Ketika Aruna sampai di kampus, sapaan ramah dari para mahasiswa dan mahasiswi langsung menghujaninya. Aruna hanya bisa tersenyum tipis membalas keramahan palsu mereka, dulu mereka suka sekali menggunjing Aruna tapi sekarang mereka sok ramah terhadapnya karena mereka tau sekarang Aruna bukan lagi Aruna yang dulu. Para dosen yang dulu juga selalu menatapnya jijik sekarang begitu menyanjunginya, Aruna di layani layaknya orang yang sangat penting di kampus padahal ia hanya ingin mengambil jadwal mata kuliahnya lagi setelah cuti beberapa bulan.Aruna muak, semua orang sekarang sudah berubah menjadi penjilat di hadapannya. Utari hanya bisa tersenyum melihat raut kekesalan di wajah Aruna, Utari sudah biasa melihat pemandangan seperti ini tapi Aruna yang baru pertama kali mengalaminya pasti merasa sangat kesal saat melihat kemunafikan mereka. "Minum dulu nona," Utari memberikan satu botol air mineral untuk Aruna.Saat sedang menenggak minumannya, sudut mata Aruna melihat siluet dua orang yan
Setelah makan malam, Anggasta segera mengantar Alana pulang karena sudah larut malam. Saat Anggasta hendak pulang, Alana langsung mencegah Anggasta pergi dan memintanya untuk mampir dulu ke dalam rumahnya. Alana beralasan kalau ia ingin membicarakan rencana pertunangan mereka, Anggasta menyetujui ucapan Alana dan mengikutinya masuk ke dalam rumah."Kamu mau minum apa Ngga?" Alana meletakkan tasnya di meja bar dapur."Apa aja Al,""Oke, aku buatin teh anget aja ya?"Alana segera meracik teh untuk Anggasta, saat Anggasta lengah Alana segera menuangkan obat tersebut ke dalam minuman Anggasta dan menyajikannya. Anggasta meminum teh tersebut hingga habis tidak bersisa, sebentar lagi efek obat itu akan muncul dan Anggasta tidak akan bisa lari dari jebakan Alana. Di tengah obrolan mereka Anggasta mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman di dalam dirinya, sensasi aneh dan rasa panas mulai menjalar di seluruh tubuhnya. Alana menaikkan satu sudut bibirnya, perlahan-lahan Anggasta mulai terliha
Aruna dan Kastara akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan lagi setelah Kastara pulang dari Italia, hubungan mereka semakin lengket setelah berpisah beberapa saat dan saling menyadari betapa dalamnya perasaan mereka satu sama lain. Aruna kembali bahagia seperti dulu, ia merasa hidupnya sekarang begitu sempurna dengan adanya Kastara di sisinya. Kuliah yang kemarin sempat tidak terjalani dengan baik kini berjalan dengan lancar berkat support Kastara, dan pekerjaan yang kemarin begitu sulit Aruna jalani kini sangat mudah ia jalani berkat moodnya yang selalu bagus. Namun ketenangan itu ternyata tidak berlangsung lama, dua minggu setelah kembali menjalin hubungan dengan Kastara Aruna mengalami hal yang membuat hidupnya berubah 180°. Tiga hari yang lalu seharusnya Aruna sudah datang bulan, namun hingga kini tubuhnya belum juga menunjukkan tanda-tanda datang bulan. Aruna melirik ke arah laci nakas, di dalam sana ada satu benda yang dulu pernah ia beli namun tidak pernah ia harapkan untu
Di kediaman Anggasta, semua orang kini tengah saling berdebat dan saling mengukuhkan keinginannya masing-masing. Tidak ada yang setuju dengan keputusan Rajasa untuk menikahkan Aruna dengan Anggasta, meskipun Aruna kini tengah mengandung anak dari Anggasta. Kastara benar-benar terbakar emosi, namun ia tidak bisa menyalahkan Anggasta atas kehamilan Aruna."Yah Anggasta gak bisa menikahi Aruna, Anggasta hanya bisa bertanggung jawab pada bayi yang ada di dalam kandungannya. Anggasta rela memberikan semua harta milik Anggasta untuknya asal tidak menikahi Aruna," ucap Anggasta putus asa. "Jaga bicaramu Anggasta! kamu pikir Aruna perempuan yang kekurangan uang, hah?! harta kita bahkan tidak sebanding dengan hartanya. Mengerti kamu?!" bentak Rajasa."Kalau Aruna cuma butuh tanggung jawab, biar Kastara yang bertanggung jawab atas kehamilannya." sela Kastara."Mau Kastara atau Anggasta ibu gak akan setuju kalian menikahi perempuan pembawa sial itu!" Kinan menangis meraung-raung.Rajasa menghel
Setelah bertemu Kastara, Aruna memutuskan untuk kembali ke rumah sakit tempat dimana Takahiro di rawat. Ayara masih belum bergeser dari tempat duduknya sejak Aruna pergi, ia terus menunggu Takahiro yang masih belum sadarkan diri. Aruna merebahkan dirinya di sofa, semua kekacauan ini adalah salahnya sendiri. Jika ia tidak merencanakan rencana gila itu, mungkin sekarang ia tidak akan hamil anak Anggasta. Semua akan berjalan baik, dan hidupnya akan tetap sempurna seperti kemarin saat janin ini belum ada di dalam rahimnya. "Tidak usah menangis, tangisan kamu itu gak ada gunanya!" cetus Ayara, tatapannya memancarkan aura kemarahan yang begitu mendalam kepada Aruna. Aruna tidak membalas ucapan Ayara, ia justru tertunduk malu. Ayara duduk di sebelah Aruna dan mengusap wajahnya kasar, sejak Takahiro masuk rumah sakit ia belum beristirahat sama sekali bahkan ia juga belum makan. Sebelumnya Ayara sangat menantikan momen di mana Takahiro pergi dari dunia ini, namun saat melihat keadaan Takahi
"Sudah siap semuanya?" tanya penghulu yang menikahkan Aruna dan Anggasta. Anggasta mengangguk, lalu menjabat tangan penghulu dan mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas. Dengan ini resmi sudah status Aruna sebagai istri Anggasta, sebagai formalitas Aruna mencium tangan Anggasta begitupun Anggasta yang menyematkan cincin di jari manis Aruna. Kastara tidak bisa menahan kesedihannya, kelopak matanya nampak berkaca-kaca dan penuh lara. Liza memeluk Aruna erat, pernikahan yang tidak diinginkan ini pasti sangat berat untuk Aruna. Tidak ada rona kebahagiaan pada wajah setiap orang yang hadir di pernikahan hari ini, kecuali Rajasa. Rajasa akhirnya bahagia karena tujuannya sudah tercapai, memang benar yang namanya jodoh mau terpisah seperti apapun pasti akan kembali lagi pikir Rajasa. "Sekarang kamu sudah resmi menjadi istri dari Anggasta, untuk sementara kamu tidak perlu mengurus urusan perusahaan dulu. Lebih baik sekarang kamu fokus menjalani kuliah dan menjaga kehamilanmu sampai
Setelah seharian penuh memanjakan Alana dan mengantarkannya pulang, Anggasta kembali ke kediamannya pada pukul tujuh malam. Saat Anggasta masuk ke dalam rumah sudut matanya melihat siluet seseorang yang sedang berenang di dalam kolam, Anggasta keluar menuju ke kolam renang dan spontan Aruna mengeluarkan setengah tubuhnya dari dalam air saat melihat Anggasta menghampirinya. Wajah Anggasta memerah padam, Aruna kini hanya menggunakan bikini yang sangat seksi dan menampilkan semua lekuk tubuhnya di hadapan Anggasta. "Aruna!" bentak Anggasta seraya mengusap wajahnya kasar, biar bagaimanapun Anggasta tetaplah lelaki normal yang akan tersipu saat melihat pemandangan seperti ini. "Apa sih mas, kaget tau."Aruna dengan santainya keluar dari kolam renang dan duduk di kursi sembari menikmati jus jeruknya, ia bahkan tidak menutup tubuhnya dengan handuk. "Ini jam tujuh malam, kamu gak waras ya berenang jam segini?!" "Gak ada larangannya kan berenang malam-malam? lagian aku biasa kok berenang
Hari ini Aruna mulai menjalani kuliahnya lagi setelah sekian lama vakum, karena Aruna tidak membawa mobil saat pindah ke sini jadi ia berencana untuk ikut mobil Anggasta ke kampus namun ternyata Anggasta menolaknya. Anggasta sudah berjanji untuk menjemput Alana pagi ini, ia tidak ingin mengingkari janjinya pada Alana meskipun hanya janji sepele.Aruna mengalah, ia akhirnya memesan sebuah taksi online untuk pergi ke kampus. Karena Aruna sekarang sedang hamil, pakaian yang ia kenakan sekarang juga tidak semenawan dulu. Aruna hanya menggunakan celana kulot high waist berbahan kain dan kaos crop top, tidak lupa juga ia membawa sweater rajut untuk menutupi tubuhnya saat jam pelajaran kuliah.Saat tiba di kampus Aruna langsung di sambut ramah oleh semua orang, namun lagi-lagi sapaan ramah itu hanyalah sebuah jilatan untuk mendapatkan hatinya. Karena Aruna tidak punya teman, mau tidak mau ia menerima sapaan geng julid yang sedari kemarin berusaha mendapatkan hatinya. Davira, si ketua geng ya
Hingga setengah tahun pernikahan, Aruna masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Anggasta memang tidak pernah membahas ataupun menyinggung soal anak, tapi sejujurnya Aruna sudah ingin merasakan kembali rasanya mengandung dan menjadi calon ibu. Saat melihat tetangga yang sedang hamil ataupun memiliki bayi, rasa iri dan sedih di hati Aruna langsung muncul secara bersamaan. Aruna takut jika ia memang benar-benar tidak bisa mengandung dan memiliki anak, Aruna takut jika suatu saat Anggasta berubah pikiran dan menginginkan seorang anak darinya tapi ia tidak bisa mewujudkan yang Anggasta inginkan. "Sayang kamu kenapa?" tanya Anggasta seraya menghapus air mata Aruna."Aku cuma sedih aja, udah setengah tahun umur pernikahan kita tapi gak ada sedikitpun tanda-tanda kalau aku akan hamil.""Gak usah pikirin hal itu sayang, udah aku bilang berkali-kali kan kalau kita memang gak di takdirkan menjadi orang tua aku tetap akan mencintai dan menerima keadaan kamu." Anggasta mengelus pelan
Satu minggu kemudian, "Saya terima nikah dan kawinnya Aruna Clarabella Gistara binti Rei Takahiro dengan mas kawin tersebut tunai," ucap Anggasta lantang di hadapan semua saksi dan tamu undangan. "Bagaimana bapak-bapak? sah?" tanya penghulu. Semua orang serempak mengucapkan kata sah, mulai detik ini Aruna resmi menjadi istrinya Anggasta. Setelah ijab qobul selesai, Anggasta membawa Aruna ke meja inti untuk bergabung bersama kedua orang tua mereka. Tidak ada pelaminan disini dan hanya menyediakan meja untuk pengantin beserta keluarga juga meja untuk para tamu undangan, Anggasta sengaja tidak membuat konsep pelaminan karena Aruna tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Raja terpaku di balik stir mobil, rasanya berat sekali untuk masuk ke dalam gedung dan melihat Aruna menjadi istri orang lain. Seharusnya ia yang menjadi suami Aruna bukan Anggasta, semua impiannya berantakan karena perjodohannya dengan Celine. Hingga detik ini Raja belum bisa menerima Celine di hatinya meski
Pagi hari saat Aruna dan Ayara sedang sarapan, mereka di kejutkan dengan kedatangan Rajasa beserta keluarganya dengan membawa barang hantaran lamaran yang cukup banyak. Ayara memang menyuruh Anggasta menunjukkan keseriusannya pada Aruna dalam waktu dekat, tapi ia tidak menyangka jika Anggasta datang pagi ini juga untuk menunjukkan keseriusannya. "Maaf, saya tidak menyiapkan apapun untuk keluarga pak Rajasa." ucap Ayara kikuk. "Tidak apa-apa Ayara, saya tau Anggasta lupa mengabari kamu karena dia terlalu sibuk kemarin menyiapkan semua ini." sahut Rajasa. Di sebelah Ayara Aruna duduk dengan tatapan tanpa ekspresi menatap semua orang, sedangkan di hadapannya ada Anggasta yang nampak gugup setengah mati. Setelah melewati obrolan panjang lebar antar dua keluarga, kini tinggal Aruna yang menjawab permintaan Rajasa tentang lamaran Anggasta. "Bagaimana sayang? apa kamu menerima lamaran Anggasta?" tanya Ayara karena Aruna tidak kunjung membuka suara. Aruna menarik nafas panjang dan menghe
Setelah menghabiskan waktunya seharian bersama Anggasta, kini Aruna tertidur pulas setelah menyantap pancake buatan Anggasta. Meskipun ia belum bisa menerima kehadiran Anggasta, namun kedatangan Anggasta hari ini membuatnya sedikit terhibur setelah beberapa hari ia habiskan sendirian di rumah tanpa teman mengobrol. Saat kedua mata Anggasta hendak terpejam menyusul Aruna, tiba-tiba pintu kamar Aruna di buka oleh seseorang. "Anggasta?!" "Mamah eh maksudnya tante Ayara," "Sedang apa kamu di kamar Aruna, Anggasta?" tanya Ayara berbisik, matanya melotot menatap Anggasta tidak suka. "Tante, kita ngobrol di luar aja ya? Aruna baru aja tertidur." Ayara mengangguk dan melangkah lebih dulu keluar dari kamar Aruna, di ruang tamu ia duduk bagaikan nyonya besar yang siap menginterogasi anak buahnya. Anggasta mengambil posisi duduk bersebrangan dari Ayara, ia sudah siap dengan hal apapun yang akan Ayara katakan padanya bahkan sebuah penghinaan. "Kalau kamu ada di sini, saya bisa tebak pasti k
"Alisya," panggil Aruna untuk yang ke sekian kalinya, namun asisten rumah tangganya itu tidak kunjung datang.Aruna cukup kerepotan tanpa seorang perawat yang membantunya untuk berpindah posisi ataupun mengambil barang, apalagi Alisya tidak selalu ada di rumah entah kemana ia pergi. Semenjak Takahiro meninggal pekerja di rumah ini di kurangi hingga tersisa dua orang saja dan satu penjaga keamanan di depan, juga satu orang supir kantor yang di panggil bekerja di rumah jika Ayara sedang membutuhkan supir. "Alisya, Tuti!" panggil Aruna mulai tidak sabaran. Tenggorokan Aruna rasanya sudah kering sekali, tapi air yang tersedia di kamar sudah habis. Entah kemana perginya dua asisten rumah tangga itu, sampai Aruna memanggil dan menunggu hampir setengah jam lamanya mereka tidak kunjung datang juga. Mau tidak mau Aruna terpaksa mengambil air di dapur sendirian jika begini, Aruna menyeret tubuhnya menuju tepi kasur dan saat hendak menyentuh nakas untuk menarik kursi roda pijakan tangannya ter
Setelah kemarin Anggasta yang datang, kini gantian Rajasa dan Kinan yang datang menemuinya. Meskipun mereka mengatakan hanya ingin menjenguk keadaannya sekaligus bersilaturahmi, tapi Aruna yakin mereka ingin mencoba meluluhkan hatinya untuk menerima Anggasta kembali dengan cara yang halus. "Gimana kabar kamu nak?" tanya Kinan. "Seperti yang ibu lihat, saya masih di kursi roda sampai sekarang." Aruna tersenyum tipis dengan nada bicara yang sedikit sarkastik. "Oh iya mamah kamu kemana Aruna?" tanya Rajasa. "Mamah masih d Taiwan pak Rajasa, rencananya baru pulang besok." sahut Aruna. "Panggil saja saya ayah seperti dulu, Aruna." "Maaf pak, tapi sekarang Aruna bukan lagi menantu pak Rajasa. Yang lebih berhak memanggil pak Rajasa ayah ya istri mas Anggasta yang selanjutnya nanti," sahut Aruna. Kinan dan Rajasa terdiam sejenak, sepertinya meluluhkan kembali hati Aruna tidak bisa tergesa-gesa tapi mereka tidak mau menyerah demi Anggasta. Untuk mengalihkan pembicaraan, Kinan mengajak
"Nona Aruna, itu mas Anggasta kan?" tunjuk supir Ayara ke halaman rumah Takahiro yang sekarang menjadi milik Aruna. Aruna menajamkan penglihatannya di tengah gelapnya halaman rumah, ternyata itu benar-benar Anggasta dengan bola mata yang memerah seperti habis menangis juga kelopak matanya yang sembab. "Pak, tolong bantu saya turun." pinta Aruna. "Nona Aruna mau menemui mas Anggasta?" "Turunkan saja saya pak, jangan banyak tanya." sahutnya. Dari kejauhan Anggasta menatapnya sendu dan penuh kerinduan, ingin rasanya Anggasta memeluk Aruna dan menatap wajah yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Hati Anggasta yang selama ini terasa mati saat berhadapan lawan jenis, kini mulai berdesir kembali saat melihat wajah Aruna meskipun Aruna hanya menatapnya tanpa ekspresi."Mau apa mas datang kesini?" tanya Aruna setelah posisinya dekat dengan Anggasta. "Na, kamu apa kabar?" tanya Anggasta. "Aku tanya mas Anggasta mau apa datang kesini?" Anggasta menghela nafas pelan, "Na, apa bena
Setelah mengambil keputusan secara matang, Raja dan Aruna akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan menyudahi pengobatan Aruna di Jepang. Awalnya keputusan ini di tentang oleh Ayara, tapi setelah Aruna berusaha meyakinkannya akhirnya Ayara mau mengalah dan menerima keputusan mereka. Setelah menempuh perjalanan udara hampir delapan jam, mereka akhirnya tiba di Bandara Soekarno Hatta pada pukul tiga sore. Setelah tiga tahun meninggalkan tanah kelahirannya, Aruna akhirnya kembali lagi dengan kondisi yang sama seperti saat tiga tahun yang lalu ia meninggalkan negara ini. Tidak ada yang menjemput kedatangan mereka di bandara, Ayara sedang melakukan perjalanan bisnis ke Taiwan sedangkan dari pihak keluarga Raja tidak memungkinkan untuk menjemputnya. Firman sedang sibuk-sibuknya mengurus rumah sakit keluarga Hirawan, dan Haga yang sudah menetap di Dubai sejak tiga tahun yang lalu setelah menghadiri acara pernikahan mantan kekasihnya. Raja tidak mempermasalahkan ketidakhadiran kakak-
Tiga tahun kemudian,POV Anggasta"Selamat sore pak Anggasta, hati-hati di jalan pulang." sapa penjaga keamanan kampus."Iya terimakasih pak kumis," sahutku.Tiga tahun berlalu aku lewati tanpa kamu, Aruna Clarabella Gistara. Tiga tahun aku lewati rasa sakit dan sepi ini sendirian, dengan di bubuhi sedikit mimpi kalau suatu saat kamu akan kembali padaku dengan senyum cantikmu yang selalu membuatku jatuh cinta. Tiga tahun aku mencoba move on darimu, meski begitu aku tidak pernah berniat mengganti posisi kamu dengan perempuan lain di hati ini. Kamu tetaplah ratu di dalam hatiku, namamu selalu bertakhta indah di hati ini. Bagaimana kabar kamu sekarang sayang? Apa kamu bahagia hidup tanpa aku? Apa kamu sudah menemukan lelaki yang membuatmu bahagia? Aku penasaran, tapi aku juga tidak mau tau karena aku takut cemburu jika tau kamu sudah bahagia bersama lelaki lain. Pernah satu kali aku mencari tau kabarmu lewat dokter Firman, dia bilang kamu bahagia sekarang dan semakin lengket dengan