Share

Bab 3

Penulis: Lashinzou
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-11 16:46:03

Panas matahari yang menyengat hari ini membuat keringat membasahi peluh Xaviera setelah tiga jam berada di ruang auditorium tanpa pendingin ataupun kipas angin.

Aletta memberikan pelukan terima kasih karena Xaviera mau menemaninya. Sebenarnya Aletta mampu mengendalikan semuanya seorang diri, hanya saja ia tidak seberani Xaviera saat melawan adik tingkat yang sedikit kurang ajar.

Bagi Xaviera, mereka adalah remaja yang baru saja tumbuh dewasa dan tentunya baru mengenal dunia perkuliahan. Dengan sikap keras dan tegas Xaviera, setidaknya membuat suasana terkendali dengan baik.

“Kerja bagus,” ujar Aletta memberikan satu kaleng minuman dingin padanya. Xaviera tersenyum hangat dan meminum beberapa tegukan.

“Kau tahu, menjadi asisten dosen tidak semudah yang dibayangkan,” ia melenguh pelan, menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya yang bertumpu di meja kantin.

Memang benar, tidak ada yang mudah dalam melakukan segala sesuatu. Apalagi hanya mengeluh seperti yang baru saja Aletta lakukan.

“Jangan terlalu dipikirkan, ini sudah berlalu.”

Xaviera menguatkan dan menyembunyikan rasa lelahnya terhadap Aletta. Ketika mereka sedang asik bercengkrama, tiba-tiba terdengar teriakan seseorang di seberang.

“Aku akan kembali ke kelas, kau jangan lupa menaruh semua laporan di meja dosen ya, ra” ujarnya yang langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Xaviera.

Nayra, Chloe, dan Jovanka bertanya dalam sorot mata yang tajam. Xaviera mengangkat kedua bahunya, agar mereka tidak perlu melanjutkan keingintahuan yang tidak penting ini.

“Aletta memanfaatkanmu lagi?” suara yang terdengar sinis itu memecah keheningan.

“Mau sampai kapan dia terus mengandalkanmu?” kalimat Chloe membuat Xaviera menghembuskan napas panjang.

Chloe tidak membenci Aletta, hanya saja ia masih tidak suka dengan sikapnya terhadap Xaviera dulu.

Bagaimana tidak, karena kecantikan yang Xaviera miliki, ia bahkan menuduhnya memiliki hubungan dengan Mr. Grey selaku dekan Fakultas yang masih melajang.

Hal itu ia lakukan karena rasa cemburu. Ia menyukai Mr. Grey tetapi perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan. Skandal itu menyebar cepat, menjadi tranding topic dan membuat heboh satu kampus dalam kurun waktu yang cukup lama.

"Aletta sudah meminta maaf. Jangan diungkit masa lalu,”

"Tetapi dia ular ra,” Chloe membela diri sambil memasukkan croissant ke dalam mulutnya.

“Kalau dia ular, bukankah tinggal kita kasih dia garam untuk mengusirnya?”

kali ini Jovanka angkat bicara. Memang ia akui, ia bangga memiliki sahabat yang sama gila seperti dirinya.

Xaviera memang bersahabat dengan mereka sejak pertama masuk kuliah. Pertemuan tidak sengaja saat ospek, membuat kedekatan mereka seerat lem dan perangko.

Mereka memang berbeda jurusan. Jovanka dan Chloe dari jurusan hukum, Nayra dari jurusan ekonomi, dan ia dari jurusan seni dan sastra.

Meskipun berbeda jurusan, mereka berdua selalu kompak dan menyempatkan waktu berkumpul bersama di tengah kesibukan tugas kuliah masing-masing.

"Kita cabik-cabik lalu potong tubuhnya menjadi beberapa bagian,” kali ini Nayra terlihat serius sambil menggenggam pisau mangundang gelak tawa.

Xaviera tidak mampu menahannya, jadi ia ikut tertawa lagi, jenis tawa yang setengah gembira dan setengah merana. Mungkin karena lelah lebih mendominasi dirinya.

“Kedengarannya sesuatu yang menarik,” Xaviera menambahkan dengan senyum jahil yang menyungging di bibirnya.

****

Urusannya di kampus hari ini telah selesai, saatnya ia pulang. Sambil menunggu sahabatnya keluar ruangan mereka masing-masing, Xaviera menunggu di parkiran dan meneduh di bawah pohon rindang yang ada di sana.

Pandangannya bergerak ke sana kemari memandangi teman-teman kampusnya yang juga bersiap untuk pulang.

“Murung banget wajahnya,”

Seorang laki-laki datang menghampiri sambil menempelkan satu kaleng minuman bersoda yang dingin ke pipi Xaviera.

“Ouch, dingin!” pekik Xaviera kaget. Laki-laki itu tertawa kemudian mencoba duduk di sebalahnya.

Namanya Jeffran Marchel Bagaskara.

Ia adalah salah satu orang pertama yang mengajaknya berkenalan dan pas sekali, satu jurusan dengannya. Perawakannya tinggi semampai dengan bola mata berwarna coklat. Bisa dibilang bahwa Jefrran ini adalah laki-laki paling tampan di jurusan seni dan sastra.

Ia berbanding terbalik dengan ciri khas anak sastra yang memiliki rambut panjang sebahu atau rambut ikal yang diikat. Rambut model Relaxed Quiff yang lebih menonjolkan dahi yang lebar, terkesan elegan dan menambah aura ketampanan Jeffran. Tentu saja, ia menjadi incaran para gadis dari jurusan lain.

“Belum pulang?” Jeffran membuka kaleng minuman dingin itu, kemudian diberikannya kepada Xaviera.

“Kalau masih di sini, berarti belum pulang ‘kan?”

Xaviera meneguk minuman itu beberapa tegukan. Mereka masih tidak menyadari bahwa Jovanka, Chloe, dan Nayra sudah berjalan mendekat dari arah belakang.

“Mau pulang bareng?” ajakan Jeffran berhasil membuat Jovanka mengetuk kepala laki-laki itu dengan buku di genggamannya. Alhasil, membuat Jeffran kaget dan mengeluh kesakitan.

“Nggak usah cari kesempatan dalam kesempitan,”

Sebenarnya semua orang tahu, bahwa Jeffran berhubungan baik dengan Xaviera meski setiap kali bertemu, selalu saja bertengkar untuk hal kecil seperti kartun tom and jerry.

“Hanya mengajaknya pulang jo, that’s it.”

“Bilang aja sekalian modus, ‘kan?” kali ini Nayra angkat bicara

“Emang ya, playboy kampus modusnya beda,” Chloe tak mau kalah.

Jika dalam situasi seperti ini, Jeffran tidak bisa apa-apa. Ia lebih baik diam daripada harus berdebat dengan tiga nenek lampir.

“Sudah, jangan berantem. Seperti anak kecil saja kalian ini.”

Xaviera mencoba melerai pertengkaran sengit yang hampir saja terjadi. Dari kejauhan, terdengar suara klakson motor Kawasaki Ninja H2R dari teman-teman Jeffran.

“Yakin, nggak mau pulang bareng?”

Jeffran mencoba kembali mengajak Xaviera. Melihat tatapan tajam dari sahabatnya, ia menggeleng pelan.

“Ya sudah, aku pulang duluan ya, bye nenek lampir!” ledek Jeffran puas sambil menjulurkan lidahnya.

“JEFFRAN!” pekik mereka bersamaan karena sudah berhasil dibuat naik pitam oleh Jeffran.

"Suka heran deh, kenapa semua perempuan di kampus ini suka sama dia? Apa yang bisa dibanggakan coba?" Chloe menggerutu seperti anak kecil, membuat Xaviera terkekeh geli.

"Tampan dan kaya, mungkin?"

"Excuse me?" Nayra sukses mengernyitkan kedua alis tipisnya, membuat Xaviera kini benar-benar tertawa lepas. 

Bab terkait

  • AMORIST   Bab 4

    Sepuluh rapat telah ia ikuti hari ini. Beberapa pengajuan proposal pun ia tolak karena belum ada kematangan dalam menjalankan proyek yang mereka ajukan.Hal itu membuat Revan sedikit emosi atas ketidakbecusan sekretarisnya dalam menyortir dokumen yang masuk.Revan bangkit tak acuh dari kursi malasnya lalu menuju meja kerja. Tubuh laki-laki itu dihempaskan ke kursi putar bersandaran tinggi yang empuk. Mata hitamnya berkilat memerintahkan sekretarisnya untuk segera keluar dari ruangannya.Perempuan itu membungkuk memberi hormat sebelum membuka pintu dan mempersilakan Sean masuk dengan setelan jas biru navy untuk masuk ke dalam. Sang sekretaris mengangguk sopan dan bergegas meninggalkan ruangan.“Ada masalah lagi, tuan?”Revan tak menjawab pertanyaan itu. Ia memijat pelan kepalanya karena merasa pusing. Mungkin efek semalam atau akibat terlalu stress karena hari ini.Meskipun ia bersenang-senang sampai pagi, ketika di kantor ia teta

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • AMORIST   Bab 5

    “Bagaimana film rekomendasiku?” Chloe membanggakan dirinya setelah mengajak teman-temannya menonton film kesukaannya di biskop.“Not bad,” Jovanka menjawab pelan sambil memakan sisa popcorn di tangannya.“Nay, kamu nggak papa kan?” panik Xaviera melihat sahabatnya yang diam dan berjalan seperti mayat hidup dengan mata merah dan membengkak.Chloe dan Jovanka reflex menoleh. Sesaat kemudian, mereka berdua tertawa lepas membuat beberapa pengunjung mall melihat mereka.Nayra ini adalah gadis yang memiliki sentimental paling tinggi. Tidak heran, hanya dengan melihat kucing yang sedang diam di pinggir jalan saja, mampu membuatnya menangis dalam dua jam.“Sudah Nay, itu hanya film” Chloe mencoba menenangkan.“Tapi tetap saja, disitu tertulis based on true story, buta kalian, hah?” kali ini Nayra meninggikan nada bicaranya.Tawa Chloe dan Jovanka kini sudah meledak.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • AMORIST   Bab 6

    Bus yang di naiki Xaviera berjalan pelan membelah jalanan malam yang sedikit macet. Hujan datang tiba-tiba ketika langit mulai gelap.Tetesan air hujan semakin deras dengan suara gemuruh yang bergetar. Begitu juga kilatan cahaya terang benderang yang datang sesekali.Xaviera mengeratkan cardigan tipisnya agar angin tidak terlalu masuk untuk menembus tulang-tulangnya. Pandangan kota dengan gemerlap lampu terlihat remang-remang di balik kaca mobil yang sedikit berembun.Mengingat kejadian tadi membuatnya tertawa kecil. Jika dibayangkan lagi, sikapnya tadi sedikit ceroboh. Jiwa simpatinya terlampau tinggi tanpa memperdulikan bahwa jika ia tidak berhati-hati maka dirinya dan juga bayi itu berada dalam bahaya.Pikirannya kemudian teralihkan kepada laki-laki tampan yang baru saja ia temui tadi.Ketampanan yang ia pancar menjadi daya tarik sendiri. Tampan dengan usia yang matang, dan dari sorot matanya terlihat bahwa ia bukanlah sembarangan orang.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • AMORIST   Bab 7

    Revan menatap pembantunya yang kini sedang berlutut sambil menangis tersedu. Ia tetap berdiri dengan tenang karena anaknya sedang tertidur di pelukannya.“Maafkan saya tuan, saya—”“Mau sampai kapan pun kamu meminta maaf, tidak akan saya maafkan!” tatapannya kini mengintimidasi.Semua pembantunya yang melihat kejadian itu, berpura-pura tidak tahu dan menghindar. Karena mereka takut akan menjadi incaran Revan selanjutnya.“Hiks, tolong jangan pecat saya tuan,”“Kalau memecahkan piring di rumah ini, saya maafkan. Tetapi, kamu hampir saja membuat nyawa anak saya diambang kematian dan itu tidak bisa saya maafkan!”“Saya tidak sengaja tuan, saya tadi—”“Apakah kau mengatakan hal itu karena saya tidak mengetahui apa yang kamu lakukan?! Kau sibuk bermesraan dengan kekasih barumu dan melupakan tugasmu. Apakah kau masih mengelak?”Mata perempuan di hadap

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • AMORIST   Bab 8

    Mobilnya berhenti di apartemen mewah milik Liam tepat pukul sepuluh. Revan tahu karena ia telah memperhitungkan waktunya dengan sempurna. Untuk satu alasan, ia harus memberitahu Liam bahwa ia meminta bantuan kepadanya.Ketika berjalan di lorong apartemen, ia melihat seorang wanita dengan penampilan acak-acakan dan lipstik di bibirnya yang sudah pudar. Revan menghembuskan napas pelan.Pasti, ia berulah lagi.“Siapa perempuan itu?”Suara baritonnya berhasil membuat gelas yang berada di tangan Liam terjatuh ke lantai karena kaget.Ia kaget terlebih karena melihat Revan tengah berdiri diambang pintu dengan seorang bayi yang di gendong di depan dan beberapa perlengkapan bayi di tas yang ia pegang di tangan kanan dan kirinya. Sudah persis seperti ibu-ibu yang kerepotan membawa anak ketika keluar rumah.“Bisakah kau tidak mengagetkanku?!” ujarnya sambil mengelus dadanya pelan, mencoba mengatur detak jantungnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • AMORIST   Bab 9

    Perpustakaan saat jam makan siang sangat ramai dan penuh dengan kerumunan mahasiswa serta dosen. Xaviera menyapukan pandangan ke seluruh perpustakaan yang penuh. Tangannya mengetik tugas mata kuliah jurnalistik sambil memikirkan referensi apa yang akan ia pakai.Mata kuliah ini tidak semudah yang ia bayangkan, apalagi saat ada dosen yang menjelaskan dengan nama istilah yang tentu saja tidak ia mengerti. Tetapi setidaknya jurusannya tidak sesulit jurusan hukum di mana hampir seminggu sekali ada diskusi. Hari ini, ia sedang tidak bersama dengan sahabatnya. Dia sibuk mengerjakan tugas sebelum ujian akhir semester dua minggu ke depan. Inilah, risiko memiliki sahabat berbeda jurusan.“Ra, kamu mencatat semua materinya? Sepertinya catatanku hilang,” kata Ayra teman sekelasnya yang sama-sama sedang sibuk membuat esai.Xaviera langsung menyerahkan buku catatannya tanpa mengalihkan pandangan dari layar leptop.“Ada di halaman tengah menu

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-21
  • AMORIST   Bab 10

    “YA AMPUN! APA-APAAN INI!”Revan yang berdiri di depan pintu apartemen Liam terkejut. Apartemen Liam kini sangat berantakan. Ia bahkan tidak tahu kata apa yang pantas untuk menggambarkan suasana saat ini.“Lihatlah nak, ayahmu sudah pulang,” Gabriel sedang menggendong Abian dengan santai, sudah seperti seorang istri yang menyambut suaminya pulang. Abian menatap ayahnya yang baru pulang dengan tatapan sendu dan sudut bibir yang sedikit terangkat.Volka, Adrian, David terlihat tertekan dan terkulai lemas di atas tumpukan mainan bayi. Revan melangkah masuk ke dalam apartemen, berjalan sedikit menjinjit menghindari untuk menginjak mainan yang berceceran kemudian meraih Abian dari Gabriel.“Apa-apaan kalian ini? Mengapa banyak sekali mainan di sini?”Revan bertanya dengan penuh selidik. Menatap satu-satu sahabatnya yang terlihat lelah mengurus Abian, anaknya. Ia tidak habis pikir akan menjadi seperti ini.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-21
  • AMORIST   Bab 11

    “Adrian stop! Where are you going?” “I said stop Mr. Anderson!” ucapannya kali ini menghentikan langkah kaki Adrian. Saat ini ia sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Adrian menoleh, menatap Gabriel yang masih terengah-engah.“What? You want to hit me up, huh?”“Listen, I know you’re so mad, but you have to understand the situation. Revansedang lelah dan kau membahas hal yang sudah dilarang untuk dibicarakan oleh kita semua.”“Aku mengatakan hal itu, karena aku tidak ingin Revan seperti ini,”“I know, you reason that make sense but this is not a good time, Adrian.”Adrian menarik napasnya panjang. Gabriel sungguh memahami perasaan Adrian saat ini, ia tahu bahwa Adrian ingin memberikan yang terbaik buat Revan sama seperti yang lainnya.Ia menepuk pelan punggung Adrian, kemudian mengajaknya k

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-21

Bab terbaru

  • AMORIST   Bab 19

    “Apakah kau baik-baik saja?” Jovanka khawatir dengan Xaviera saat ini. Ia seperti mayat hidup dengan jalan yang kelimpungan tanpa ekspresi. Ia semakin takut ketika dilontarkan pertanyaan, Xaviera hanya menoleh, menatapnya dalam diam kemudian fokusnya kembali ke depan. Sedangkan fokus Xaviera kini telah terbagi. Ia juga mengakui bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Ia baru saja seperti terkena serangan bom dahsyat yang benar-benar membuatnya tidak berdaya, lemas lunglai dan mempengaruhi gangguan kejiwaan. Ia masih bertanya-tanya, mengapa ada orang setampan itu? Postur tubuh yang sesuai dengan angan-angan semua perempuan. Ia seperti karakter fiksi yng baru saja keluar dari buku kemudian berada di hadapannya. Segala hal yang ada di tubuhnya terlihat pas dan sempurna dimulai dari rambut, dahi, alis, mata, hidung, dan bibirnya. Perfect. Belum lagi dengan balutan kaos hitam polos membuatnya terbius dalam beberapa saat. Memang benar

  • AMORIST    Bab 18

    Setelah berlari tiga putaran, Xaviera menyerah. Ia duduk di salah satu bangku di sana karena perasaan lelah yang lebih mendominasi. Sembari menunggu lelahnya sedikit berkurang, ia memperhatikan orang-orang yang sedang berlari dihadapannya. Semua manusia dari berbagai kalangan berolahraga di sini. Mulai dari yang muda sampai yang sudah tidak muda lagi. Ada yang bersama pasangan mereka atau bahkan bersama dengan keluarga. Di sisi sebelah kiri, ada beberapa ibu-ibu muda yang sedang mengikuti instruksi dari pelatih zumba yang musiknya menambah semangat ketika berlari. Sedangkan suami mereka, sibuk duduk dan makan-makanan yang terjaja di sekitar taman sambil mengasuh anak-anak. Xaviera tersenyum melihat interaksi yang hangat antara ayah dan anak-anaknya itu. Notifikasi masuk di ponselnya, tertera pesan dari Jovanka yang mengirimnya pesan bahwa dirinya sudah menunggu di mobil padahal ia tidak memintanya untuk datang. Sahabatnya itu benar-benar tidak bisa ditebak. D

  • AMORIST   Bab 17

    “Mengapa kau lama sekali?” Revan angkat bicara ketika melihat Liam yang berjalan ke arahnya sambil membawa dua botol mineral. Liam yang masih kesal hanya terdiam kemudian menyerahkan salah satu minuman itu dari tangannya. Revan meraihnya kemudian meneguk beberapa tegukan. “Kau kenapa? Mengapa rambutmu berantakan?” tanya Revan setelah beberapa saat mereka hanya terdiam dalam kebisuan. “Aku habis berkelahi,” Liam berujar pelan. Kepalanya menunduk dan meremas botol air mineral di tangannya. “Berkelahi? Dengan siapa?” Revan bertanya dengan keheranan. Pasalnya, ia sudah menyuruh Sean untuk memeriksa tempat ini sebelumnya, agar musuh-musuhnya di bidang bisnis atau apapun itu tidak tahu kehadirannya di sini. Tetapi, mengapa dan dengan siapa sahabatnya itu berkelahi sampai rambutnya acak-acakan? “Tentu saja dengan wanita gila.” “Wanita?” Liam mengangguk sambil membenarkan rambutnya yang sedikit kusut. Revan tertawa ketika mengetahui sa

  • AMORIST   Bab 16

    Pedagang kaki lima memenuhi area sekitar taman kota. Mereka menjajakan makanan beraneka ragam. Beberapa orang ada yang sampai mengantri untuk membeli makanan tersebut. Sebenarnya Liam ingin juga mencoba makanan yang berada di pinggir jalan, namun rasa takut dan tingkat waspada terhadap makanan yang belum dicobanya lebih tinggi. Ia memang dikenal sebagai seseorang yang sangat memperhatikan kesehatan.Untuk sampai di salah satu toko toserba di sana, ia harus menyebrang jalan dan berjalan sedikit berdesakan dengan beberapa orang yang juga melewati jalanan tersebut. Liam menggerutu kesal karena menawarkan diri ikut bersama dengan Revan.Awalnya ia pikir akan berolahraga di tempat biasa, tetapi ternyata dugaannya salah besar. Entah terkena apa kepala sahabatnya itu, sampai memutuskan untuk berolahraga di taman kota. Dan ya, ini mungkin menjadi pengalaman pertama kali baginya.Ia mengambil dua botol air mineral dari lemari pendingin dan memberikannya kepada kasir.

  • AMORIST   Bab 15

    Cahaya mentari yang hangat menghipnotis manusia untuk bangkit dari tidurnya. Melakukan kegiatan dan rutinitas seperti biasa untuk menjalani hari dengan penuh semangat. Beberapa manusia terlihat sudah bekerja bahkan sebelum mentari menampakkan dirinya.Pagi ini Revan bangun dari tidurnya kemudian menyeduh kopi hitam saschet yang berada di atas meja makan. Suasana pagi yang dingin dengan aroma kopi hitam yang pekat, benar-benar kolaborasi yang sempurna. Ia meraih ponsel dan mengetik beberapa pesan kepada Sean di sana. Karena udara yang nyaman untuk olahraga, ia menghubungi Sean untuk datang terlambat ke kantor.“Kau mau kemana, berpakaian seperti itu?” Gabriel memekik, kali ini pekikannya benar-benar memekakkan telinga. David dan Volka sudah kembali ke mansion dan apartemennya masing-masing.Mereka hanya menemani selama dua hari, karena ada pekerjaan yang harus mereka selesaikan. Sedangkan Gabriel, karena ada urusan dekat dengan aparteme

  • AMORIST   Bab 14

    Setelah menghabiskan waktu dari sore hingga menjelang malam untuk sekadar keliling kota dan berada di motor dengan kecepatan yang rendah, Xaviera menemani Jeffran pergi ke sebuah taman kota yang berada tepat di samping sungai yang luas dengan jembatan yang selalu meriah dengan lampu tatkala malam bertandang.Jeffran memakirkan sepeda motornya dan mereka berdua berjalan bersama mencari tempat yang lebih leluasa untuk berbicara diantara ramainya lalu lalang orang yang memenuhi tempat itu. Jeffran menyilangkan kaki di tanah, sambil memandangi Xaviera dari seberang. Angin sore menampar lembut pipi Xaviera dan mengibaskan beberapa anak rambut yang menimbulkan suara berdesir di telinganya.Dalam cahaya matahari senja, garis lekuk di wajah tampan Jeffran terlihat semakin menawan. “Apa yang sedang kau lakukan?” selembut yang ia bisa, ia mengatakan kepada Jeffran tentang perasaan canggung yang terjadi antara mereka berdua. Bagaimana tidak, jika seharusnya laki

  • AMORIST   Bab 13

    Hari ini cuaca sedikit berawan, mungkin saja sebentar lagi akan turun hujan. Suasana seperti ini sangat cocok untuk dinikmati di rumah sambil tiduran, menonton netflix dan memakan beberapa cemilan atau mendengarkan alunan suara gerimis pelan sembari bersembunyi di balik selimut tebal. Membayangkannya saja sudah mampu membuatnya tidak fokus dengan materi perkuliahan.Ahh, rasanya sangat mengantuk.Xaviera beberapa kali mencuri kesempatan membuka permen kopi untuk melawan kantuknya, namun hal itu tidak mempan ketika dosen berbicara seperti membacakan cerita dongeng untuknya.Jeffran menopang dagu menatap Xaviera dari kejauhan. Ia beberapa kali tersenyum ketika melihat perempuan itu dengan ekspresi mengantuk namun tetap berusaha memperhatikan dosen. Tingkahnya benar-benar menggemaskan.Ingin rasanya ia berada di dekatnya, kemudian memberikan bahunya yang lebar. Namun, karena urusannya dengan salah satu mahasiswi dari fakultas kedokteran yang baru sa

  • AMORIST   Bab 12

    Begitu tiba di depan gedung apartemen Liam, Gabriel langsung meletakkan mobilnya di parkiran. Dia mendongakkan kepala mendapati lift berjalan pelan hingga dentingan terdengar sebagai tanda bahwa ia telah sampai ke lantai yang dituju. Tanpa menunggu waktu lama, ia berjalan menuju apartemen Liam yang berjarak empat kamar sebelah kanan dari lift. Pintu apartemen terbuka. Gabriel menelisik keadaan di sekitar dan memastikan bahwa semua sudah dalam keadaan seperti semula. “Bagaimana Adrian?” celetuk Volka yang datang menghampiri Gabriel dengan raut wajah khawatir. Ia sangat mengenal laki-laki berambut blonde itu ketika marah. Adrian ketika marah seperti dewa Hades yang siap melahap dengan kobaran si jago merah yang panas. Tentu saja, Adrian bukan sosok yang mudah dikendalikan tetapi, ia tidak tahu apakah Gabriel mampu menenangkan Adrian atau membuat suasana semakin kacau. “Tenang saja, ia sudah aku kendalikan,” Gabriel tersenyum bangga membuat kelegaan terasa

  • AMORIST   Bab 11

    “Adrian stop! Where are you going?” “I said stop Mr. Anderson!” ucapannya kali ini menghentikan langkah kaki Adrian. Saat ini ia sudah seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Adrian menoleh, menatap Gabriel yang masih terengah-engah.“What? You want to hit me up, huh?”“Listen, I know you’re so mad, but you have to understand the situation. Revansedang lelah dan kau membahas hal yang sudah dilarang untuk dibicarakan oleh kita semua.”“Aku mengatakan hal itu, karena aku tidak ingin Revan seperti ini,”“I know, you reason that make sense but this is not a good time, Adrian.”Adrian menarik napasnya panjang. Gabriel sungguh memahami perasaan Adrian saat ini, ia tahu bahwa Adrian ingin memberikan yang terbaik buat Revan sama seperti yang lainnya.Ia menepuk pelan punggung Adrian, kemudian mengajaknya k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status