby Ammar dan papa barusan masuk ke kamarku sambil membawa hadiahnya untuk cucunya. "Kenapa papa bilang seperti itu, kalau aku menye
POV DAMAR____________Aku sudah menyiapkan semua sebelum berangkat ke rumah sakit. Termasuk melakukan reservasi hotel didekat rumah sakit. Aku pikir jika belum ada pembukaan atau baru pembukaan awal, kami akan menginap di hotel terdekat dengan rumah sakit. Mengingat hari ini sudah masuk Hpl nya, agar tidak terlalu jauh mondar mandir dari rumah ke rumah sakit. Si kembar sudah aman bersama dengan neneknya, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan mereka berdua untuk saat ini. Kami berjalan beriringan menuju kamar hotel yang sudah kami pesan, beristirahat dan rileks sebelum melahirkan mungkin bisa juga menjadi pilihan untuk Amelia saat ini. "Mau istirahat atau mandi dulu," tanyaku begitu kami memasuki kamar. "Aku ingin rebahan dulu mas," jawabnya sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang cukup luas untuk kami berdua. Aku meletakkan beberapa barang bawaan yang tadi sempat aku bawa serta kedalam kamar. Setelah itu ikut merebahkan diri disampingnya. Aku mengelus-elus pinggangn
"Perut mama besar ya?" tanya Yumna sambil memegang perutku yang sudah membuncit."Iya, ada adiknya, Sayang," jawabku sambil membelai rambutnya. "Boleh sayang adik?" kali ini Zikri yang datang menghampiriku. "Tentu boleh," jawabku sambil merentangkan kedua tanganku. Membiarkan kedua anak tersebut memeluk perutku. "Wah adiknya bergerak-gerak," pekik Yumna kegirangan. Sepertinya dia merasa gerakan yang ada di perutku, yang barusan juga aku rasakan. "Hai anak-anak, kalian sedang apa?" tanya mas Damar yang baru selesai mandi. Dia baru saja pulang dari bekerja meskipun baru tengah hari."Ada adik di dalam sini, dan dia bergerak-gerak," seru Yumna kegirangan."Apa kalian sayang adik?" tanya mas Damar lagi. "Sayang ... sayang," pekik ke-duanya sambil loncat-loncat. "Mau segera betemu dengan adik?" tanya mas Damar sambil mengelus perutku. "Mau!" jawab Zikri. "Kalau begitu hari ini Yumna sama Zikri menginap di rumah nenek yaa, mama sama papa mau ke dokter biar adiknya cepat keluar."
POV FARHANKu kecup kening wanita berpipi tirus yang tertidur di samping kemudian aku menyelimutinya. Siang tadi dia pingsan lagi gara-gara panik memikirkan putranya. Entah apa penyebabnya, jika panik melandanya dia akan pingsan. Kuhela nafas panjang sambil menatap langit langit kamar kami, begitu banyak cobaan yang menimpanya hingga dia seperti ini dan aku adalah salah satu orang yang mempunyai andil dalam penderitaan yang menimpanya. Beruntungnya dia tidak mengalami depresi meskipun banyak hal yang dia pendam.Malam itu saat dia tidak sadar karena ku beri obat tidur aku menggaulinya. Aku berpikir saat umi menyuruhku untuk menjemputnya di malam hari, itu adalah sebuah keberuntungan buatku. Beberapa kali melihatnya timbul keinginanku untuk mencicipi tubuhnya. Hingga saat umi memintaku untuk menjemputnya kemudian mengantarkannya ke pesantren aku malah membawanya ke rumah kami setelah dia tidak sadar karena obat yang aku berikan.Namun aku mendapati sebuah kecewakan, ternyata dia tid
Rivani dan Ziva berserta para suaminya sudah pulang karena waktu semakin sore. Di rumah tinggal aku dan Alesha juga si kecil Yumna. Alesha belum pulang karena menunggu suami dan anaknya. Mereka pergi sejak tadi dan belum juga pulang.Alesha mencoba untuk menelepon suaminya, Farhan. Namun sepertinya tidak tersambung, mungkin smartphone milik suaminya itu kehabisan baterai atau bagaimana. Makin lama aku melihatnya sepertinya Alisa mulai nampak khawatir dann panik."Kenapa alesha?" tanyaku. "Nomor telepon Mas Farhan tidak bisa dihubungi, kenapa ya? Mereka sudah pergi sejak tadi tapi kok tidak pulang-pulang aku takut mereka kenapa-napa," jawab Alesha."Tenang saja kan mereka pergi bersama mas Damar juga. Nanti kalau sudah selesai urusannya pasti mereka akan kembali," ucapku menenangkannya."Aku coba telepon mas Damar ya, siapa tahu nomornya bisa dihubungi," ucapku sambil mencari ponsel milikku.Alisa mengangguk tapi terus mondar-mandir di ruangan sambil melihat ke arahku. Begitu menemuka
POV DAMARAmelia datang ke teras belakang dengan wajah panik, seperti ada sesuatu yang terjadi di depan sana entah apa itu."Ada apa?" tanyaku begitu dia menghampiriku."Di depan ada Bisma," ucapnya sambil menatap ke arah suami alesha, Farhan.Aku bisa menduga kenapa kekhawatiran terlihat diwajahnya. Mungkin saja diia mengira Bisma akan melakukan hal-hal yang tidak kami inginkan."Tenanglah aku akan ke sana menemuinya," ucapku menenangkan istriku"Aku ikut," sahut Farhan.Aku dan Amelia saling berpandangan sepertinya Farhan sudah mengetahui atau mungkin sudah pernah mendengar nama Bisma."Ada apa?" tanya suami Rivani."Bukan apa-apa, hanya sepupuku datang bertamu. Sebentar ya kalian tidak apa-apa kan aku tinggal di sini," ucapku yang dibalas anggukan oleh kedua suami dari teman Amel ini.Aku bergegas ke depan diikuti oleh Amelia dan juga Farhan. Terlihat Bisma sedang duduk di teras dengan santainya di antara para wanita-wanita yang menghadang di depan pintu."Sepertinya di rumahmu sed
"Jangan menyebut nama dia lagi di hadapanku. Jangan sebut dan menceritakan wanita lain saat kita berdua, aku tidak suka," ucap mas Damar pelanBenar kata suamiku ini, seharusnya aku tidak melakukan hal-hal seperti itu apalagi saat hanya berdua dengannya. "Tapi aku hanya ....""Sssttt!"Mas Damar meletakkan telunjuknya di bibirku, tidak membiarkan aku mengatakan lagi apapun apa yang ingin aku katakan. Padahal aku mau memberitahu perubahan Alesha saat ini, atau mengatakan jika dia sudah bersuami."Apapun alasannya jangan menceritakan wanita lain dihadapkanku, suamimu," ucap mas Damar."Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi ﷺ bersabda: Janganlah seorang istri menceritakan seorang perempuan lain lalu menyifati (kecantikan) wanita itu kepada suaminya seakan-akan ia (suami) melihatnya,” lanjutnya mengutip sebuah hadits." Hadist ini riwayat Bukhari dan sahih," ucap mas Damar lagi. "Meksipun aku mau menceritakan perubahannya?" tanyaku lagi."Apapun dan siapapun, bai
Papa dari si kembar menyambut kedatangan kami di depan pintu begitu mendengar suara mobil yang aku kendarai masuk ke halaman. Rumah yang di beli mas Damar dulu adalah sistem cluster, tidak ada pagarnya, hanya ada satpam di pintu masuk depan perumahan sana yang menjaga dan mengawasi setiap orang yang masuk area perumahan sini. Rata-rata satpam itu sudah mengenal wajah-wajah penghuni setiap cluster yang mereka jaga. Anak-anakku langsung menghambur ke pelukan papanya dan mencium tangannya, lalu tanpa disuruh masuk ke rumah. Biasanya mereka akan mencuci kaki dan tangan lalu melakukan apa saja yang ingin mereka lakukan. "Bagaimana tadi acaranya?" tanya mas Damar begitu kami berjalan beriringan masuk kedalam rumah. "Aku merindukanmu," ucapku sambil mendaratkan ciuman di pipinya.Setelah melakukan itu, aku bergegas berjalan lebih dahulu meninggalkan mas Damar. "Hei, ditanya apa di jawab apa," seru mas Damar sambil mengejarku yang sedang masuk ke kamar."Mas, aku mandi dulu yaa. Tolong li
Alesha menyeka air matanya begitu dia selesai bercerita, kami hampir tidak bisa berkata apa-apa mendengar ceritanya barusan. Aku tidak menyangka dia melewati saat-saat yang begitu menyedihkan dan menyakitkan baginya. Aku rasa itu lebih parah daripada yang aku rasakan dulu, aku masih mendapatkan cinta dari suamiku meskipun aku dimadu. Namun dirinya tak pernah mendapatkan dari cinta dari laki-laki manapun, bahkan Bisma yang membuatnya hamil pun tidak memberikan cinta padanya. Tapi mereka melakukan karena saling memberi keuntungan. "Lalu sekarang kamu masih bersama dengan pria itu," tanya Ziva kesal.Alesha menjawab pertanyaan Ziva tersebut dengan anggukan."Kenapa kamu bertahan dengan laki-laki yang seperti itu sih? tanya Rivani."Karena sekarang dia sudah berubah tidak seperti dulu lagi. Dia sudah menjadi suami yang bertanggung jawab dan menyayangiku," jawab Alesha."Lalu kenapa kamu masih seperti kurang bahagia dan kurus seperti ini," tanyaku tidak percaya."Ini karena aku masih m