Bab 232: Dia Tidak Bersalah!
“Saya minta, bebaskan dia!”
Sontak Bripka Bimo terperangah mendengar kata-kata Karin itu. Ia menatap bola mata Karin untuk mencari kesungguhan. Karin pun balas menatapnya dan bahkan tak berkedip.
Bripka Bimo kemudian tersenyum tipis. Sebatang rokok yang sejak tadi belum ia nyalakan, sekarang ia sulut dan mengisap asapnya dalam-dalam.
“Hehehe.., santai dulu, Mbak. Kita bicarakan baik-baik.”
“Membicarakan baik-baik, kita sedang melakukannnya,” sahut Karin.
“Saya kira, ada yang salah dengan maksud Mbak sekarang ini.”
“Tidak, tidak ada yang salah.”
“Ada!” potong Bripka Bimo tegas.
“Oh ya?”
“Semua itu ada prosedurnya, Mbak.”
“Prosedur ya? Oke, sekarang saya tanya. Apakah Mas Bimo juga sudah menjalankan prosedur dengan benar
Bab 233:Operasi Penangkapan Tiba-tiba Hekal merasa heran. Sudah dua hari ini ia tidak bisa menghubungi Olive. Panggilan teleponnya selalu tak diangkat, atau sengaja ditolak.Tak jarang hanya dijawab oleh sistem operator seluler yang sejak dulu bunyi redaksinya tidak pernah berubah.“Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Tekan 1 untuk meninggalkan pesan.., bla.., bla..,”Bahkan, dari sekian banyak pesan chat yang ia kirim pada Olive tak ada satu pun yang dibalas. Hal itu melahirkan ribuan tanda tanya di dalam benak driver ojek part time ini.“Aneh,” gumam Hekal sembari memasukkan ponselnya kembali ke saku celana.Jujur, sepanjang hari ini ia sulit untuk berkonsentrasi dengan pekerjaannya di Naikin Electronic. Ia khawatir telah terjadi apa-apa pada Olive. Sakit, misalnya. Atau, kecelakaan..,“Astaghfirullah!”
Bab 234:Dor! Hekal sampai menyipitkan matanya. Ia menajamkan pandangan, berusaha memperjelas penglihatan yang samar karena cahaya malam yang temaram.Secercah cahaya dari bulan terpantul di ujung laras pistol Olive, berkilau mengerikan dan, belum lagi habis rasa terkejutnya..,“Aku mau menanyakan sesuatu ke kamu, Hekal.” Kata Olive dingin, sedingin revolver yang ia pegang dengan kedua tangan, juga sedingin angin yang baru saja melintas membawa beberapa daun kering.“Aku minta kamu jawab pertanyaanku ini dengan jujur!”Sungguh, Hekal tidak mengerti dengan perubahan sikap Olive yang amat drastis ini. Hekal tersenyum gugup, sebelah tangannya pun terangkat dan menunjuk.“O.., Olive.., pistol itu, pistol sungguhan? Atau pistol mainan?”“Kamu kira??” Sahut Olive yang tiba-tiba geram, dilamun bayangan ayah kandungnya yang terkapar tak berny
Bab 235:Ketukan di Pintu Pagar Karin sudah mengurus semua hal yang berkaitan dengan penangguhan penahanan untuk Aje. Rencana berikutnya, ia juga akan membersihkan nama Aje pula dan membebaskannya dari status tersangka secara permanen.Untuk memenuhi semua persyaratan itu, Karin telah mengajukan dirinya sendiri sebagai penjamin. Dan syukurlah, ia mempunyai seorang rekan yang cukup karib di Direktorat Narkoba hingga setiap proses yang ia tempuh itu mendapat kemudahan. Maka sekarang, seluruh personel di Unit Narkoba Polsekta Payung Kencana tidak akan bisa berkilah atau membantah, termasuk komandannya sekali pun.Sebab, Karin sudah memiliki surat resmi yang dikeluarkan oleh Direktorat Narkoba Polda Sumteng.Bisa dikatakan, ini adalah surat sakti yang jika perintah pembebasan Aje tak dituruti, seluruh personel Unit Narkoba di Polsekta Payung Kencana bisa kena mutasi, syukur-syukur tidak
Bab 236: Reticulatus “Aku.., aku tak tahu, Mbak. Aku tadi meninggalkan dia.., untuk mengalihkan perhatian Tim Elang yang mau menangkapnya.” “Tim Elang? Menangkap pacar kamu??” Karin semakin tak mengerti saja dengan semua penuturan Olive ini. “Memangnya, siapa pacar kamu itu??” “Namanya Hekal Pratama. Dia bekerja sebagai teknisi di dealer Naikin Electronik. Dia juga bekerja sampingan dengan menarik ojek.” “Ojek?” Tanya Karin dengan wajahnya yang terperangah, karena dalam waktu bersamaan ia juga teringat pada Aje. “Iya, Mbak. Driver Ayo-Jek.” “Oooh.., jadi, Hekal ini, adalah driver ojek yang dulu pernah kamu ceritakan ke Mbak? Yang kalian pernah bertabrakan lalu KTP kalian tertukar?” “Iya, Mbak.” “Kamu.., kamu menembak dia??” “Aku tidak sengaja, Mbak.., aku hanya..,” “Astagfillahal Adzim.., Olive!” Pekik Karin yang tiba-tiba marah. Ia sa
Bab 237:Marcel Malam ini Anjeli merasa gusar sekali, sekaligus cemburu yang luar biasa, karena menemukan foto Hekal di facxbook sedang bersama seorang wanita, yang ia kenali sebagai Olive.Ya, seorang Polwan yang diakui Hekal sebagai sahabatnya.“Sahabat? Sahabat apaan?”“Cara duduk kamu di dalam foto ini bukan cara duduk sahabat!”“Ini lagi! Olive.., nempel-nempelin badan ke pundak Hekal!”“Ganjen banget!”Anjeli baru saja akan mematikan ponsel dan bangkit menuju peraduan ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Menyadari siapa yang menelepon, kening Anjeli pun mengernyit.“Hekal?”Tanpa menunggu ditelepon ulang, Anjeli segera menerima panggilan.“Syukurlah, kamu mau mengangkat teleponku,” kata Hekal dari seberang sana.“Malam-malam begini menelepon, ada apa?”&ldqu
Bab 238:Jejak Yang Terhapus Matahari sudah mulai menyingsing di ufuk timur, ketika Olive dan Karin sampai pada lokasi penembakan Hekal.Suasananya masih cukup temaram, sebagian sudah terang-terang tanah. Gerimis nan tipis turun perlahan dari langit yang bersemburat merah, menyambung rinainya tadi malam yang sempat terjeda.Mereka berdua menggunakan mobil Olive yang kali ini dikemudikan oleh Karin. Setelah mobilnya berhenti, Olive segera turun dan berlari dengan langkah yang gontai, menuju titik di mana Hekal tadi malam jatuh dan terkapar.Ternyata.., Hekal tidak ada!Olive panik bukan kepalang, menoleh-noleh dan mencari. Sekian detik kemudian ia menyadari, ternyata motor Hekal juga tidak ada!Oh, apa yang terjadi dengan Hekal tadi malam setelah ia meninggalkannya? Pikir Olive yang kian cemas dan gundah.“Hekaaal..!” Pekik Olive yang lagi-lagi tangisnya peca
Bab 239:Udara Kebebasan Sepasang kaki, terbungkus sepatu pantofel hitam kilat, tengah berjalan di kawasan markas Polsekta Payung kencana. Mantap langkahnya menjejak di sepanjang lorong yang menuju ke ruang tahanan di bagian belakang.Berturut-turut, ruang demi ruang berpintu jeruji besi terlewati oleh sepasang kaki tadi. Hingga sampailah si pemilik langkah di depan sebuah ruang tahanan yang paling ujung.“Hei, kamu!” Serunya memanggil. Seorang tahanan mengangkat kepala, sekaligus mengacungkan jari telunjuknya pula.“Saya, Pak?”“Bukan kamu!” Hardik si pemilik langkah tadi, seorang personel polisi yang kebetulan sedang bertugas piket ini.“Tapi itu, yang di belakang kamu lagi!”Semua tahanan, termasuk Aje, serentak menoleh-noleh, bertukar pandang dengan sesama tahanan, lalu kembali menoleh pada petugas yang memanggil di
Bab 240:Jangan Ambil Anakku “Masuk!”Suara seorang wanita!Dengan jantung yang berdegupan Aje pun mendorong pintu, lalu masuk ke dalam ruangan yang ukurannya tak seberapa besar ini.Di dalam sini ada beberapa meja, lengkap dengan kursi-kursi lipat yang letaknya tak beraturan, juga sebuah whiteboard yang menempel di salah satu dinding.Selain itu, masih di dinding, ada sebuah peta besar yang menggambarkan kota Bandar Baru. Lalu di bidang yang lain lagi, ada foto presiden dan wakil presiden, mengapit lambang negara Indonesia di tengahnya. Sembilan atau sepuluh langkah memasuki ruangan, Aje segera melihat sosok seorang wanita yang tengah berdiri membelakanginya.Wanita itu mengenakan seragam PDH—Pakaian Dinas Harian—polisi, berupa kemeja lengan pendek yang body fit, dan celana panjang dengan warna senada.Wanita itu, seorang Polwan tentu saja, be
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma