Bab 218: Tentang Perasaan
“Hekal, untuk pembayaran biaya kursusku di bulan baru ini, kamu maunya gimana? Aku transfer lagi atau aku bayar cash?” Tanya Olive dari seberang telepon.
“Jangan, Liv!” Sahut Hekal cepat.
“Kenapa?”
“Pokoknya, jangan.”
“Alasannya?”
“Nanti, setelah kita ketemu, aku beri tahu alasannya.”
“Ya sudah deh, kalau begitu. Sampai ketemu nanti ya?”
“Iya.”
“Eeeh.., tunggu, Kal, tunggu!” Tahan Olive tiba-tiba.
“Ada apa?” Hekal pun menahan teleponnya di telinga.
“Emm.., anu, ini, duh aku jadi tidak enak nih mau ngomong sama kamu.”
“Ngomong aja lagi. Jangan sungkan. Ada yang bisa kubantu?”
“Eee.., kebetulan, mobilku lagi diservis di bengkel, belum selesai. Ada part yang harus digant
Bab 219:Aku Cinta Kamu “Oh ya, Kal, kalau bahasa isyaratnya ‘cinta’?” Tanya sang Polwan ini tiba-tiba.Hekal tersentak. Beberapa detik ia terpaku dengan tetap memandangi Olive. Ia pun tersadar. Cinta..?? Sebuah kata untuk mengungkapkan sesuatu yang paling agung di dalam hati sanubari manusia!Aih, mengapa ia bisa lupa pada satu kata yang amat sederhana ini? Apa karena maknanya yang teramat dalam hingga melebihi tujuh lautan?Apa karena di dalam hatinya kini telah bersemayam pula perasaan itu.., cinta? Dan ia terlalu berat untuk mengakuinya?Hekal cepat menundukkan kepala. Sebentar kemudian ia menoleh ke samping. Ajaib sekali, sekarang ia malah merasa gugup. Seakan ada sebuah energi misterius yang mengungkungnya.Keberadaan Olive di depannya kini bagaikan sebuah candi, di mana pada setiap reliefnya itulah terpahat rasa cintanya pada sang Polwan ini.Hekal bi
Bab 220:Tembaklah Aku “Aku cinta kamu..,” kata Hekal tanpa suara.Olive terperanjat. Seakan tak percaya dengan penglihatannya sendiri, ia sampai menyipitkan mata untuk melihat dengan jelas wajah Hekal di seberang pagar.Apakah ini mimpi? Apakah barusan tadi Hekal mengucapkan ‘aku cinta kamu’? Dengan bahasa isyarat?Sebuah ledakan misterius pun terjadi di dalam hati Olive. Tak terdengar tapi menggelegar, dan menghamburkan bunga-bunga yang kelopaknya hanya bisa dilihat dengan mata jiwanya.Olive masih terpaku di tempat ia berdiri, merasa tak memijak bumi tapi melayang di awan-awang. Terlebih lagi ketika ia melihat Hekal mengulas sebuah senyum yang teramat tulus.Senyum Hekal itu membuat Olive tersipu. Wajahnya pun bersemu merah bak gadis desa yang lugu.Beberapa saat kedua insan ini saling berpandangan. Temaram malam telah terkalahkan oleh binar asri di wajah
Bab 221:Ibu Polwan Juga Manusia Siang hari yang dibayang-bayangi oleh mendung. Matahari seakan tengah bergurau dengan sesekali mengerling dari balik awan.Karin membelokkan mobilnya ke kiri, memasuki sebuah jalan kecil dengan aspal yang tergolong bagus. Jalan Bunga Tanjung, ya, inilah tujuannya sekarang.Kebetulan sekali hari ini Karin sedang tidak ada pekerjaan di kantornya. Sebuah kasus yang sedang ia tangani bersama timnya ternyata mandeg, menunggu data pembanding yang kini sedang dikumpulkan oleh Briptu Ujang, rekannya di Unit I Renakta. Karin tak sabar untuk menemui Aje. Mencari timing yang tepat, semakin ditunggu malah semakin rindu, dan ia semakin tersiksa denga segala beban perasaan di hatinya ini.Ia telah mengambil keputusan, langsung saja ia menemui driver ojek yang telah membuatnya jatuh cinta itu di warung kopi Bang Fahmi.Akan hal nanti, jika suasananya t
Bab 222:Rumah Kosong SEMENTARA ITU..,Cuaca sedang bersahabat pada Aje yang menyusuri jalan sebuah komplek perumahan dengan sepeda motornya. Ia sedang menuju alamat seseorang yang telah memesan order Ayo-Send, yaitu jasa antar kirim barang.Namun, ada yang aneh di sini. Aje sudah sampai pada ujung jalan komplek, tetapi ia tidak menemukan alamat seperti yang tertera pada aplikasi.Aje menghentikan motornya, lalu celingukan ke kanan dan ke kiri. Ia mencermati dua ruas jalan yang berbeda dan mengira-ngira di mana letaknya alamat tujuan.“Mungkin, alamat ini berada di sana,” pikir Aje.“Di blok yang sebelah lagi.”Bisa saja, kemungkinan itu selalu ada. Toh ia juga sering mengalami kejadian yang seperti ini, yaitu titik pengantaran atau penjemputan yang tidak akurat. Dan biasanya itu ia alami dari pengorder yang perempuan.Ya, ya, Aje paham,
Bab 223:Pembalasan Dari Monalisa Aje mulai sadar bahwa ada yang tidak beres di sini. Karena ternyata, di dalam mobil itu ada dua lelaki lain yang sepertinya memang tengah siaga untuk hal-hal yang genting atau darurat.“Apa maksudnya ini?” Tanya Aje serentak mundur.“Cepat masuk!” Lelaki gondrong mulai bersikap kasar.“Kenapa saya harus masuk kalau cuma untuk menerima ongkos paket saja?”“Pokoknya masuk saja dulu, biar saya kasih uangnya.”Tiba-tiba, entah dari mana datangnya, ada seseorang lain yang menangkap tangan Aje, lalu dengan sigap menelikungnya ke belakang.Paket di tangan Aje pun terlepas. Bersamaan dengan itu Aje didorong paksa masuk ke dalam mobil.Aje terkesiap, namun juga terlambat untuk bereaksi atau melawan.“Siapa kalian?!” Bentak Aje yang seketika marah.Belum lagi mendapat jawaban, seo
Bab 224:Suntikan Energi Sampai di rumahnya, Karin segera memasuki kamar dan membanting tubuh ke atas ranjang.Brug!Entah mengapa ia merasakan kegelisahan yang teramat sangat sejak ia pulang dari warung kopi Bang Fahmi tadi.Apa karena semata-mata ia tidak berhasil menemui Aje? Apa karena hatinya yang terbelit dengan rasa rindu? Juga cinta? Dirantai pula dengan rasa bersalah? Digelangi juga dengan perasaan berdosa pada Tiara?Tanpa sadar, sang Srikandi ini menangis. Ia terisak-isak di tangkupan bantal yang menenggelamkan wajahnya.Nalurinya sebagai wanita membuat ia begitu cengeng sekarang. Rasa kasihnya yang ingin menjadi seorang ibu juga membuat ia merasa begitu rapuh.Sekejap kemudian ia bangkit, lalu duduk di tepi ranjang. Isak-isakan masih menganggunya ketika menarik nafas yang dalam.Sebuah tiupan misterius dari sisi kiri menyentuh jiwanya. Serentak ia menoleh, me
Bab 225:Tilang Cinta Priiiiiitt..!Mendengar suara tiupan peluit itu sontak saja Hekal merasa lemas. Telak sekali. Ia sudah tidak bisa menghindar dari razia lalu lintas ini.“Apa pula ini?” Keluhnya dalam hati.Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin ia tidak melihat bahwa di depannya sedang ada razia? Dengan banyak polisi yang bersiaga dan banyak pengendara yang berhenti?Bahkan plang penunjuknya saja barusan Hekal lewati di sisi kiri jalan tadi, berbunyi; “Maaf Perjalanan Anda Terganggu, Razia Polisi”.Ah, ini pasti karena sejak tadi ia terlalu asyik melamun.Seorang polisi pria yang meniupkan peluit ke arahnya tadi segera mencegat Hekal, memberi isyarat agar ia menepi.Sempat terlintas di benak Hekal untuk kabur saja, tancap gas, dan berharap tidak ada satu personel polisi pun yang akan mengejarnya. Ia rasa masih memiliki nyali sebagai mantan joki b
Bab 226:Lihat Jangan Lihat Karena kesal pasca mendapat tilang itu, Hekal selalu me-reject setiap panggilan Olive. Ia juga tidak pernah membalas pesan yang dikirimkan si Polwan judes itu.“Awas kamu nanti, Liv.” Itu adalah ancaman Hekal yang ia buktikan dengan cara tidak menerima komunikasi, baik itu melalui telepon atau pun lewat aplikasi perpesanan.“Hekal.., kamu sudah makan siang?” Begitu isi pesan Olive pada siang hari, beberapa jam setelah insiden ‘tilang cinta’ itu.Hekal hanya membaca, tapi tak membalas. Ia merasa aneh saja. Bunyi pertanyaan Olive ini mengesankan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa antara mereka berdua.Seakan-akan Olive tidak pernah menilang Hekal hingga membuatnya harus menjalani persidangan dan pastinya akan membayar denda pula.“Makan bareng yuk? Di restoran Padang yang dekat alun-alun,” kata Olive lagi dala
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma