Bab 42: Really Miss You
Malam yang panjang menghadirkan banyak kisah bagi orang-orang. Semuanya terurut serupa deret waktu dan berjalan simultan dengan masing-masing dinamikanya.
Terlepas dari Karin yang telah meneteskan airmatanya, di sudut kota yang lain, tepat di sebuah rumah dengan lampu kamar yang masih menyala..,
Ada dua tangan yang bertumpu pada sebuah bantal. Jari-jarinya lentik bergerak lincah di atas keypad ponsel. Tak-tik, tak-tik.., seakan berlomba dengan suara detik jam dinding yang tergantung di pojok kamar. Tak-tik, tak-tik, menulis pesan chat dan mengirimkannya, menjawab pertanyaan dari..,
“Lisa, kamu dimana, Sayang? Lagi ngapain? Sudah tidur?”
“Di rumah.”
“Pendek banget jawabnya.”
“Diiiiiiiii ruuummmaaaaaaaaaaaaaaaaaah.., masih kurang panjang?”
“Sudah, sudah, sudah cukup panjang kok. Xixixi.., lagi ngapai
Bab 43:Yours Is Mine “Ayiiiiimm..!”Suara Diana tiba-tiba menyentak Aje. Ia pun batalkan langkah keluar dari kamar. Balikkan badan, Aje mendapati wajah istrinya yang sedang cemberut menahan kesal.“Ada apa?”“Ada apa kamu tanya? Tuh, lihat!” Diana menunjuk handuk yang teronggok begitu saja setelah dipakai Aje seusai mandi tadi.“Aku kan sudah bilang, jangan taruh handuk di atas tempat tidur!”Aje mematung, menatap wajah Diana dengan pandangan kosong. Ia mendapat ide untuk membuat pagi ini lebih berwarna.“Iiih, kamu tidak dengar ya? Ambil! Aku bosan mengemasi handuk kamu.”Aje memandangi wajah istrinya itu dengan senyum yang ia tahan-tahan. Perihal handuk itu Aje memang lupa, sebab itu memang keteledoran yang terpelihara. Akan tetapi, pagi ini ia ingin..,“Aku memang sengaja kok menaruh handuk di situ,
Bab 44:Bel Rahasia, Teeet..! Pagi yang suram bagi seorang Hekal Pratama, lelaki lajang dua puluh enam tahun yang terbangun dari tidurnya dengan sangat kepayahan ini.Ia merasakan sakit, nyeri, dan ngilu mulai dari pergelangan tangan sampai ke bahunya. Bukan yang kanan atau yang kiri, tapi kedua-duanya!Jangankan untuk mengangkat seember air, bahkan hanya untuk mengaduk teh manis dalam gelas pun ia meringis. Sakitnya itu, Hekal rasakan sampai ke tulang belikatnya.Mungkin ada urat, otot, atau sendi yang lari dari posisi berkat pelintiran seorang Polwan yang cantiknya begitu lumayan tapi judesnya amit-amit serupa setan.Sungguh Hekal tidak menyangka ia akan mendapat apes tadi malam. Andai saja sang Polwan itu adalah laki-laki, misalnya, bernama Oliver, begitu, tentu Hekal tidak akan tinggal diam.Dia pasti akan balas memelintir tangannya dan bila perlu ia kempit di ketiak sambil menjitaki
Bab 45:Seumpama Bidadari Sesaat kemudian, Hekal pun kembali menolehkan wajahnya ke kanan, dan..,Deg! Tiba-tiba saja Hekal terpana. Pada momen ini seakan ia berada dalam pusaran waktu yang melambat. Hingga semua yang bergerak di depannya tampak serupa lakon film dalam efek ‘slow motion’!Dalam sensasi gerak lambat itu..,Hekal.., melihat.., sebuah.., pintu kaca.., yang terbuka..,Itu, iya, di ujung situ.., dari balik pintu kaca itu keluarlah seorang wanita yang cantiknya.., memancarkan berjuta-juta pesona..!Dia memakai seragam kepolisian nan gagah.., rambutnya hitam lurus panjang seleher dan berkilau.., wajahnya berbinar cerah.., merona ramah bertegur sapa dengan rekan sejawatnya..,Aduhai..!Seakan-akan ada yang mengalun di momen yang melambat ini. Lagu-lagu romansa bertembang asmaradana, petikan gitar bertaut violin, ketukan tabla berpaut seruling, sena
Bab 46:Made In Japan “Dari mana saja kamu, Kal?” Todong Ayumi, berkacak pinggang di tengah lorong kecil yang menuju ke sebuah ruangan khusus karyawan. Tangan kanan petugas administrasi itu memegang beberapa lembar berkas.“Apa urusan kamu?” Hekal menyahut jengkel.Tentang pertanyaan Ayumi barusan, adalah lumrah sebagai sesama karyawan. Akan tetapi, kacak pinggangnya itu lho! Seakan-akan dia atasan Hekal saja. Meski sebenarnya, jujur Hekal merasa senang dicegat oleh seorang perempuan yang diam-diam ia sukai.“Oo, begitu?” Kata Ayumi serentak merendah, dan melipir untuk memberi jalan pada Hekal menuju lokernya di pojok ruangan.“Aku baca di chat group, kamu minta izin pergi ke Polda. Kamu ada urusan apa?” Ayumi menyusul Hekal yang memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam loker.“Tidak ada urusan apa-apa.”Merasa tak dia
Bab 47:Tentang Sarapan dan Celengan Tiba-tiba saja Karin mendapat panggilan dari Ibu Corina, komandannya di Unit I yang berpangkat Kompol—Komisaris Polisi.Briptu Ujang yang menyampaikan pesan itu pada Karin, dan sekarang, sang Brigadir Polisi Satu itu masih menunggu Karin mempersiapkan file-file berupa fisik maupun non fisik dan juga laptopnya.“Kira-kira ada apa, Ujang? Kok tiba-tiba ibu komandan memanggil Mbak. Disuruh membawa semua file pula.”“Mmm, kurang tahu juga sih Mbak.”“Ibu Corina tidak bilang?”“Tidak, Mbak. Hanya saja, hari ini dia menugaskan aku untuk membantu dan mendampingi Mbak.”“Lho, kok begitu?” “Sepertinya ini terkait dengan tugas yang nanti akan diberikan ke Mbak.”Selesai dengan persiapan berkas, file dan laptopnya, Karin lalu keluar dari ruang kan
Bab 48:Balada Koyo Cabe Tunggu, tunggu dulu! Sebuah tanda marka berwarna biru yang ada di peta ini sepertinya adalah.., kantor Polsekta kecamatan Tempayan Raya!“Kantor polisi??” Aje membatin.Oh, tidak, tidak!Sekejap darah Aje tersirap. Rasanya seperti ada yang ‘serrr’ di dalam hatinya. Aje tidak tahu siapa yang memesan makanan, namun ia takut pada satu kemungkinan bertemu dengan Polwan yang bahkan tadi malam telah menamparnya lagi di dalam mimpi.Meski sebenarnya, Aje tidak tahu di mana dia bertugas dan bahkan tidak tahu siapa namanya. Aje tidak bisa menerima orderan yang satu ini. Segera saja ia meng-cancel.“Daripada ke kantor polisi, lebih baik aku mengantar makanan ke kuburan! Siapa nanti yang bayar dan siapa yang makan, terserah siapa nanti yang bangkit duluan dari makam.”Kapoknya Aje digampar dan ditaboki Polwan membuat ia ‘ilfee
Bab 49:Bidadari di Balik Kaca Setelah membatalkan orderan Ayo-Food tadi, Aje meluncur ke sini, ke bilangan Panam, lalu berhenti di depan sebuah kompleks pertokoan.Ia memarkirkan motornya di bawah pohon peneduh jalan, lalu duduk dan berpura-pura memandangi ponsel. Ia menyembunyikan wajahnya dengan menarik kain buff hingga batas hidung.Pandangan mata sang duda beranak satu ini ke arah sebuah apotek bernama Cita Medika, di mana Anjeli bekerja. Tiba-tiba saja Aje tersadar ketika sebuah benang merah membentang di hadapannya.“Bidadari di Balik Kaca.., yang selalu menanggapi postingan facebook-ku tentang Tiara dengan ‘like’ bertanda hati. Apakah Anjeli orangnya?”Aje menggumam pelan. “Bidadari.., di Balik.., Kaca..,”Bulu roma Aje serentak meremang. Anjeli ada di sana, di dalam apotek, di balik dinding kaca. Aje memandangnya lewat kaca. Anjeli juga memanda
Bab 50:Jablai..! Setengah jam kemudian, akhirnya Hekal pun sampai di rumah Ibu Saras. Wanita yang jika Hekal tidak salah menaksirnya sudah berusia tiga puluh limaan itu menyambut Hekal di depan pintu pagar rumah.Sebentar Hekal menelan ludah, menyaksikan Ibu Saras yang berpakaian kimono putih, dengan rambutnya yang dicat warna merah menyala seperti tokoh anime Jepang, lalu digelung ke atas serupa ular yang melingkar.Sepertinya Ibu Saras belum mandi pagi. Tetapi untuk ukuran jam segini wajahnya tetap kelihatan asri. Lain dari itu, kimono putihnya super duper tipiiiiiiis.., sekali!“Kok mesin cucinya rusak lagi sih, Mas?” Bertanya Ibu Saras, yang membimbing Hekal memasuki rumah.Pada dua kali kunjungan service sebelumnya, Hekal dibawa masuk melewati pintu samping, melalui garasi. Namun, sekarang dia dibawa langsung lewat pintu depan, melintasi ruang tamu dan ruang tengah.&ldq
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma