Darell melangkahkan kakinya keluar dari fakultas. Rencananya dia akan nongkrong bareng Valen dan Kale. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti, ketika melihat seorang gadis yang tak asing di matanya sedang ditarik paksa oleh seorang laki-laki.
Darell memfokuskan matanya pada objek yang sedang dia pindai. Kemudian dia mendapati laki-laki yang menarik gadis itu adalah laki-laki yang beberapa hari lalu juga melakukan hal yang sama pada sang gadis. Merasa ada yang tidak beres, Darell mencoba mengikuti mereka. Entah kenapa cowok ini tiba-tiba ingin tahu dengan urusan orang lain. Intinya sih, ini perintah dari hatinya.
“Apa sih?” ucap sang gadis. Darell mengintip sepasang manusia yang tadi dia buntuti. Gadis itu terlihat sangat emosi pada sang laki-laki. Nada bicaranya sudah meninggi dari tadi.
“Jangan ke PD-an! Plis Tirta, gue udah nggak ada rasa sama lo lagi. Udah sana lo fokus sama Elsa. Bahagiakan dia, jangan sampe lo bikin dia sakit hati. Apa
Satu hari sebelumnya...Sepulang dari mengantar Elaine ke kosannya pasca membeli buku, Darell langsung pulang ke apartemennya. Karena lapar dia mencoba memasak makanan yang tersedia di kulkasnya. Tadi sepulang dari membeli buku, Elaine enggan untuk makan siang terlebih dahulu. Jadi terpaksa Darell juga menunda rasa laparnya.“Itu cewek kenapa sih? Random banget sumpah. Nggak pernah godain gue, tapi dia malah bilang ke orang lain kalau gue pacarnya?” ucap Darell disela-sela makan siangnya. Dia sedang bertanya pada dirinya sendiri.Kemudian dia teringat momen ketika gadis itu mengajaknya tidur. “Itu termasuk godain gue nggak sih?” gumamnya bingung. “Kayaknya iya. Tapi … kenapa dia bilang untuk nggak saling kenal kalau ketemu lagi. Itu cewek kenapa sih?” Lagi-lagi, Darell mulai penasaran dengan Elaine.Laki-laki itu mencoba menghabiskan makanan yang ada pada piringnya. Setelah itu dia meraih ponselnya untuk
Dengan sigap Darell meraih tangan Elaine. Gadis itu menundukkan pandangannya, enggan menatap mata coklat Darell.“Lo mau kemana? Pembicaraan kita belum selesai!” tegur Darell pada sang gadis.“Mau pulang,” jawabnya polos. Nada bicaranya mulai bergetar. Elaine merasa kesal sekaligus takut. Kenapa tiba-tiba laki-laki ini meminta hal yang sebenarnya tak bisa dilakukan oleh Elaine.Apa ini hukuman untuknya? Karena dia melakukan sebuah pelampiasan yang salah. Ah, benar ini adalah sebuh hukuman. Tuhan maafkan kesalahan Elaine. Dia hanya bisa merengek dalam hatinya.“Terus pembicaraan kita bagaimana?” tanya Darell dengan nada sedikit kecewa.Elaine hanya bisa mengigit bibirnya. Dia tidak mau jadi teman tidurnya Darell. Alasannya? Karena Elaine tak menyukai Darell. Malam itu Elaine hanya mencari sebuah pelampiasan yang sebenarnya salah.Jujur saat itu Elaine sedang kalut, dia tidak bisa berpikir jernih. Dalam hati
BIP.Ponsel Darell berbunyi. Dia langsung mengecek pesan yang baru saja masuk.From Elaine:Besok bisa ketemu? Ada yang mau gue omongin, perihal obrolan kita tempo hari.“Ck.” Darell berdecak kemudian dia menyeringai, senang. Tak butuh waktu satu minggu ternyata gadis itu sudah menghubunginya.“Kenapa lo senyum-senyum gitu? Di gombalin cewek lagi ya? Cewek mana sekarang?” tanya Kale pada sahabatnya. Di antara mereka bertiga, Darell lah yang ponselnya tak pernah sepi.“Nggak kok, bukan apa-apa,” elak Darell. Dia enggan menceritakan hal ini pada sahabatnya.“Btw, Valen. Kenapa lo nggak lanjut sama Grace? Kan doi tipe lo,” tanya Darell. Seingatnya dia belum pernah menanyakan hal ini pada sahabatnya itu.“Grace tipe gue. Tapi kayaknya gue bukan tipe Grace,” jawab Valen jujur. Memang selepas kencan buta itu mereka masih berhubungan by chat. Namun beberapa minggu kemudian Gr
Sepanjang jalan pulang, Elaine merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia bisa sebodoh ini? Memang dari awal dia sudah salah, Elaine sadar akan kesalahannya itu. Tapi kenapa dia malah memperkeruh suasana? Kini antara pikiran dan hati Elaine tidak sinkron.‘Elaine ingat, teman tidur!’Dia membenturkan kepalanya pada kasur beberapa kali. Saat ini dia merasa sama berengseknya dengan Tirta dan Elsa. Malah dia merasa dirinya lebih rendah dari Elsa. Kenapa dia mau untuk menyerahkan tubuhnya pada Darell, laki-laki yang baru saja dia kenal?Tapi ... jika Elaine memikirkan alasan kenapa dia melakukan hal seperti ini. Dia langsung memikirkan kedua orang itu, semua berawal dari Tirta dan Elsa. Mereka berdua lah yang membuat Elaine menjadi brengsek seperti ini.Elaine menghela nafas kencang. Ia merasakan pusing di puncak kepalanya. Gadis itu memutuskan untuk memejamkan mata, dan mengatur nafasnya agar dirinya bisa tenang. Tak lama kemudian Elaine mulai terlelap
Kale melihat mata Elaine membulat. Sepertinya gadis itu belum mengetahui fakta bahwa Darell adalah penikmat aktivitas cinta satu malam. Laki-laki yang seumuran dengan Darell dan Valen tertawa kecil.“Lo kenapa? Kayak yang kaget gitu?” tanya Kale.Di satu sisi Kai memperhatikan mereka dan merapatkan barisan. Dia ingin bergabung dan ikut bergosip bersama Kale dan Elaine.Buru-buru Elaine tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Ah, nggak apa-apa,” jawabnya. Kemudian dia mengalihkan pandangan pada Kai yang ternyata sudah ada di depannya.“Kayaknya dia belum tahu siapa Darell. Anaknya polos. Tumben banget Darell berteman sama cewek polos,” komentar Kai.Kai adalah seorang bartender di club tersebut. Ternyata gadis itu adalah teman SMA Darell, Valen, dan Kale. Walau semasa SMA, Kai tidak terlalu dekat dengan tiga serangkai itu. Tapi semenjak mereka bertiga sering datang ke bar ini. Lambat laun hubungan mereka ber
Malam semakin larut. Cahaya bulan menemani langkah Darell dan Elaine yang sedang menuju parkiran mini market. Selain itu angin malam sudah mulai menusuk sampai ke tulang. Elaine yang tak mengenakan jaket mulai merasa kedinginan. Namun tak lama kemudian mereka sampai di parkiran mini market dan segera masuk ke dalam mobil.Darell membukakan jaketnya dan memberikan pada Elaine. “Pake! Tangan lo dingin banget. Gue juga nggak akan nyalain AC,” ucapnya yang kemudian langsung mengenakan seatbelt dan menstarter mobilnya.Elaine memegang jaket pemberian Darell, tercium aruma woody pada jaket laki-laki itu. Dengan ragu Elaine mengenakan jaketnya. Dia memang tak bisa menutupi dan tak mau jual mahal, karena saat ini dia memang sedang merasa kedinginan.Butuh waktu lima menit saja untuk sampai di apartemen milik Darell. Karena jalanan yang sepi, sehingga jarak antara kosan Elaine dan apartemen Darell tidak terasa jauh. Sesampainya di parkiran basement,
“Bagaimana kalau kita saling menghangatkan?” tanya Darell sambil menyeringai.Mata Elaine membulat. Jantungnya semakin berpacu dengan cepat, darahnya kini berdesir. Kekhawatirannya kini menjadi nyata. Tentu saja Elaine tahu betul dengan maksud dari perkataan Darell, dan ini bukan main-main. Sorot mata Darell memperlihatkan sebuah keseriusan.“A-a-a, aku ngg-nggak dingin kok.” Kemudian Elaine hendak membuang muka, dia tak ingin menatap Darell. Karena tatapan laki-laki itu benar-benar membuatnya semakin merasa gugup dan panik. Namun sayang, Darell malah menahannya.Laki-laki itu kini memegang rahang kecil Elaine. Membuat gadis itu tetap menatap wajahnya. Kini mereka saling pandang dengan tatapan dalam.Sedetik kemudian Darell menempelkan bibirnya pada bibir Elaine. Untuk kedua kalinya, Darell menyecap bibir gadis polos ini. Memberikan sentuhan lembut, menekannya, dan kemudian melumatnya.Elaine membelalakan matanya, ketika men
“Lupakan! Lupakan apa yang lo lihat dan yang bikin lo sakit hati! Kalau lo kayak gini terus, sampai kapan pun lo nggak bisa balas dendam sama mantan lo!” cecar Darell.Mendengar ucapan Darell, Elaine semakin terisak. Darell seolah tahu apa yang sedang dia rasakan saat ini.“Gue tahu, lo masih sayang sama mantan lo, kan?” tebak Darell.Sontak Elaine terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bibirnya kini bergetar, ingin rasanya mengatakan tidak. Tapi hatinya seolah meminta Elaine untuk jujur.Elaine hanya bisa menelan salivanya, kemudian dia memejamkan matanya. Membuat air mata yang tertampung di matanya, bergulir membasahi pipi mulus gadis itu.“Gue nggak akan marah. Itu hak lo! Lagian kita cuman main-main, nggak pake hati. Tapi … gue tahu lo sakit hati sama dia! Gue tahu rasanya kayak apa. Jadi, please lupakan apa yang lo lihat saat itu. Please enjoy dan nikmati permainan kita.“Kalau
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh