Pov Ola"Maaf ya, La. Gara-gara aku bawa adikmu kesini, kamu jadi kembali dicelakai wanita itu. Awalnya aku cuma kasian karena waktu itu dia hampir saja mengakhiri hidupnya karena putus asa." ucap Dokter Erik setelah kepergian Anisa."Enggak apa-apa, Dok. Saya juga salah. Saya pikir dia sudah berubah setelah apa yang sudah di laluinya makanya saya izinkan dia tinggal di sini.""Yang sabar, ya, La. Aku tahu kamu seorang kakak yang baik. Rugi sendiri Anisa kalau dia terus-terusan musuhin kamu."Apa yang diucapkan Dokter Eric benar, Anisa sendiri yang rugi karena sudah menjahatiku. Diluar sana banyak orang-orang jahat. Bahkan ibunya sendiri tega menjualnya demi uang apalagi orang lain. Harusnya Anisa bisa lebih dewasa setelah melalui banyak hal mengerikan di hidupnya. Bukan malah mencari kesempatan lagi untuk menghancurkan orang yang sudah benar-benar tulus ingin membantunya."Dok, saya pergi ke kamar dulu, ya. Saya takut besok bangun kesiangan.""Ok, La. Mimpi yang indah, ya. Kamu janga
Pov Eric"Dok, saya tidak sengaja mendengar obrolan Anisa dan seseorang. Sepertinya mereka mempunyai niat tak baik pada Mbak Ola." ucap Yanto melalui panggilan telepon."Maksud kamu apa?" tanyaku tak paham."Saya kurang begitu paham maksud mereka. Intinya Anisa bilang pada seorang lelaki tua akan menukar tubuhnya dengan Mbak Ola. Dan lelaki tua itu setuju.""Apa?"Tanganku mengepal mendengar ucapan Yanto. Anisa ternyata wanita yang sangat berbahaya. Dia tega sekali melakukan hal sejahat itu pada kakak perempuan yang sudah menolongnya. Aku sangat menyesal sudah membujuk Ola menerima wanita itu lagi di rumahku. Untuk menebus kesalahanku, aku akan melakukan segala cara untuk mengusir wanita itu."Kamu tolong jaga baik-baik, Ola. Jangan sampai kita kecolongan, pastikan Ola aman sampai ke rumah.""Baik, Dok. Saya akan selalu awasi Mbak Ola. Saya pastikan kami selamat sampai ke rumah.""Makasih ya, Yanto. Saya usahakan pulang awal karena kebetulan sepupu saya juga mau datang makan malam ke
Pov AnisaAku berlari sekuat tenaga untuk menghindari kejaran para orang bayaran Dokter Eric. Aku hampir putus asa karena aku pikir takan menang melawan mereka hingga tiba-tiba ku lihat tak jauh dari tempatku berada, ada sebuah minimarket yang buka 24jam. Aku terus berlari sambil berteriak minta tolong mendekati minimarket tersebut sampai akhirnya para pekerja dan pembeli yang ada dalam minimarket tersebut keluar dan menghajar beberapa lelaki yang mengejarku.Dalam hati aku tertawa karena orang-orang itu tak memberikan kesempatan sedikitpun pada orang-orang suruhan Dokter Eric untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sampai akhirnya orang-orang itu menyerah dan melarikan diri karena tak mau makin babak belur dihabisi orang-orang."Makasih, ya. Kalau tak ada kalian semua pasti aku sudah habis diapa-apain para pereman itu!" ucapku sembari pura-pura terisak di depan semua orang."Iya, De. Sama-sama. Kamu malam-malam begini ngapain di luar seperti ini. Pastilah sangat berbaha
Pov EricHari ini aku dan Ola ke kantor polisi, para penjahat yang hampir membawa Ola pergi semalam sudah mengakui semua perbuatan mereka. Mereka juga sudah berterus terang pada polisi siapa bos mereka sebenarnya.Seorang pria dengan perut buncit muncul. Umurnya belum sampai 40 tahunan. Aku merasa janggal akan hal ini karena yang Yanto katakan saat itu dia adalah lelaki tua.Diam-diam aku mengambil gambar wajah bos penjahat itu lalu aku kirimkan ke Yanto. Benar dugaanku, Yanto bilang dia bukan lelaki yang dia lihat bersama Anisa. Aku mencoba menjelaskan pada polisi bahwa lelaki itu bukan bos para penjahat itu namun sayangnya polisi lebih percaya ucapan mereka semua. Aku kesal, sangat kesal. Aku yakin para penjahat itu sudah di bayar mahal oleh bosnya agar menutup mulut mereka."Aku antar kamu pulang dulu, ya, La. Aku ada perlu sebentar di luar.""Kenapa Dokter gelisah gitu, apa Dokter masih belum percaya kalau lelaki gendut tadi bukan bos yang menyuruh mereka menculikku?" tanya Ola.B
Pov Anisa"Anisa...!"Aku berpaling dan pura-pura tak mendengar panggilan ibuku. Hatiku masih sangat terluka karena perbuatannya saat itu. Aku tak mau mengulang mimpi burukku jika memberi kesempatan lagi wanita itu. Dia pasti akan menjualku lagi. Aku tak mau di jadikannya alat untuk mengenyangkan perutnya."Anisa, ini ibu...sayang...!"Aku melangkah tanpa mempedulikan teriakan ibu. Aku tak mau hatiku melunak jika berhadapan dengan wanita itu."Ibu harus pergi, Anisa tidak mau ketemu ibu!" satpam di rumah ini mengusir ibuku. "Anisa, ibu minta maaf...!" ibu tak pantang menyerah. Dia terus berteriak memanggil namaku.Aku mengelap air mataku yang menetes, biar bagaimanapun dia ibuku. Rasa benci, kecewa dan kasihan bercampur menjadi satu.Beberapa saat kemudian, tak ku dengar lagi suara ibuku. Mungkin satpam di rumah ini berhasil mengusirnya."Ngapain kamu berdiri seperti orang bodoh disitu?"Suara Nyonya Anita membuyarkan lamunanku."Saya cape, Nyonya. Saya mau istirahat sebentar!" ucapk
Pov Author"Tuan, tadi ada beberapa lelaki datang mencari wanita semalam yang kita tolong. Mereka bilang wanita itu buronan polisi. Tolong, berhati-hatilah pada wanita itu!"David memang sempat terkejut mendapat laporan tentang Anisa dari karyawanannya. Namun dia sudah terlanjur memasukan Anisa ke dalam rumahnya. Dia takut istri yang sangat dicintainya akan mengamuk kalau dia mengambil keluar kembali mainan baru istrinya."Apa kamu cerita pada lelaki itu kalau wanita itu aku yang bawa?" tanya David pada karyawannya."Iya, Tuan. Bahkan saya memberi alamat Tuan pada mereka!" "Bodoh, kita tak tahu apa yang mereka bilang benar atau tidak. Kenapa kamu ceroboh seperti itu!"David naik pitam, sebenarnya dia tak meragukan ucapan orang-orang yang mencari Anisa. Itu dia jadikan alasan kemarahannya saja karena takut tujuan membawa Anisa ke rumahnya sebenarnya akan terbongkar."Maaf, Tuan. Tapi saya sangat yakin mereka tidak jahat. Mereka bahkan memberikan bukti bahwa wanita yang bernama Anisa i
Pov Author"Dok, gimana kabar Anisa?" tanya Ola dengan raut wajah khawatir karena melihat baju bos lelakinya dikotori darah."Keadaannya sekarang kritis! Doain yang terbaik buat dia. Dia satu-satunya saksi untuk mengungkap dalang di balik penculikan kamu!"Ola menutup mulutnya karena terkejut."Bagaimana bisa tiba-tiba keadaan dia seperti itu. Siapa yang melakukannya?""Maaf, La. Sebaiknya kamu enggak usah tahu tentang ini. Aku enggak tega mau ceritain detailnya ke kamu."Ola berhenti bertanya, ia paham maksud Eric. Eric tak mau melihatnya syok karena kejadian tragis ini."Udah ya, kamu tidur. Ini sudah hampir jam satu malam. Besok kamu harus bangun pagi, aku takut kamu bangun kesiangan!""Baik, Dok!""Soal Anisa jangan pernah kamu salahkan diri kamu karena kejadian buruk yang menimpanya. Kamu sudah berusaha menjadi kakak yang baik untuk selalu melindunginya, tapi dia sendiri yang lebih memilih mengkhianatimu!"Ola mengangguk mengerti, dia awalnya ingin pergi menuju kamarnya namun dia
Pov AuthorOla melangkah lemah menuju pemakaman mantan suaminya. Disampingnya ada Elsa yang terus menunduk tanpa mengucapkan satu patah katapun. Terlihat sekali kesedihan di wajah anak berusia 8 tahun itu."Kalian untuk apa datang kesini?" tanya Nayla dengan ketusnya. Wajah wanita itu penuh luka, namun Ola tak berani menanyakan kenapa Nayla dan ibunya bisa terluka seperti itu."Kalian berdua adalah penyebab kematian kakak lelakiku tragis seperti ini. Beraninya kalian menunjukan wajah kalian dihadapan kami lagi!"Bukan tak malu, Ola memeluk anaknya yang mendapat tatapan sinis dan makian dari keluarga mantan suaminya. Namun biar bagaimanapun Elsa berhak datang di pemakaman Ayahnya, Ola mengabaikan perlakuan tak baik keluarga Dani terhadapnya."Mas Dani sudah berubah, dia melakukan apapun demi bisa mendapatkan maaf kamu, Mbak. Tapi apa yang Mbak lakukan pada dia? Kamu membuatnya berdendam pada Anisa yang menjadi perusak rumah tangga kalian. Mas Dani tidak akan balas dendam pada Anisa kal
Hendrik, lelaki tampan berumur 35 tahun itu tampak marah sambil mengetuk sebuah kaca mobil yang beberapa saat lalu mengikuti mobil bos wanitanya. Kaca mobil diturunkan, lelaki yang ada di dalamnya sama sekali tak menyangkal tuduhan Hendrik saat itu.Ya, lelaki di dalam mobil tersebut ternyata adalah Roy. Dia sengaja tidak membalas kemarahan Hendrik melainkan mengajak bicara Hendrik saat itu. Hendrik di tawari sepuluh kali lipat uang yang Eric berikan pada Hendrik jika lelaki itu mau mengkhianati Eric dan berpihak pada Roy.Siapa yang tak tergiur dengan uang yang dijanjikan Roy, termasuk Hendrik. Namun selama ini tidak sekalipun dia mengkhianati majikan meski dibayar dengan bayaran sangat mahal. Lelaki itu lalu mengajak rekannya yang bernama Irvant untuk mengerjai Roy. Caranya dengan mengajak Renata dan pembantu rumah tangga di rumah Eric untuk bekerjasama melakukan skenario yang sudah direncanakan Roy."Kamu?"Roy menatap tajam kearah Hendrik, dia sama sekali tak menyangka lelaki tamp
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Marvin tepat disebelah Eric."Kita sudah terkepung. Istri saya bisa dalam bahaya jika kita tetap mau melawan lelaki gila itu. Untuk sementara waktu kita ikuti saja perintah lelaki gila itu." Eric terlihat pasrah, dia belum menemukan jalan keluar dari masalah yang tengah mereka hadapi. Dia tak mau istri dan anak tirinya terluka sedikitpun karena kecerobohannya.Eric dan Marvin mengikuti arahan Roy untuk masuk dalam rumah Nayla. Disana Nayla dan ibunya juga sudah terikat. Ternyata Roy sudah curiga kalau Eric tahu tentangnya sejak Azam dan Marvin menemui lelaki itu diam-diam. Anak buah Roy ada dimana-mana jadi dengan mudah ia mengawasi gerak gerik orang yang ingin dia pantau.Semua sandra diikat, Roy tertawa puas melihat musuhnya berada di hadapannya tanpa berdaya."Jadi wanita ini yang buat Ayah saya masuk penjara. Saya ingin tahu apa spesialnya wanita ini sampai buat Ayah saya tergila-gila!" Roy mendekat kearah Ola. Seketika Emosi Eric melu
"Anda mau bawa saya kemana?" tanya Eric pada Marvin saat lelaki itu membawanya pergi."Ke suatu tempat yang pastinya membuat Anda terkejut!"Eric akhirnya diam, meski dia belum mengenal Marvin tapi entah kenapa dia langsung percaya begitu saja pada lelaki itu. "Rumah siapa ini?" tanya Eric setelah sampai di sebuah rumah yang kelihatannya seperti rumah kosong tak terawat. Tapi anehnya disana terparkir beberapa mobil mewah. Padahal lampu di rumah itu sama sekali tak menyala."Di dalam rumah itu ada kedua orang tua Renata. Mereka di sekap oleh seseorang.""A-apa?""Entah apa yang sudah Renata lakukan beberapa hari ini sama Anda dan keluarga Anda. Saya cuma ingin kasih tahu Anda saja kalau itu semua bukan kemauan Renata. Ada seseorang yang memaksanya melakukan itu!""Pak, tanpa diancam seseorang pun memang Renata selalu mengganggku keluarga saya. Jangan mengada-ngada dech!" ucap Eric sambil tertawa. Dia ingat betul betapa jahatnya Renata yang pura-pura koma demi bisa tetap memasukan Ola
"Doc, maaf. Saya ada perlu sebentar!"Saat hendak kembali ke ruangannya Eric di hadang oleh kakak lelaki Grecia. Dia ingin menyampaikan sesuatu pada Eric setelah selesai menjenguk adiknya di penjara."Dokter Eric, bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin sampaikan pada Anda!" ucap lelaki yang bernama Azam tersebut."Ok, bicaralah. Saya ada waktu sekitar 30 menitan lagi!"Eric agak penasaran dengan wajah Azam yang menunjukan ketakutan saat hendak bicara."Kamu kenapa?" tanya Eric karena Azam tak langsung bicara."Sa-saya sebenernya takut mau bicara disini. Takut ada yang nguping pembicaraan kita!""Ok, kalau gitu kamu ikut ke ruanganku ya. Kita bicarakan disana saja!"Azam mengangguk kemudian mengikuti Eric menuju ruangannya."Sekarang katakan apa yang mau kamu sampaikan!" ucap Eric setelah menutup pintu ruangannya."Tadi saya menjenguk Grecia. Dia bilang anda dan Mbak Ola sedang dalam bahaya!" ucap Azam dengan suara lirih."Dalam bahaya?" Eric bertanya dan Azam mengangguk."Se
"Ric, kalau kamu sayang ibu. Tolong ceraikan Ola. Dia perempuan enggak bener Kamu harus jauhi wanita jahat seperti dia!"Seketika Ola dibuat lemas dengan ucapan ibu mertuanya. Wanita yang selama ini selalu mendukungnya tiba-tiba termakan fitnah dan berubah menjadi sangat membencinya."Saya akan selesaikan masalah ini secepatnya. Ibu jangan khawatir, ya. Sekarang ibu istirahat. Aku enggak mau penyakit ibu kambuh kalau ibu banyak pikiran."Ola salah paham dengan kalimat Eric barusan. Dia pikir Eric sama seperti Hani, terpengaruh dengan fitnah yang Renata berikan.Eric menarik tangan Ola ke luar kamar, jika biasanya Renata senang karena rencananya berhasil, kali ini dia merasa bersalah karena sudah membuat berantakan keluarga Eric."Renata, kalau Eric bercerai dengan Ola nanti. Ibu janji akan merestui kamu dan Eric."Renata pura-pura tersenyum. Dia sudah sadar, restu dari Hani saja tak cukup untuk membuat Eric jatuh lagi ke pelukannya. Eric begitu keras kepala. Lelaki itu pasti akan me
Jam menunjukan pukul 1 malam. Eric masih belum juga bisa memejamkan matanya. Dia terus mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Dia ingin percaya dengan Ola namun dia bingung kenapa bisa bungkusan obat pencuci perut itu ada di meja rias istrinya kalau bukan wanita itu pelakunya.Eric menatap Ola yang sudah pulas tidur disampingnya. Ia kembali meyakinkan hatinya kalau Ola bukan orang jahat seperti apa yang ada di dalam pikirannya.Karena suntuk, Eric memutuskan untuk keluar kamar. Dia menuju dapur dan meneguk segelas air putih hangat untuk menetralkan perasaan kacaunya.Saat ingin kembali ke kamar, Eric berhenti sejenak karena mendengar suara isakan ibunya. Lelaki itu takut ibunya masih sakit jadi buru-buru mendatangi kamar ibunya."Bu, ini aku. Apa ibu baik-baik saja?" tanya Eric setelah mengetuk pintu. Ibunya tak merespon ucapan Eric, lelaki itu mencoba membuka pintu dan beruntungnya pintu kamar Hani memang tak terkunci."Bu, maaf. Aku tahu aku salah. Maaf sudah buat ibu sedih sep
"La, ada orang tua Adrian di ruang tamu. Mereka datang untuk bela sungkawa sekaligus meminta maaf karena pernah salah paham sama kamu!" Hani mendatangi kamar Ola. Setelah pemakaman Anisa selesai, Ola lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Memang Ola sangat membenci Anisa tapi kepergian Anisa yang terlalu mendadak dan penuh dengan misteri membuat wanita itu sangat syok."Tunggu, sebentar lagi saya turun untuk menemui mereka, Bu.""Kami tunggu di bawah, ya. Suamimu Eric juga ada disana!""Baik, Bu."Ola berganti baju sebelum turun. Dia juga sedikit memoles wajah agar tidak terlalu terlihat pucat."Maaf Tante, Om. Saya baru tahu kalian ada disini!" ucap Ola setelah menemui keluarga Adrian."Enggak apa-apa, Ola. Maaf ya kami baru tahu kabar kematian adik kamu jadi kami baru bisa datang," ucap Ayah Adrian."Enggak apa-apa, Om. Melihat kalian datang saja sudah buat kami senang." Ola bicara sembari tersenyum, tak ada dendam sama sekali terlihat di wajahnya."Begini, La. Kami sebe
[Kamu pikir dengan cara menyewa bodyguard, kamu bisa lepas dari pengawasanku?]Renata yang tengah makan tersedak karena membaca pesan dari Roy.[Aku tidak mau ikut campur dengan balas dendammu. Tolong jangan ganggu aku lagi!]Renata mengetik pesan dengan gemetar, meski baru mengenal Roy tapi dia tahu betapa jahatnya lelaki itu. Renata curiga, kecelakaan yang menimpa pengacaranya itu juga ulah Roy.[Tak ada siapapun yang berhak menolak tawaran kerjasamaku. Menolak berarti mati!]Renata tak melanjutkan makan malamnya. Dia berniat mematikan ponsel karena tak mau diganggu oleh Roy lagi. Namun sayangnya sebelum dia berhasil, satu lagi pesan masuk dari Roy. Lelaki itu mengirimkan sebuah gambar orang tua Renata yang sedang di sekap oleh lelaki itu. Renata marah bukan main dia langsung menelepon Roy. Malam ini juga Renata akhirnya menemui Roy di sebuah restoran. Mereka akhirnya sepakat melakukan kerjasama.Keesokan harinya, Renata mendapatkan kabar kalau adik Ola meninggal. Roy ternyata yang
"Bu, kamu lihat obat yang aku simpan kemarin enggak?" tanya Anisa sambil mengobrak-abrik lemari bajunya."Enggak, Nis. Kamu yang simpan kok malah tanya ibu?""Aku letak dalam lemari sini tapi kok enggak ada, ya? Aneh!"Anisa kembali mengecek isi lemarinya. Tapi dia masih juga tak mendapatkan obat yang ia cari."Jangan-jangan ada yang mencurinya, Nis!"Anisa dan ibunya saling berpandangan kemudian tatapan mereka beralih ke Grecia yang sedang pura-pura tak mendengar apapun."Grecia, kamu ambil obat dalam lemariku?""Obat apa?" tanya Grecia pura-pura tak tahu.Anisa gelagapan, dia tak mungkin menjawab jujur kalau obat itu adalah obat pencuci perut dengan dosis cukup tinggi. Dia pikir dengan cara itu dia bisa dibawa ke rumah sakit sehingga bisa melarikan diri tentunya di bantu oleh orang-orang Roy."Kamu jawab aja pertanyaanku, kamu tahu tidak?"Grecia dengan santainya menggelengkan kepalanya."Kamu enggak bohong kan?"Anisa tak percaya dengan jawaban Grecia."Buat apa aku bohong. Enggak