...Hari telah menjelang malam. Wei Yuna terlihat mondar-mandir di depan pintu rumahnya untuk menunggu Shen Ara yang belum kunjung pulang juga. Sudah selama 1 jam, wanita itu ada disana. Kakinya mulai merasa kesemutan dan juga wajahnya tampak pucat karena selama dua hari ini dia tidak bisa tidur lelap seiring kasus pembunuhan yang melibatkan dirinya dan ayahnya.Tin! Tin!Suara klakson mobil berwarna hitam terdengar dari arah gerbang disana. Terlihat jelas seorang penjaga pintu segera berlari untuk membuka pintu gerbang kediaman Wei bagi mobil Shen Ara yang sudah menunggu di depan.Wei Yuna nampak sedikit lega. Setelah mobil yang dinantinya terparkir sempurna di halaman kediaman mereka, Wei Yuna langsung berjalan untuk menghampiri sang ibu.“Ibu? Dari mana saja kau?” tanya Wei Yuna sedikit cemas. “Ayah dari tadi menelepon, tetapi ibu tidak mengangkatnya,” tambahnya.Shen Ara hanya diam. Setelah mengambil beberapa tas dari dalam mobil miliknya, wanita itu menarik lengan Wei Yuna supa
...Hati siapa yang tidak luluh dengan rentetan perhatian-perhatian manis yang diterimanya setiap hari. Sebuket bunga segar di pagi hari, coklat dan boneka lucu pada siang harinya, dan sebuah kunjungan dari sang pejuang cinta yang diberikan pada malam harinya. Semua itu tidak akan mudah ditolak oleh para kaum hawa, termasuk Shen Yiyi yang memang masih memiliki perasaan kuat pada pria yang mendadak romantis dihadapannya."Mu Shenan, kenapa kau datang kemari lagi? Bukankah kemarin aku mengirimu pesan supaya tidak datang?" Shen Yiyi nampak merendahkan volume bicaranya. Jujur saja, saat ini jantungnya berdegup kencang dan kedua pipi bakpaonya itu tampak berwarna kemerahan akibat perasaan malu-malu yang entah mengapa menyelimuti dirinya.Mu Shenan tampak tenang dan memandang wanita itu dengan tatapan hangat. Semenjak datang, Mu Shenan memang tidak banyak berbicara. Melainkan, pria itu seperti disibukkan untuk membenahi rok Shen Yiyi yang sedikit mengkerut, dan juga membersihkan baju Shen
...Shen Yiyi telah sampai di meja ruang makan keluarganya. Dia meletakkan kue serabi pemberian Mu Shenan di pinggiran meja besar itu. Lalu kemudian, Shen Yiyi menarik sebuah kursi dan duduk disebelah ayahnya itu."Yiyi, pria itu sudah pergi?" Shen Haoran mengkerutkan dahinya ketika dia bertanya."Iya, ayah. Dia sudah pergi," sahut Shen Yiyi menjawabnya.Shen Haoran nampak lebih tenang. Setelah mengambil piring dan menyodorkannya pada putrinya, pria paruh baya itu kembali membuka pembicaraan mereka yang sempat tertunda beberapa waktu yang lalu."Berkas perceraianmu sudah hampir siap. Maaf, sepertinya pengurusannya memerlukan waktu lebih lama dari yang ayah kira," ucap Shen Haoran sambil melirik ekspresi putrinya.Pria paruh baya itu entah mengapa merasa sedikit bersalah ketika melihat semburat kesedihan pada kedua bola mata Shen Yiyi.Tidak seperti beberapa waktu yang lalu, ekspresi Shen Yiyi kali ini lebih diam dan cenderung tidak bersemangat.Melihat itu, Shen Haoran seperti akan
..."Aku dengar Haoran sedang mempersiapkan berkas perceraianmu dengan Shenan. Bagaimana pendapatmu?" ucap kakek Shen yang dapat didengar oleh Shen Haoran yang tanpa sengaja sedang melewati kamar utama dilantai bawah itu.Langkah kaki Shen Haoran langsung terhenti. Pintu kamar pria itu tidak tertutup sepenuhnya sehingga dari tempatnya berdiri, Shen Haoran masih dapat melihat ekspresi putrinya dari celah pintu yang sedikit terbuka."Kakek, sebenarnya aku...," jawab putrinya terjeda seakan gadis itu tidak yakin dengan perceraian yang sedang diatur oleh Shen Haoran.Sebagai seorang ayah, Shen Haoran sangat tahu isi hati putrinya itu meskipun saat ini Shen Yiyi sama sekali tidak mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Putrinya itu masih sangat tergila-gila dengan putra keluarga Mu.Hati Shen Haoran sedikit tergerak. Hampir saja dia ingin menarik keputusannya dan hampir saja dia ingin mengijinkan putrinya itu memilih masa depannya andaikata dia tidak teringat akan ucapan Wei Yuna kep
...Mu Shenan memegang sebuah buku misterius ditangannya. Semenjak pagi, pria itu sengaja mengosongkan jadwalnya hanya untuk membolak-balikkan halaman buku seakan dia ingin mempelajari dengan sungguh-sungguh setiap hal yang tertulis di dalamnya.Baik sekretaris Ji, Yun, dan Gu, mereka semua tidak mengerti ada apa dengan bos besarnya. Yang jelas, mereka tahu bahwa buku itu pasti tidak berkaitan dengan urusan perusahaan karena gambar sampulnya yang seperti dikhususkan untuk para remaja. Pemandangan itu tentu saja mengherankan bagi para sekretaris yang saat ini telah berkumpul diluar jendela kaca sang bos besar. "Eh, kau tahu ada apa dengan CEO akhir-akhir ini?" tanya sekretaris Ji begitu penasaran.Sekretaris Ji memegang nampan berisi kopi ekspresso di atasnya. Awalnya, pagi ini dia ingin mengantarkan kopi untuk tuannya itu, namun langkah kakinya terhenti karena dia melihat dua rekannya yang lain telah berkumpul di depan pintu kantor CEO mereka."Tidak tahu. CEO Mu sepertinya sangat
. . . “Kepala Bai, sebenarnya, apa yang sedang dipelajari oleh CEO Mu selama beberapa hari ini?” tanya sekretaris Ji dengan sangat penasaran. “Iya, saya juga sangat penasaran. Kepala Bai, ayolah. Jika boleh tahu, saya juga akan membelinya supaya saya bisa sehebat CEO Mu,” celetuk sekretaris Yun sambil melirik ke arah laci dimana buku itu tadi diletakkan. Asisten Bai merasa kebingungan menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Para sekretaris itu mendekatinya dengan wajah polos penuh tanda tanya. Bagaikan para biksu kecil, mereka terlihat sangat ingin belajar dari seorang suhu yang barusaja meninggalkan selembar mantra suci pada laci kerjanya. Kalau demikian, tega-kah asisten Bai mengatakan bahwa CEO panutan mereka baru saja mempelajari buku ’15 Cara Menyatakan Cinta Tanpa Berkata Cinta?’ Huhuhu! Jelas asisten Bai tidak akan tega menghancurkan semangat dan dedikasi para sekretaris yang menjadi bawahannya itu! “Kemarilah, akan kuberitahu,” bisik asisten Bai pada akhirn
...Shen Yiyi masih bersama dengan Nyonya besar tua. Mereka berbincang cukup lama mengenai kesehatan sang nenek mertua yang pada bulan-bulan sebelumnya sempat menurun. "Nenek, setelah ini, aku akan mengantar nenek pulang. Beristirahatlah dirumah supaya nenek cepat pulih," ucap Shen Yiyi sambil mengusap punggung tangan nyonya besar tua.Wanita tua itu lantas tersenyum. Dia berbalik memandang wajah cucu menantunya dengan penuh kasih sayang. Lalu setelahnya dia mengucapkan kata-kata yang membuat semua orang disana merasa terenyuh mendengarnya."Aiyo... Yiyi. Kau tahu bahwa kau adalah hidupku. Aku bahkan lebih mengasihimu daripada cucu bodohku itu. Hanya saja, aku tidak tahu apakah aku masih bisa bertahan hidup setelah mendengar perkataan Haoran semalam," ucapnya lirih menyindir Shen Haoran yang barusaja datang.Shen Haoran tidak berkata apa-apa. Melihat besannya datang, dia dengan sopan memberikan penghormatan sebelum akhirnya dia juga ikut duduk diujung sofa berdekatan dengan sebuah g
..."Memangnya siapa yang akan bercerai?" Pria tampan dengan setelan jas karya Brioni Vanquis II itu terlihat memasukkan satu tangan ke saku celananya seraya dia menunggu jawaban dari orang-orang disana. Tok! Tok! Tok!"Permisi...," Dibelakang Mu Shenan, seorang pengacara sewaan Shen Haoran telah datang.Mu Shenan sedikit menoleh dan dahinya tampak berkerut saat dirinya menangkap judul dokumen dalam map berwarna hitam yang dibawa oleh orang itu."Selamat pagi, Tuan Shen dan semuanya," sapa pengacara Tang sembari memberikan penghormatan pada semua orang yang ada disana."Selamat datang pengacara Tang. Apakah anda sudah membawa suratnya?" tanya Shen Haoran."Oh, surat permohonan perceraiannya sudah jadi, Tuan. Pasangan yang akan bercerai hanya tinggal menanda-tanganinya saja," terang pengacara itu yang seketika membuat Nyonya besar tua mengalami sesak nafas. "Aduh, dadaku..." keluh sang nyonya besar tua."Nenek... Nenek... Kau kenapa?" Shen Yiyi lekas-lekas membantu nyonya besar tua.