Natasha is Back to Life

Natasha is Back to Life

last updateLast Updated : 2022-08-15
By:  Ann GuslaviaOngoing
Language: English
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
24Chapters
3.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

After learning the hard truth of how her twin sister Dalilah brainwashed and manipulated her mind for thirteen years, turning her into a ruthless assassin who killed hundreds of innocents including her youngest brother and best friend Valerian, twenty-seven-year-old Princess Natasha Nicholai, is executed in front of the Imperial Palace. Somehow, she gets sent back to the past right before Dalilah started putting her evil string on her mind, to when she was about to turn fourteen, and uses that as an opportunity to not let the past repeat itself, by getting her revenge on her sister and all the people who backed her and saving her younger brother as well as protecting the innocents she knows will be Dalilah's targets. But while also going after the truth about who stole her magic when she was 4yo, who sent her back and why did they do that, she will cross paths with Ethan Theodore, a dangerous and full of secrets guy, with ruby red eyes and whose destiny is directly linked to Natasha's.

View More

Chapter 1

Prologue

“Saudari… Cheryl Anindita. Kami dengan bangga mengumumkan bahwa Anda lulus dengan nilai A plus.”

Cheryl terpaku, hampir tak percaya. Ia mendapatkan nilai A plus dari dosen penguji yang terkenal killer? 

"Terima kasih, Pak...," ucapnya pelan, suaranya nyaris bergetar.

Nilai yang memuaskan ini bukan sekadar penghargaan untuk dirinya sendiri. Ini adalah persembahan terbesar yang bisa ia berikan untuk Bapak, sosok yang telah bekerja keras sepanjang hidupnya sehingga Cheryl bisa mencapai titik ini.

Di titik pencapaiannya ini, Cheryl tak sabar ingin berbagi kebahagiaan dengan Bapak, seseorang yang selama ini menjadi pendorong terbesar bagi setiap langkahnya.

"Bapak pasti senang banget dengar kabar ini," gumam Cheryl seraya menempelkan ponsel ke telinganya, menunggu suara hangat bapak menyapa di ujung sambungan telepon. 

Akan tetapi, hanya nada dering panjang yang ia dapati. Padahal biasanya bapaknya cepat merespons. Apalagi bapaknya tahu hari ini Cheryl sedang menghadapi hari penting. 

"Kok tumben sih Bapak sulit ditelepon?" 

Dengan langkah gontai, Cheryl berjalan keluar dari gedung fakultas. Bibirnya tersenyum saat berpapasan dengan teman-teman yang memberinya selamat. Namun senyum itu lenyap kembali setelah teman-temannya berlalu pergi. Pikirannya terus memikirkan bapak yang mendadak sulit dihubungi.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Cheryl seketika tersenyum melihat nama “Bapakku Pahlawanku” akhirnya terpampang dalam layar, meneleponnya. 

"Pak…! Cheryl udah lulus, Pak… dapat nilai A plus! Cheryl udah jadi Sarjana sekarang!” pekiknya, rasa senang membuncah dalam dadanya. 

“Hmm. Selamat.”

Cheryl tercekat.

Suara itu… bukan bapaknya. Suara itu terlalu asing, dingin, dan kaku. 

Keningnya berkerut, matanya menyipit. “Si-siapa… ini?” 

Mendadak, perasaannya sangat tidak enak. 

“Kamu Cheryl Anindita, putrinya Pak Bondan Purnomo. Benar?” tanya suara asing di ujung telepon.

“I-iya.”

“Pak Bondan kecelakaan dan sekarang sedang kritis. Cepat ke IGD rumah sakit Bintang Hospital yang ada di Karawaci, sekarang.”

Cheryl terhuyung. Jantungnya seolah berhenti sejenak. 

Kecelakaan? Rumah sakit? 

Tubuh Cheryl terasa lemas, dan semua yang tadinya ingin ia sampaikan kepada sang bapak seperti lenyap begitu saja.

"Ta-tapi… bapak saya… baik-baik saja, kan? Dan Anda…, siapa?" suara Cheryl bagai tercekik, hampir tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi.

Terdengar helaan napas yang tak sabar di ujung sambungan telepon. “Kamu dengerin saya nggak, sih? Saya bilang tadi kan kritis. Sudah. Jangan banyak tanya, cepat datang saja.”

Dunianya seakan berhenti berputar. Semua rasa lega yang ia rasakan sebelumnya lenyap, digantikan kekhawatiran yang mendalam. 

Tubuhnya mendadak lemah, namun ia tak boleh berlarut-larut dalam kekagetannya. Bapak, yang selalu menjadi pahlawan dalam hidupnya, kini membutuhkan dia.

"B-baik...," suara Cheryl pecah, air matanya langsung mengalir deras, "sa-saya... ke... sana... se-sekarang," ujarnya dengan terisak-isak.

“Dengar… terkadang air mata tidak berguna, hanya akan membuatmu panik dan bodoh. Berhenti menangis… dan cepat bawa dirimu ke sini sekarang juga.” 

Suara bariton itu terdengar datar, bahkan terkesan acuh tak acuh. 

Cheryl mengatupkan rahangnya. 

Suara itu… datar dan dingin. Tidak peduli apapun yang terjadi, suara pria itu tetap terdengar seolah-olah dia sedang berbicara tentang cuaca, bukan tentang kecelakaan yang melibatkan orang yang sangat penting dalam hidup seseorang.

"Apa dia cacat emosi? Makanya miskin simpati begini,” geram Cheryl dalam hati. 

"Aku tahu!" ketusnya kesal.

“Bagus kalau tahu.”

Cheryl ingin mengomel lebih banyak, tapi tiba-tiba sambungan telepon diputus begitu saja.

Ia terdiam. Hanya ada suara hampa dari ponselnya yang kini mati. 

Kecewa dan marah bercampur aduk dalam dadanya. 

"Ugh! Orang ini… betul-betul ya…!" 

***

Cheryl hampir tersandung saat memasuki ruang IGD. Pikirannya penuh dengan kecemasan yang tak bisa dia hilangkan. Dalam sekejap, semua yang direncanakannya tentang hidupnya setelah wisuda menjadi tak penting lagi.

“Sus, saya… keluarga Pak Bondan, korban kecelakaan yang katanya dirawat di sini,” katanya dengan napas sedikit tersengal usai berlari saat menuju ke sini.

Perawat segera membawa Cheryl menemui dokter yang menangani bapaknya. Tubuh Cheryl lemas saat dokter menjelaskan kondisi sang bapak.

“Pasien mengalami cedera serius. Kami sudah melakukan tindakan darurat, tetapi kami membutuhkan persetujuan dari pihak keluarga untuk operasi lebih lanjut.” 

Cheryl berusaha menahan tangis yang sudah mendesak keluar. Namun, begitu mendengar kata ‘cedera serius’, ia tak kuasa menahan air matanya lagi. 

“Persetujuan operasi?” Cheryl mengulang dengan suara gemetar. 

Dokter mengangguk. “Operasi ini diperlukan untuk menstabilkan tekanan darah dan menghentikan pendarahan internal. Kami memerlukan persetujuan dari pihak keluarga agar kami bisa segera melanjutkan tindakan,” jelasnya.

Si dokter memandang Cheryl dengan sorot simpati. “Kami akan melakukan yang terbaik. Tim dokter sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Jangan memikirkan soal biayanya, sebab sudah ada pihak yang siap bertanggung jawab penuh atas semua biaya perawatan pasien sampai sembuh.” 

‘Tidak perlu memikirkan biayanya, sampai pasien sembuh’. Setidaknya info itu sedikit melegakan.

Setelah berbicara dengan dokter, Cheryl segera menemui Pak Bondan yang terbaring lemah di sebuah ruangan, selang infus dan alat-alat medis tampak menempel di tubuhnya yang dipenuhi luka.

“Pak… tolong bertahan… Cheryl mohon... Cheryl… nggak punya siapa-siapa lagi selain Bapak.”

Ia sudah tidak punya ibu sejak kecil, hanya bapak... satu-satunya orangtua dan keluarga yang ia miliki. 

Cheryl mengumpulkan sisa keberaniannya yang mulai terkikis oleh ketakutan. Gadis itu menggenggam erat-erat tangan sang bapak, berharap ada keajaiban di balik segala ketakutan yang menderanya.

Tangannya tiba-tiba gemetaran, seakan takut bahwa kehangatan tangan bapak yang ia rasakan saat ini bisa menghilang sewaktu-waktu. 

Sementara itu, Pak Bondan hanya memandangi putri semata wayangnya itu dengan sorot yang begitu sendu.  “Che..ryl…,” panggilnya dengan begitu lirih.

“Iya, Pak?” Cheryl mendekatkan dirinya, agar bisa menangkap suara lemah sang bapak di antara bunyi mesin monitor di sekitarnya.

“Mungkin... waktu Bapak... nggak lama lagi....”

“Bapak jangan ngomong gitu….” Cheryl kian terisak-isak.

“Menikahlah, Nak.... Itu saja… yang ingin Bapak lihat… untuk... terakhir kali.”

Cheryl membeku.

Sungguh. Permintaan yang mustahil. Padahal, jelas-jelas bapaknya tahu... dia tak punya kekasih, apalagi calon suami.

Selama 22 tahun hidup, Cheryl menjalaninya dengan serius belajar demi bisa membanggakan sang bapak lewat prestasi akademiknya, hingga dia melewatkan hal-hal semacam berkencan dan pacaran.

“Menikah?” Cheryl menggeleng pelan. “Tapi, Pak… Cheryl menikah dengan siapa? Cheryl kan nggak punya—”

Tiba-tiba, matanya terkunci pada sosok pria tinggi tegap yang berdiri di sana, wajahnya kaku dan dingin, seolah tak peduli dengan apapun di sekitarnya. Tatapan matanya yang tajam dan penuh perhitungan seperti menembus dirinya, tanpa ada sedikit pun kehangatan.

“Denganku. Kamu akan menikah denganku, Cheryl Anindita.”

Cheryl ternganga.

Suara itu…

Itu... suara pria asing yang menyebalkan di telepon tadi!

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.

Comments

user avatar
Sunshin
I love it. Natasha is so bad ass... Girl power!!!
2023-01-15 21:08:19
2
24 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status