Sudah dari jam tiga sore Darell menunggu di parkiran Indoseret. Berharap dia melihat Elaine pulang ke kosannya. Laki-laki itu sangat panik, tapi dia tidak tahu harus ke mana. Jadi yang bisa dilakukan sekarang adalah menunggu Elaine.
Jam digital pada mobil Darell sudah menunjukkan pukul enam sore. Berarti sudah tiga jam dia menunggu Elaine di sana. Darell memijit keningnya, dia sedikit merasa pusing. Jujur saja dia belum makan berat sedari pagi. Rasanya tak tenang untuk makan, jika dia belum menemukan Elaine.
TING.
Ponsel Darell berbunyi dan menampilkan notifikasi dari Grace. Buru-buru dia meraih ponselnya yang disimpan di atas dashboard mobil.
Grace: Elaine aman, kok. Dia bakal balik ke kosan. Gak usah khawatir lagi. Thanks udah mengkhawatirkan sahabat gue. Thanks juga sudah kabari gue tentang kondisi Elaine.
Darell menarik sudut bibirnya, lalu dia menghela napas lega. Ah, akhirnya dia mendapatkan kabar tentang Ela
“Hutang lo sama Soraya biar gue yang bayar. Besok gue yang urus, lo diem aja,” ucap Darell.UHUK. UHUK.Saking terkejutnya, Elaine sampai tersedak makanannya sendiri. “Dari mana lo tahu itu?” tanya Elaine panik.Elaine sebenarnya tak ingin Darell tahu masalah ini alasannya karena Soraya adalah mantan Darell. Walau mungkin ini tidak ada hubungannya sama Darell, Elaine khawatir malah akan menimbulkan masalah baru. Kalau berurusan dengan mantan itu memang sedikit memusingkan.“Kenapa sih nggak ngomong aja? Gue kan pernah bilang sama lo, apa pun yang lo pengin pasti gue kabulkan. Toh itu benefit lo. Bebal banget jadi anak,” ungkap Darell.“Jujur aja gue nggak enak dan gue nggak mau ketergantungan sama lo.”“Bagus dong kalau lo ketergantungan sama gue,” timpal Darell.“Hah?” Elaine bingung. “Kok bagus sih?” tanya Elaine.“Iya biar sama. Karena
“Lo pasti bilang sama Darell tentang masalah gue sama Kak Soraya kan, Ven?” tanya Elaine pada Veni yang sedang rebahan di kasur milik Elaine.Sepulang kuliah, Veni ingin mengunjungi kos Elaine. Katanya ingin menemani gadis itu plus mendengar cerita Elaine kemarin. Tapi gadis itu malah rebahan di kasur milik Elaine. Sedangkan si tuan rumah duduk di karpet miliknya. .Veni menganggukan kepalanya setelah mendapatkan pertanyaan itu dari Elaine. Lalu dia memiringkan badannya, menghadap ke arah Elaine. Menopang kepala oleh tangan kanannya.“Lagian lo tuh so-soan nggak denger saran gue. Terus kejebak gitu sama si Bisma sialan! Kualat lo gak denger apa kata Veni,” ucap gadis itu.“Ya kan gue gak mau ngerepotin Darell. Lagian siapa gue, minjem-minjem duit sama Darell?” bela Elaine.“Ah! Lo suka pura-pura. Gue tahu kalian tuh sebenernya ada something. Tapi kagak mau cerita aja sama gue,” sindir Veni.Dar
Pak Dzul baru saja menutup perkuliahan kali ini. Beliau langsung meninggalkan ruang kelas. Beberapa mahasiswa ada yang langsung mengikuti Pak Dzul keluar dari ruang kelas. Namun ada beberapa yang masih diam di dalam kelas.Elaine sedang sibuk merapikan barangnya, dia masukan buku dan alat tulis menulis lainnya ke dalam tas. Kemudian seseorang memanggilnya dari arah pintu kelas.“Elaine, Kak Bisma nyariin lo, nih!” panggil Dimas teman sekelas Elaine.Elaine langsung menoleh. Mendengar nama Bisma entah kenapa hatinya terasa kesal. Mau apa laki-laki itu menemui Elaine? Malas rasanya untuk bertemu dengan Bisma.“Wait, gue ikut!” kata Veni yang menahan tangan Elaine ketika dia berusaha beranjak dari kursinya.Veni ingin menjaga Elaine, kalau saja nanti Bisma berlaku kasar pada sahabatnya. Gadis itu melirikkan matanya pada Darell. Mengajaknyauntuk menemeni Elaine. Namun Darell menggelengkan kepalanya, dia tak ingin ikut. Sekarang
“Ayok makan!” ajak Elaine sambil tersenyum.Darell menoleh ke arah Elaine dengan tatapan canggung. Kemudian dia tersenyum dan duduk di depan Elaine.Gadis itu memerhatikan ekspresi wajah laki-laki yang ada di depannya. Sepertinya laki-laki itu terlihat sangat canggung.‘Apa Darell nggak suka sama makanan ini ya? Tapi tadi dia bilang kalau suka pasta,” batin Elaine.“Mmm … Gue nggak tahu makanan favorit lo. Jadi gue masak makanan favorit gue. Siapa tahu selera kita sama,” ucap Elaine sambil melemparkan senyuman manis yang dia miliki.DEG.Darell terhenyak ketika mendengarkan kalimat yang baru saja terucap dari mulut Elaine. Entah kenapa … kata-kata itu mengingatkannya pada seorang perempuan, yang juga sangat menyukai makanan yang sekarang ada di depan Darell, fetuccini carbonara. Darell langsung mentap ke arah Elaine, dan dia melihat senyuman manis dari gadis itu.‘Shit! Kenapa ka
“Lo mau tinggal di sini?” Darell langsung terlonjak. Dia merasa sangat senang, akhirnya Elaine mau untuk tinggal bersamanya. Dia bisa bersama dengan Elaine mulai sekarang. Selain itu tentunya bisa menjaga Elaine dari laki-laki brengsek seperti Bisma.Elaine mendongak sambil mengangguk. “Iya, gue mau tinggal di sini. Sebagai balasan dari apa yang sudah lo kasih ke gue. Gue nggak bisa bayar pakai uang. Se-iyanya bisa, mungkin butuh bertahun-tahun,” jawab Elaine.“Gue nggak butuh duit. Duit mah banyak, yang gue butuhin cuman lo aja,” timpal Darell.Elaine tersenyum, dia senang ketika merasa dibutuhkan seperti ini. Walau dia tahu Darel hanya membutuhkannya sebagai pemuas nafsu belaka. Asal bersama Darell, Elaine merasa senang. Sepertinya Elaine sudah mulai suka pada laki-laki ini.“Besok kita bawa barang penting lo di kosan ya!” ajak Darell.“Iya,” sahut Elaine.***Keesokan hari
“Len, lo mau ikut?” tanya Darell yang baru saja keluar dari kamar mandi.Sudah tiga hari Elaine tinggal bersama Darell. Aktivitas Elaine tak lepas dari melayani Darell dalam bentuk apa pun. Tapi Elaine merasa sangat senang. Pada dasarnya, Elaine sangat nyaman ketika bersama Darell.“Kemana?” tanya Elaine pada Darell.“Tempat nongkrong bareng Kale dan Valen,” jawab Darell sambil mengenakan kaus di kamarnya.Elaine memajukan bibirnya. Dia sebenarnya ingin ikut bergabung, sudah lama juga dia tidak bertemu dengan Kale dan Valen. Tapi apa daya, tugasnya belum selesai, plus sekarang sedang masa ujian. Dan … dia ada janji lain.“Kenapa? Nggak bisa?” tanya Darell yang melihat ekspresi Elaine.Elaine mengangguk cepat. “Next time deh. Gue masih nugas sama besok ada ujian,” jawabnya cepat.“Ya udah. Kayaknya gue balik malem. Kunci aja, nanti gue buka dari luar,”
“Elaine? Ngapain lo di sini?” tanya laki-laki yang baru saja membukakan pintu apartemen Darell.Sontak Elaine seperti kepergok satpol PP. Matanya membelalak dan mulutnya menganga. Pasalnya yang baru saja membukakan pintu apartemen Darell adalah Valen.“Cepet masuk, woy! Berat bege!” kata Kale dari belakang. Ternyata laki-laki itu sedang membopong Darell yang … sepertinya pingsan.Valen langsung masuk ke dalam apartemen dan membantu Kale yang sedang terpogoh merangkul Darell. Bayangkan badan Kale itu agak kecil dan pendek —untuk ukuran laki-laki—, tapi dia harus menahan badan Darell yang jangkung dan lumayan berotot itu.“Eh, Darell kenapa?” tanya Elaine, dia langsung menghampiri mereka bertiga.“Mabuk, kebanyakan minum dia. Kita baringkan di kamarnya aja, ya,” ajak Valen. Lalu mereka langsung masuk ke kamar Darell dan membaringkan laki-laki yang sedang … entah pingsan atau te
Darell mencium aroma masakan yang sampai ke dalam kamarnya. Laki-laki itu mengerang dan mencoba membuka matanya perlahan. Pusing. Kepala Darell terasa pusing dan berat sekali. Dia mencoba mengingat kejadian semalam. Memorinya me-review kejadian di bar, dia mabuk dan … Darell tak ingat dengan kejadian setelah dia naik mobil.Darell memijit keningnya pelan, berharap rasa pusing di kepalanya itu sedikit reda. Beberapa detik kemudian perutnya berbunyi. Ah, semalam dia hanya menghabiskan waktu dengan minum. Perutnya ini belum di isi makanan sama sekali.Dengan langkah gontai, Darell berjalan keluar dari kamarnya. Laki-laki itu mendapati seorang gadis yang sedang memasak di dapur apartemennya. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan mengenakan celemek berwarna salem.“Len,” panggil Darell serak. Kerongkongannya kini terasa kering.Gadis itu menoleh. “Udah bangun? Minum dulu, udah gue siapin di atas meja,” tutur Elaine. Sepertinya
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh